29 April 2009

Sosialisasi Bahaya Sampah Plastik di SMK Bina Mandiri Batang-Batang


Khazinah, siswi XII IPS SMA 3 Annuqayah, Koordinator Produksi dan Distribusi Tim Sampah Plastik School Climate Challenge Competition British Council

BATANG-BATANG—Selasa (28/4) kemarin, Tim Sampah Plastik dan Tim Gula Merah School Climate Challenge Competition (SCC) British Council SMA 3 Annnuqayah melakukan sosialisasi dan riset data di Kecamatan Batang-Batang, wilayah timur laut Sumenep. Selasa pagi pukul 05.30 WIB, semua Tim Inti SCC, mulai dari Tim Sampah Plastik dan Tim Gula Merah serta Tim Pupuk Organik, bersiap-siap untuk berangkat ke Batang-batang. Pukul 07.00 WIB semua tim sudah berkumpul di halaman Perpustakan Madaris 3 Annuqayah. Setelah semua tim inti berpamitan pada pengasuh, mereka memasuki mobil yang saat itu dikemudikan oleh Jauhari, warga Sabajarin. Dan mobil pun meluncur menuju Batang-Batang tepat pukul 07.40 WIB.
Menempuh jarak sekitar 50 kilometer, rombongan kami tiba di Batang-Batang menjelang pukul 09.00 WIB. Kami langsung menuju SMK Bina Mandiri, tempat Tim Sampah Plastik akan mengadakan sosialisasi. Bertepatan dengan jam istirahat pertama di SMK Bina Mandiri, rombongan kami masuk di halaman sekolah yang tampak bersih itu. Banyak siswa keluar kelas melihat rombangan kami yang baru turun dari mobil. Saat itu kondisi kami masih belum stabil akibat goncangan-goncangan mobil sejak tadi pagi. Apalagi salah satu teman kami ada yang muntah akibat masuk angin waktu perjalanan menuju Batang-Batang. Suasana di SMK Bina Mandiri begitu sejuk karena masih banyak pohon-pohon besar.
Kami disambut oleh TU sekolah, dan kami diantar kesebuah ruangan—sepertinya ruangan itu adalah ruangan guru. Di sana ada skitar lima meja dan dan lima kursi. Kami dipersilakan untuk beristirahat menghilangkan capek dan pusing. Kami disuguhi minuman air gelasan untuk menghilangkan haus. Seketika air itu sudah habis karena kami memang sangat haus akibat udara yang teramat panas meskipun hari belum begitu siang.
Sekitar lima menit kami beristirahat, TU yang tadi mengantar kami memberikan buku tamu dan membicarakan tentang kegiatan yang sedang kami geluti. Kemudian dia keluar untuk mempersiapkan tempat untuk acara sosialisasi bahaya sampah plastik. Setelah itu kami dipersilakan untuk menuju ruangan yang akan ditempati acara sosialisasi yang terletak dua ruangan dari ruangan guru.
Kami langsung menuju ruangan tersebut. Di sana sudah ada sekitar 30 siswa perwakilan dari tiap kelas dan juga pengurus OSIS sudah menunggu. Saat kami masuk ke ruangan itu, tak ada tempat duduk yang disediakan buat kami. Namun tidak berapa lama kemudian sekitar lima siswa mengambilkan kursi dan acara sosialisasi siap dimulai.
Setelah Siti Nujaimatur Ruqayyah, kordinator Data dan Dokumentasi Tim Sampah Plastik, membuka acara sekaligus menjelaskan tentang global warming yang disebabkan oleh alam dan manusia, para anggota tim lainnya bergantian menerangkan berbagai hal tentang pemanasan global dan sampah plastik pada khususnya. Zulhatus Sayyidah yang menjelaskan tentang tanda-tanda perubahan iklim dan Irul Nurjannah menjelaskan tentang dampak global warming. “Kalau global warming semakin parah, maka ribuan pulau akan hilang akibat mencairnya es dikutub,” tutur Irul saat menjelaskan. Terakhir, M. Mushthafa, guru pendamping Tim Sampah Plastik, merangkum dan menutup presentasi.
Setelah presentasi selesai, ternyata banyak siswa SMA Bina Mandiri yang memberi pertanyan dan masukan. Di antaranya bagaimana agar Tim Sampah Plastik bersosialisasi ke berbagai tempat dan mengadakan pendampingan untuk pembuatan tas dari sampah plastik agar global warming tidak semakin parah. Semua anggota tim tersenyum mendengar masukan tersebut , dan saat itu Nujaimah, yang akrab dipanggil Nuno, langsung mengucapkan, “Terima kasih atas masukannya dan alhamdulilah semua yang Anda usulkan telah terancang dalam agenda kerja kami dan kami sudah mengadakan pendampingan ke salah satu sekolah di dekat sekolah kami, yaitu MA Sumber Payung Ganding,” terangnya sambil tersenyum ramah pada semua yang hadir saat itu.
Karena keterbatasan waktu, sosialisasi akhirnya diakhiri pada pukul 11.00 WIB. Kami keluar dari ruangan tersebut setelah acara sosialisasi ditutup dengan pembacaan doa. Kami menuju ruang semula. Di sana Tim Gula Merah sudah menunggu untuk segera melaksanakan aktivitas mereka, yakni penelitian tentang gula merah di Batang-Batang. Kami segera berpamitan dan segera menuju mobil setelah acara foto-foto bersama di depan tugu gerbang SMK Bina Mandiri.

28 April 2009

Belajar Teknik Menjahit dan Desain

Sulhatus Sayyidah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Desain Tim Sampah Plastik School Climate Challenge Competition British Council

Selama 4 hari, 22-25 April 2009, saya, Irul, dan Nujaimah belajar praktik menjahit dan desain pada M. Khathibul Umam. Meskipun semula sudah bisa menjahit, kami butuh pendalaman pengetahuan tentang teknik menjahit dan desain yang baik, terutama terkait dengan kegiatan kami akhir-akhir ini, yakni mengolah sampah plastik menjadi kerajinan.
Hari pertama, kami mencoba belajar teknik membuat tas laptop. Mulai dari pengguntingan sampah hingga proses pembuatan, semua sangat membutuhkan kesabaran dan ketelatenan. Karena jika dalam menggunting kurang rapi, cara menjahitnya akan semakin sulit. Begitupun cara penggabungan antara plastik yang satu dengan lainnya.
Pengguntingan pun beres. Dilanjutkan pada tahap merangkai plastik yang telah digunting, penjahitan, pembungkusan dengan plastik mika sebagai penguat, dan penambahan spon pada lapisan bagian dalam plastik agar laptop tetap aman. Kami tidak hanya diwajibkan menyimak dan melihat cara pembuatannya, tapi kami juga ditugaskan untuk langsung praktik. “Coba buktikan bahwa kalian memang paham dengan apa yang telah saya contohkan tadi,” ungkap M. Khathibul Umam.
Hari kedua kami mendapat materi lain yang lebih sulit dibandingkan hari pertama, yakni membuat tas sekolah. Kami tidak merasa kesulitan lagi untuk menggunting dan menggabungkan lembaran-lembaran plastik tersebut. Dalam pembuatan tas sekolah dibutuhkan ketelitian yang sangat tinggi. Jika kurang teliti dalam mengukur, akan terjadi ketidakserasian antara lembaran plastik depan dan belakang. “Agar keliling sisi samping pas dan rapi, terlebih dahulu ukur keliling pada salah satu lembaran plastiknya kemudian kurangi sekitar 4-5 cm,” terangnya. Wah, jadi bermain-main dengan angka nih, pikir saya.
Hari ketiga, kami belajar membuat tas ransel. Ketika diberi tahu akan membuat tas ransel, awalnya kami langsung mengeluh karena membayangkan betapa sulitnya membuat tas ransel. Karena kami hanya memperhatikannya saja, tidak langsung praktik. Di hari ketiga kami mendapat hambatan. Salah satu mesin jahit yang digunakan rusak dan butuh perbaikan yang memakan waktu cukup lama. Karena keterbatasan waktu, hingga hari keempat tas ransel yang dibuat belum rampung dan beliau harus kembali ke Yogyakarta. Tas ransel yang tak sempat terselesaikan akhirnya kami lanjutkan untuk diselesaikan sendiri. Alhamdulillah, akhirnya tas ransel pertama kami selesai juga. Ukurannya sangat besar.
Pengalaman belajar selama empat hari ini memberi banyak pengetahuan keterampilan baru bagi kami. Tentu, kami akan terus memperkayanya dalam praktik.

27 April 2009

Tim Pupuk Organik Menyiapkan Tempat Percobaan Baru


Anisah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Riset Tim Pupuk Organik School Climate Challenge Competition British Council

GULUK-GULUK— Tim Pupuk Organik School Climate Challenge British Council SMA 3 Annuqayah Guluk-Guluk pada hari Sabtu (25/4) kemarin membersihkan lahan kosong yang bertempat di sebelah utara Lab IPA SMA 3 Annuqayah. Lahan tersebut akan dijadikan tempat untuk pembuatan pupuk organik.
Sebenarnya tempat yang kami rencanakan sebelumnya untuk dijadikan tempat percobaan pembuatan pupuk organik bukan di lahan tersebut, tapi di lahan yang memang benar-benar kosong yang bertempat di sebelah barat atau belakang Lab IPA SMA 3 Annuqayah. Namun dengan berbagai pertimbangan tempat percobaan kami pindah, karena memang di utara Lab IPA tersebut menjadi markas Tim School Climate Challenge British Council SMA 3 Annuqayah (tiga tim).
Sekitar pukul 07.30 WIB dengan penuh semangat kami sudah mulai membersihkan lahan tersebut. Sebenarnyan bukan hanya tim kami yang bekerja, tapi kami dibantu oleh tim yang lain yaitu dari Tim Sampah Plastik dan Tim Siwalan, termasuk guru pembimbing dari kedua tim tersebut.
Pertama kali yang kami kerjakan yaitu menebang semak-semak liar yang kelihatannya membuat tidak indah tempat itu. Ada juga yang bekerja merapikan genting, dan ada pula yang mencangkul melubangi tanah untuk tempat percobaan pembuatan pupuk jerami. Sebenarnya lubang itu sudah ada, tapi kami masih melebarkannya karena lubang tersebut sempit sekali. Dan sesudah itu kami masih memindahkan serbuk gergajian yang ada di tempat itu. Kami memindahkannya ke tempat pot tanaman hias yang ada di depan kelas X A dan di depan kelas X B.
Rencananya kami masih akan membuat tutup sederhana di atas lubang tempat percobaan tersebut.
Pekerjaan kami diakhiri jelang tengah hari. Jadilah lokasi utara Lab IPA yang sebelumnya tampak rimbun oleh semak, genting, kayu, dan sebagainya, sekarang menjadi bersih.

26 April 2009

Tim Proyek SCC Gelar Tasyakkuran dan Evaluasi

Ummul Karimah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Sosialiasi dan Promosi Tim Gula Merah School Climate Challenge Competition British Council

GULUK-GULUK—Tim proyek School Climate Challenge Competition British Council SMA 3 Annuqayah gelar tasyakkuran atas mulai dipergunakannya markas tim proyek yang bertempat di halaman sekolah, Jum'at malam (24/4) kemarin. Acara yang berlangsung sederhana tersebut ternyata diakui mengandung banyak hikmah. Salah satunya dirasakan oleh Khazinah. Ia mengaku bahwa acara ini bisa membuatnya lebih semangat, “Pas pra acara, kami nonton bintang di layar tancap. Abis itu kita buka acara dengan ngaji bareng,” tutur Khazinah yang saat ini menjabat sebagai Ketua Pemulung Sampah Gaul (PSG) dan koordinator produksi di Tim Sampah.
Usai pembacaan ayat suci al-Qur’an bersama, mereka melangsungkan acara selanjutnya, yaitu makan bersama. Menu yang disajikan dalam acara tersebut sangat tradisional. Di antaranya berupa nasi jagung, ikan kering, dan kuah sayur daun kelor. “Nikmatnya pesta kebun,” lanjut Khas, sapaan akrab Khazinah.
Pembina OSIS SMA 3 Annuqayah sekaligus pembimbing tim proyek Konservasi Gula Merah Pohon Siwalan yang juga hadir dalam acara tersebut menuturkan bahwa acara ini, selain untuk tasyakkuran atas mulai dipergunakannya markas tim proyek, juga diharapkan dapat semakin memperkokoh kekompakan antar tim.
“Yang terpenting, kita harus meniatkan dalam hati bahwa kita ikut lomba ini bukan karena ingin menang. Tetapi karena ikhlas untuk menolong alam,” ujar Mus’idah serius, yang kemudian disusul oleh suara M. Mushthafa, “Saya juga mengharap, setelah lomba ini selesai seluruh tim dapat terus menekuni proyek masing-masing. Hingga akhirnya kita bisa menjadi pembela lingkungan sejati,” katanya sebelum acara pemutaran film berjudul North Country itu dimulai.
Sebenarnya acara ini direncanakan berlangsung sejak cukup lama, namun tertunda sampai pelaksanaan UN SMA selesai. Selain tasyakkuran, seluruh tim proyek melakukan evaluasi atas aktivitas yang mereka laksanakan selama ini.

25 April 2009

Environmental Week

M Mushthafa, teacher at SMA 3 Annuqayah, facilitator Plastic Rubbish SCC Team

This week, I had several environmental activities. First, I had an environmental workshop held by Community Development Bureau of Pondok Pesantren Annuqayah. The theme of this workshop is “Global Warming, Local Cooling”, and participants are thirty Annuqayah teachers. This workshop conducted on Tuesday, April 21, at MAK Annuqayah. Facilitator of this workshop is Ridho Saiful Ashadi, former Executive Director of WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia—Indonesian Forum for the Environment) East Java.
The workshop began at 10.00 a.m., two hours late from the schedule. Mas Ipul, the facilitator, delayed his departure from Surabaya because his wife borne approximately at midnight.
Actually, this workshop didn’t really satisfy me because plot of discussion during the workshop didn’t go on as I expected—at least based on the schedule that I received before. The discussion primarily focused on developing social transformation in general. Environmental issues had a minor space to be discussed here. Mas Ipul said that the most important thing to develop local cooling movement is concerning to framework of idea. Mas Ipul introduced new method of thinking called “Asset-Based thinking”. This reminded me to positive psychology developed by Martin EP Seligman, a professor at the University of Pennsylvania, which I knew from his book, Authentic Happiness. Mas Ipul explored this method of thinking extensively.
In fact, I can understand his choice to underline this approach in front of environmental and social problem on the whole. Environmental movement needs new, fresh strategies and power. But, in my opinion, environmental awareness as a basis of environmental education for the teachers should be built up by a sufficient supply of information and knowledge. OK, Mas Ipul said that such information is very easily found on internet webpages. The teachers just need to type the keyword on the search engine webpage and they will have a great deal of information and knowledge to encourage their environmental insight. But the fact is Annuqayah teachers are generally not acquainted with internet and information technology. And I’m almost sure that those who are familiar enough with internet maybe have a little concern to environmental issues.
When the workshop had finished, I thought that this workshop must be followed by another environmental workshop, or even an integrative action managed by Annuqayah teachers or at their respective schools. This subsequent workshop should reach to the core issues of environmental education, that environmental education is about our moral education—our ethical attitudes to the nature.
My second activity is a live interview at local television, Madura Channel, Sumenep. This interview held on Thursday, April 23, one day after the celebration of Earth Day. The theme is about environmental education. More exactly, about my experience accompanying environmental community at SMA 3 Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep. This community concern on specific issue, that is plastic rubbish. The students recycled plastic rubbish in school neighbourhood to be creative accessories, like a school bag, pencil case, etc. Their activities got public attention through publication of mass media.
In that session of live interview, I tried to make the idea of Earth Day become more concrete through the example of my students’ activities. I tried to turn the discussion on the focus of ethical perspective, but the interviewer still focused to my students’ activities and achievements.
During the live interview, there was an interesting comment from Pak Gani, an audience who is a teacher in Sumenep. He said that my students’ activities, that are recycling plastic rubbish to be a handicraft, are not creative achievements. Pak Gani said that other individuals and communities in Indonesia also had done the same creation, including Pak Gani himself. So, Pak Gani challenged me and my students to initiate a truly new creation related to environmental project.
To be honest, I believe that our environmental activities are not a genuine project. But I’m very sure that every project has specific complexities in its local context. Those are the real challenge of every social project. Furthermore, plastic rubbish increases around us, so we cannot underestimate this fact and have to make a concrete response in our community.
My third environmental activity this week is a voluntary work with my students cleaning up our base camp of our environmental project on School Climate Challenge Competition British Council. Our school participated in this prestigious competition by managing three environmental projects, that is recycling plastic rubbish, conservation of the Asian palmyra palm (Borassus flabellifer), and organic fertilizer.
We cleaned up the dirty area at the corner of our school area this morning until midday. We are very contented with the result of our hard work. We think that we will be more enthusiastic to manage our project.
Yes, this environmental week give me valuable supplies to encourage the struggle on environmental issues.

Source: http://rindupulang.blogspot.com/2009/04/environmental-week.html

24 April 2009

Tim Proyek Gula Merah Berdiskusi dengan Tokoh Lingkungan


Ummul Karimah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Sosialiasi dan Promosi Tim Gula Merah School Climate Challenge Competition British Council

GULUK-GULUK—Upaya yang dilakukan oleh tim proyek Konservasi Gula Merah School Climate Challenge Competition British Council SMA 3 Annuqayah untuk menuju sukses tak hanya sampai di bumi Cecce’ Pragaan saja, tetapi mereka juga melakukan reset data ke tokoh masyarakat di Annuqayah yaitu ke rumah Panji Taufiq, Kamis (23/4) sore kemarin. Mereka serempak mengaku grogi saat hendak memasuki gerbang rumah Pak Panji di utara komplek Pesantren Annuqayah, namun Ekatur Rahmah, salah satu anggota tim, mengatakan bahwa ia merasa tenang saat salam yang ia lontarkan terjawab oleh suara lembut. “Ternyata santai. Tak segerogi yang kubayangkan,” katanya kemudian.
Informasi luasnya wawasan dan dalamnya pengetahuan Panji Taufiq tentang pohon siwalan pada khususnya dan isu-isu lingkungan pada umumnya diperoleh dari M. Mushthafa, pendamping Tim Sampah Plastik. Namun, saat Panji Taufik dibilang berwawasan luas tentang pohon siwalan dan isu lingkungan, ia mengaku bahwa itu hanya karena faktor usia. “Saya tidak pintar, tapi hanya lebih tua dari adik-adik. Jadi lebih lama hidup dan lebih berpengalaman saja,” paparnya dengan tersenyum-senyum.
Yang mengherankan namun menakjubkan adalah saat tim membuka pembicaraan dengan beberapa alasan keprihatinan mereka terhadap gula merah pohon siwalan yang kian hari hampir punah. Ternyata Pak Panji memberikan tanggapan yang cukup luas. Ia menyatakan bahwa bukan cuma gula merah yang hampir punah, namun makanan lokal lainnya yang dulu menjadi nadi kehidupan orang Madura juga telah banyak yang punah.
“Coba kalian ingat! Jika dulu semasa kalian kecil kalian bermain rebus-rebusan buah klenteng, “anak ubi”, maka sekarang sudah jarang sekali bukan? Bahkan anak-anak kecil sudah tak mengenal klenteng lagi. Gula merah juga hampir senasib dengan klenteng,” paparnya yang membuat Mus’idah, guru pendamping tim, berkata, “Santai tapi begitu kena dan menusuk.” Mus’idah dan Anggota tim lainnya hanya geleng-geleng kepala. “Belum bertanya, keterangan yang diperoleh sudah sangat luas. Apalagi bila kami lontarkan 5-10 pertanyaan, bayangkan?” imbuhnya dengan raut kekaguman.
Seluruh anggota tim tampaknya makin serius menyimak keterangan yang Pak Panji sajikan. Suasana hening hanya tinggal suaranya yang tenang dan santai.
Memang, bila keterangan mudah dan enak dicerna, maka sepertinya waktu hanya sekejap mata. Wawancara dipending sejenak karena telepon rumah Pak Panji berdering. Ia kemudian meminta waktu untuk mengangkat telepon.
Sementara itu, 2 anggota tim Gula Merah, 1 guru pembimbing, dan 1 anggota tim Pupuk Jerami yang juga ikut, baru merasa bahwa mereka sudah cukup lama berada di situ. Sekitar 1 jam lamanya.
Ketika Pak Panji keluar, ia melanjutkan pembicaraan tentang puncak kapitalisasidi Indonesia. Ia juga memberikan pengarahan pada anggota tim tentang ke mana mereka harus melangkah dan agenda apa yang harus dikerjakan.
Baginya, pemerintah di Indonesia harusnya mempunyai kreasi yang inovatif. Seperti melakukan pembibitan pada pohon siwalan yang asalnya hanya berkembang biak dengan mandiri—tanpa ada orang yang peduli. Ia juga sempat menyindir bahwa untuk melestarikan gula merah pohon siwalan sangat susah dilakukan bila tidak dibumbui dengan semangat yang besar. “Kita masih harus berkomunikasi dengan pemerintah dan dinas perkebunan. Jadi tidak gampang.” Namun ia menambahkan bahwa ini bukan alasan untuk tim proyek tersebut mundur, sebab bila mereka melakukan dari yang terkecil, seperti riset data, sosialisasi berupa pemakaian gula merah sebagai menu utama dalam acara-acara, itu sudah bentuk dari penyelamatan. “Kalau saya buta tentu saya tak dapat ke mana-mana. Kalau kalian masih belum banyak tahu tentang gula merah pohon siwalan, lalu kalian mau ke mana? Bukankah begitu?” kata tokoh lingkungan yang juga ikut membidani lahirnya WALHI Jawa Timur ini sambil memperagakan orang buta yang meraba-raba.
Pak Panji berharap seluruh tim benar-benar serius untuk menangani kasus ini, dan ia menyatakan kesiapannya untuk membantu dan mendampingi tim jika memang dibutuhkan. Kunjungan Tim Gula Merah ke alumni Annuqayah yang sekarang diamanahi sebagai Ketua Yayasan Annuqayah ini jelas menambah semangat bagi seluruh anggota tim untuk tugas-tugas besar mereka yang menunggu.

23 April 2009

Hari Bumi, Tim Proyek SCC Pajang 3 Poster

Ummul Karimah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Sosialiasi dan Promosi Tim Gula Merah School Climate Challenge Competition British Council

GULUK-GULUK—Salah satu bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh seluruh tim proyek SCC di SMA 3 Annuqayah adalah berupa penempelan poster-poster kampanye dan poster ucapan selamat untuk Hari Bumi di Mading Raksasa Rabu (22/4) kemarin. Poster-poster tersebut tidak dipajang secara bersamaan, karena kata Anisah, salah satu anggota tim Pupuk Jerami, mengatakan bahwa poster miliknya dan milik tim Sampah Plastik sudah ditempel lebih awal yaitu (21/4), satu hari sebelum Hari Bumi. "Kalau punya tim Konservasi Gula Merah Pohon Siwalan ditempelnya pas Hari Bumi," imbuh Anisah.
Meski tidak dipajang secara bersamaan, namun masing-masing dari tim mengaku bahwa mereka tetap kompak dan saling membangun semangat. Mereka mengerjakan poster itu bersama-sama di ruang kerja tim yang sederhana.
"Bagaimanapun kita tetap satu jiwa, meski kita berada di lain proyek. Kami berangkat dari isu yang berbeda, tapi semuanya adalah untuk menumbuhkan semangat cinta lingkungan. Jadi, ya harus kerja sama," ujar Siti Mailah, yang juga satu tim dengan Anisah. Setiap salah satu tim mempunyai tugas yang agak berat, maka kedua tim yang lain akan ikut membantu. Hal ini terjadi, misalnya, saat pelatihan penguatan kapasitas yang dilaksanakan dan diikuti oleh semua tim.
Yang pasti, kata Mus'idah Amien, Waka Kesiswaan sekaligus pembina OSIS SMA 3 Annuqayah, setiap kegiatan yang dilakukan mereka selalu membuatnya tersenyum dan lebih memahami arti persahabatan dan kekompakan. "Kerja sama itu penting. Jangan sampai kita tidak kompak, apalagi di organisasi atau tim," pungkas Mus'idah setelah 3 poster tersebut usai dipajang.

Kejadian Lucu Saat UN di SMA 3 Annuqayah

Khazinah, siswi XII IPS SMA 3 Annuqayah

Sejak pertama kali dimulainya UN (Ujian Nasional ) di SMA 3 Annuqayah, alhamdulilah tak ada halangan sedikit pun. Semuanya berjalan mulus-mulus saja. Semua ruangan tampak hening saat UN berlangsung. Tak ada bisikan suara sedikit pun. Yng ada hanya gesekan potlot 2B beradu dengan kertas Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN).
Namun keheningan tersebut pada Rabu pagi kemarin (22/4) sempat terpecah. Ruangan yang berada di ujung timur, yakni ruangan XXIV, yang aslinya adalah kelas XI IPS, sejak dulu memang sudah banyak mendapat masalah, entah itu kepulan asap dan bau kotoran sapi. Namun hal itu tidak lagi sejak ditutupnya ventilasi udara di dinding utara kelas XI IPS yang memang berdempetan dengan kandang sapi milik tetangga.
Rabu pagi kemarin saat itu seperti biasa suasana hening. Semua siswa lagi asyik mengarsir lembar jawaban. Tiba-tiba dari sebelah utara ruangan XXIV itu bunyi sapi yang begitu nyaring terdengar seketika. Kontan saat itu juga anak-anak di ruangan itu tertawa.
Apalagi pengawas ujian yang kebetulan menjaga berkata “Arapaah roah can sapeh (Apa sih kata sapi itu),” ujarnya dengan logat madura yang kental. Lagi-lagi anak anak di ruangan itu tertawa. “Sudah sudah jangan berisik. Kerjakan biar cepat selesai,” kata pengawas yang lain meredakan tawa anak-anak. Dan suasana pun kembali tenang. Namun bunyi sapi lagi-lagi terdengar. Tapi anak-anak tak lagi menggubris bunyi sapi itu. Semua kembali menekuri lembar soal dan mengarsir LJUN.

15 Siswi SMA 3 Annuqayah Ikuti Pelatihan Lingkungan oleh BPM-PPA

Ummul Karimah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Sosialiasi dan Promosi Tim Gula Merah School Climate Challenge Competition British Council

GULUK-GULUK—Dalam rangka menyambut Hari Bumi, Biro Pengabdian Masyarakat Pondok Pesantren Annuqayah (BPM-PPA) mengadakan acara yang bertajuk Workshop "Generasi Hijau Annuqayah" Selasa (21/4) kemarin. Acara ini diikuti oleh seluruh peserta tim proyek lomba School Climate Challenge British Council yang ada di Annuqayah.
Peserta acara yang berjumlah 30 orang itu merupakan gabungan dari 2 Madrasah. Yaitu 15 orang dari SMA 3 Annuqayah dan selebihnya dari MA 1 Annuqayah Putri. Fasilitator kegiatan adalah adalah Mbak Yuli, dari Walhi Jawa Timur.
"Seluruh peserta dari SMA 3 Annuqayah yang hadir di acara ini adalah gabungan dari siswa pencinta lingkungan yang sedang mengikuti lomba School Climate Challenge British Council," Kata Zulhatus Sayyidah, salah satu peserta dari SMA 3 Annuqayah.
Dalam pelaksanaannya, sambung Zul, sapaan akrab Zulhatus Sayyidah, seluruh rangkaian acara membuatnya lebih semangat dan percaya diri untuk menjadi Green Generation yang sejati. Namun ia juga mengakui bahwa ada kekecewaan yang ia rasakan, yaitu mengapa acara tersebut tidak juga diikuti oleh siswa yang dirasa masih buta terhadap wawasan lingkungan. "Seandainya acara itu juga diikuti oleh siswa yang bukan tim proyek, tentunya akan semakin banyak pula siswa yang berminat untuk menjadi generasi hijau Annuqayah," papar Zul.
Sementar itu, Nujaimah, juga peserta dari SMA 3 Annuqayah, angkat bicara mengenai poin yang ia berikan terhadap acara tersebut. "Saya memberi poin acara ini 7,5. Ya, karena saya rasa acara itu lebih dominan pada motivasi," kata Nu. Disamping itu, Ia juga menceritakan bahwa ada 1 sesi yang membuat acara tersebut lebih hidup. "Pada sesi nonton film tentang alam saya haru dan saya merasa selama ini saya belum memberikan yang terbaik utuk alam," tambahnya dengan raut sedih.
Usai acara pemutaran film yang mengharukan, ruangan kembali diramaikan oleh teriakan peserta yang disuruh merancang pesawat canggih. Bantaian demi bantaian terlontarkan saat masing-masing kelompok mempresentasikan karya mereka yang kemudian ditutup dengan yel-yel. Hingga Zul mengakui suaranya sampai serak saking kerasnya berteriak-teriak. "Saya tak dapat bicara lagi," paksa Zul mengucap kalimat.

22 April 2009

Earth Day Everyday





By SCC Team SMA 3 Annuqayah: Ummul Corn, Eka, Mailah, Anisah, Zul, Nuno, Iroel.

21 April 2009

Percobaan Membuat Pupuk Organik


Anisah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Riset Tim Pupuk Organik School Climate Challenge Competition British Council

GULUK-GULUK—Kami, Tim Pupuk Organik School Climate Challenge British Council SMA 3 Annuqayah pada hari Ahad (19/4) kemarin sekitar pukul 09.00 WIB melakukan percobaan pembuatan pupuk organik. Kami tidak jadi membuat percobaan di lahan belakang Lab IPA yang dibersihkan sebelumnya, dan akan melakukan percobaan dengan menggunakan media lain. Alat-alat dan kelengkapannya memakai dari drum bekas. Sedangkan bahan-bahan pengurainya, atau mikro organisme nabati, memakai buah-buahan yakni tomat, pepaya, dicampur dengan air siwalan yang sudah dimasak, dan dicampur juga dengan abu dan kotoran hewan.
Pertama kami memblender tomat dan pepaya itu. Sesudah diblender hasil blenderannya dari buah itu masih disaring dan diambil sarinya. Setelah semuanya selesai kami masih kebingungan mau diapakan sari tersebut, sedangkan pembimbing kami, Pak Mahmudi dan Bu Bekti, masih belum di tempat percobaan. Dan bukan hanya itu yang kami bingungkan. Kami bingung kami mau dapat dari mana tempat (drum) untuk dijadikan tempat percobaan tersebut, sedangkan drum yang ada di Madaris 3 Annuqayah ini digunakan sebagai tempat sampah, dan lainnya rusak. Tapi kami bersyukur di saat kami kebingungan ternyata masih ada pahlawan yang ikhlas membantu menyediakan drum untuk kami.
Setelah semuanya sudah lengkap termasuk drumnya, kami semua masih mencari alat untuk membelah drum bekas itu menjadi dua. Kami sengaja ingin membelahnya menjadi dua agar dapat dijadikan dua percobaan. Yang membelahnya bukan hanya Pak Mahmudi saja, tapi salah satu di antara anggota tim yang rela mengorbankan tenaganya untuk membelah tank tersebut sampai terbelah menjadi dua.
Setelah itu kami masih mencuci drum itu ke sampai bersih sehingga tidak berbau. Meskipun salah satu di antara kami tangannya ada yang terluka karena teriris pinggiran drum tersebut, kami masih semangat untuk melakukan percobaan.
Dan setelah semuanya sudah lengkap, kami langsung melakukan percobaan. Pertama, jerami itu diletakkan terlebih dahulu di dalam drum, sesudah itu disiram dengan air sari buah-buahan yang sudah dicampur dengan air tangguli itu sampai jerami tersebut agak basah. Setelah jerami tersebut agak basah, kami menaburkan abu sampai merata di atasnya. Setelah itu kotoran hewannya ditaburkan di atasnya sampai merata juga sehingga abunya tidak kelihatan. Setelah itu ditutup dengan jerami lagi.
Agar tidak terkena hujan maka di atasnya ditutup dengan penutup semacam kayu triplek. Selama melakukan percobaan, guru pendamping kami, Pak Mahmudi, memberikan sedikit keterangan bahwa lebih banyak memakai kotoran hewan lebih bagus dari pada banyak memakai abu. Karena apa? Jika banyak menggunakan kotoran hewan, mikroba pengurainya akan semakin banyak dan jerami tersebut akan semakin cepat melunak.
Dan sesudah itu selesailah kami melakukan percobaan, tepat pada pukul 10.30 WIB. Kami senang sekali dengan kegiatan ini karena dapat menambah wawasan kami tentang pupuk organik. Kebanyakan kami memang dari latar belakang keluarga petani.
Selama percobaan, banyak siswi lainnya yang ikut menonton, termasuk Kepala SMA 3 Annuqayah, H. Moh. Ya’kub, S.E., dan anak-anak dari Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah.

19 April 2009

Tim Konservasi Gula Merah Lakukan Sosialisasi di SMA 3 Annuqayah

Ummul Karimah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Sosialiasi dan Promosi Tim Gula Merah School Climate Challenge Competition British Council

GULUK-GULUK—Tim Konservasi Gula Merah Pohon Siwalan School Climate Challenge Competition British Council melakukan sosialisasi di SMA 3 Annuqayah Sabtu (18/4) kemarin. Sebenarnya seluruh siswa SMA 3 Annuqayah sudah tahu mengenai tim mereka sejak masing-masing kelompok dari lomba proyek School Climate Challenge itu dilaunching. Akan tetapi maksud kegiatan tim kali ini, kata Iir, sapaan akrab Siti Muniratul Himmah, salah satu anggota tim bagian pengembangan produksi, adalah untuk lebih melibatkan siswi dalam butir kegiatan tim proyek.
Dalam sosialisasi ini, tim proyek meminta resep makanan berbahan gula merah kepada seluruh siswa. “Satu resep dari kalian sangat berarti bagi kami, karena itu dapat membantu dalam proyek kami, yakni melestarikan gula merah dan pohon siwalan. Jangan takut rugi, sebab resep menarik dari kalian akan dokumentasikan,” katanya, yang kemudian disambut senyum seluruh siswi yang bersemangat dan bersedia untuk mengumpulkan resep-resep menarik pada keesokan harinya.
Sejak bagian pengembangan produksi melakukan praktik pembuatan jubedhe, Selasa (14/4) lalu, mereka berinisiatif untuk lebih meningkatkan kualitas makanan berbahan gula merah terlebih dahulu. Maka seluruh anggota tim juga sepakat, karena kata mereka, apabila resep makanan dari gula merah semakin banyak dan berkualitas, maka semakin banyak pula orang-orang yang mencari gula merah.
“Dan tentunya pak petani gula merah akan terus merawat pohon siwalannya. Bukankah dengan begitu kita telah membantu memberikan solusi penanganan iklim lokal?” tambah Iir dengan logat bicara menggunakan kalimat tanya retoris.

18 April 2009

Madaris 3 Annuqayah Merehab Tempat Pajang Koran dan Atap yang Bocor

Ummul Karimah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah

GULUK-GULUK—Setelah tempat pajang koran ambruk dan atap di emperan Aula Madaris 3 Annuqayah bocor, kedua fasilitas tersebut direhab mulai hari Selasa (14/4) yang lalu.
Hingga hari ini, keempat pekerja yang menerima mandat untuk memperbaikinya masih sibuk. Salah satu pekerja, yaitu Pak Syaiful, mengatakan bahwa akibat musim hujan yang diiringi angin kencang pekan lalu, tempat pajang koran itu bernasib kritis. “Kalau masalah genting bocor, separah apa pun kami gampang untuk memperbaikinya. Tapi urusan tempat pajang koran ini sudah terlalu parah. Kaca-kacanya pecah dan kayu bagian kakinya telah dimakan rayap,” imbuh Syaiful secara terperinci.
Memang, sejak tempat pajang koran di Madaris 3 Annuqayah tidak dapat difungsikan, seluruh siswi mengeluh sebab mereka tak mengunyah info baru dari koran yang dipasang. Menanggapi keluhan siswi, pengurus Madaris 3 Annuqayah bagian sarana dan prasarana mengambil langkah konkret. Pak Syaiful, tukang yang biasa bekerja di Madaris 3 bersama tiga orang rekannya bekerja memperbaiki kedua fasilitas tersebut.
“Sudah berapa kali saya katakan, jangan sampai menunggu rusak. Mestinya tempat pajang koran ini sudah diperbaiki sejak kelihatan sakit. Ketika sekarang sudah parah, maka banyaklah biaya yang mestinya dihemat,” kata K. M. Faizi, Direktur Madaris 3 Annuqayah. Dia memang tak suka melihat sarana yang ada di Madaris 3 Annuqayah tak terjaga. Apalagi sampai parah.
Dia juga menambahkan bahwa untuk membeli alat-alat apa pun memang gampang, namun untuk menjaganya sangat sulit. Seluruh siswa, dewan guru, dan staf TU di Madaris 3 oleh kiai muda yang juga aktif bergiat di kegiatan kesenian tingkat nasional itu diharapkan dapat memelihara dan melestarikan seluruh alat-alat dan fasilitas sekolah yang ada dengan baik.

17 April 2009

Siswi SMA 3 Annuqayah Berpartisipasi dalam Olimpiade Sains Tingkat Sumenep

Ummul Karimah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah

GULUK-GULUK—Dalam rangka Olimpiade Sains tingkat Kabupaten Sumenep, Rabu (15/4) kemarin SMA 3 Annuqayah mengirimkan 14 siswi untuk berpartisipasi dalam ajang tersebut. Sebenarnya SMA 3 berangkat tanpa persiapan yang cukup matang. Tapi karena keyakinan kuat dan ingin berpartisipasi, maka 14 siswi tersebut berangkat bersama 2 guru pendamping, yaitu Bekti Utami dan Syarifah.
Siti Nujaimah, salah satu peserta bidang kimia dari SMA 3 Annuqayah, mengatakan bahwa ia sempat grogi sebab pasti saingannya sudah memiliki persiapan matang. Namun Bekti Utami selaku pembimbing pelajaran kimia mencoba membuatnya tangguh. “Maklum, saya kan serius belajarnya baru tadi malam. Ia kan Bu?” kata Nuno, sapaan akrab Siti Nujaimatur Ruqayyah, pada guru pendampingnya yang langsung merespons dengan anggukan.
Tepat pukul 07.15 WIB rombongan SMA 3 Annuqayah tiba di STKIP Sumenep, gedung tempat mereka akan berlomba. Guru pendamping lainnya, Syarifah, mengaku kewalahan untuk mencari ruangan yang akan anak-anaknya tempati. “Terlalu banyak gedung dan kami harus berputar-putar ke sana kemari,” latanya dengan raut lesu.
Kedua pembimbing itu menebarkan senyum bangga pada anak-anaknya sebelum mereka memasuki ruangan masing-masing. “Tenang Bu, kami semua pasti bisa!” tambah Nu yang tampaknya ingin menenangkan hati kedua pembimbingnya.
Kendati pun begitu, Moh. Ya’kub, Kepala SMA 3 Annuqayah, tetap berharap bahwa pada Olimpide kali ini ada siswinya yang akan membawa prestasi untuk SMA 3 tercintanya. Beliau berharap ada generasi R. Restu Putri Wulandari dan Anik Rozanah, yang tahun lalu telah mengharumkan nama SMA 3 Annuqayah lewat prestasi yang mereka raih pada Olimpide tingkat Kabupaten Sumenep tersebut. “Untuk sekarang, saya juga berharap mereka semua bisa lulus untuk dikirim ke tingkat Jawa Timur. Saya doakan semoga berhasil,” tambah Ya’kub.

15 April 2009

SMA 3 Annuqayah Adakan Kegiatan Observasi

Siti Nujaimatur Ruqayyah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah

SUMENEP—Hampir setiap tahun SMA 3 Annuqayah mengadakan kegiatan observasi. Ahad (12/4) kemarin, siswi kelas XI IPA-IPS SMA 3 Annuqayah mendatangi berbagai situs bersejarah di kabupaten Sumenep, tepatnya asta Sayyid Yusuf Talango, Asta Joko Tole di Manding, dan Asta Panaongan di Pasongsongan. Kegiatan observasi tersebut merupakan inisiatif Bapak Mahmudi, S.Sos., guru bidang studi Sejarah SMA 3 Annuqayah. Belajar di luar kelas dan mengadakan penelitian langsung dirasa lebih menyenangkan daripada terus-menerus belajar di dalam ruangan.
Ahad pagi kemarin, sekitar pukul 06.45 WIB, seluruh peserta telah berkumpul di SMA 3 Annuqayah. Siswi yang hadir berjumlah 46, yang kemudian dibagi menjadi tiga kelompok. Pendamping dari sekolah adalah beberapa guru, yakni Mahmudi, K. Kholis, K. Nurul Huda, Moh. Ya’kub, Bekti Utami, dan Mus’idah. Sebelum berangkat, Mus’idah, yang juga Pembina OSIS, terlebih dahulu menyampaikan peraturan yang harus dipatuhi saat kegiatan berlangsung, termasuk mengontrol perlengkapan yang harus dibawa. “Ibu harap kalian tidak akan mengecewakan kami dan menjaga nama baik sekolah ini,” paparnya.
Tiga mobil yang mereka tumpangi itu berangkat pada pukul 07.20 WIB. Asta Sayyid Yusuf adalah tujuan pertama. Untuk pergi ke sana, rombongan harus menyeberangi selat kecil terlebih dahulu. Setelah mengaji Yasin dan tahlil bersama dengan dipimpin K. Nurul Huda di Asta, para siswi menghimpun informasi sejarah di tempat tersebut dengan wawancara.
Pak Tahir, juru kunci asta Sayyid Yusuf dengan sabar menceritakan asal-usul dan sejarah asta tersebut. Mereka yang bertugas mencari informasi di sana menyampaikan berbagai pertanyaan kepada Pak Talib. Dengan tangkas Pak Talib menjawab pertanyaan- pertanyaan itu. Namun karena usianya yang semakin tua, suara beliau terdengar parau tak begitu jelas, sehingga siswi yang ikut rombongan agak kesulitan menangkap informasi darinya.
Tugas pertama selesai. Saat menyeberang kembali, ada yang naik kapal dan sebagian lagi naik perahu. Inilah kejadian yang dianggap paling mengasyikkan. Moh. Ya’kub, Kepala SMA 3 Annuqayah yang kebetulan juga naik perahu tampak sangat menikmati, turut mengambil gambar-gambar siswi yang sedang berpose. Beliau terlihat lebih akrab dengan siswi-siswinya.
Asta Joko Tole, lokasi kedua yang didatangi sangat sepi. Juru kuncinya pun tak ada di sana. Jadi setelah bersama-sama mengaji Yasin, rombongan langsung menuju tempat terakhir, asta Bujuk Panaongan.
Berbeda dengan Pak Talib, Pak Syafi’ie, juru kunci Asta Panaongan, malah sangat telaten melayani pertanyaan-pertanyaan siswi. Dia memberikan penjelasan dengan sangat terperinci, dan penuturannya pun sangat jelas.
Sebelum pulang, rombongan shalat Asar di mushalla Asta Panaongan. Setelah itu, rombongan masih menyempatkan diri menyerbu warung yang ada di sekitar Asta Panaongan, membeli rujak lontong. Sudah satu hari perut mereka tak disentuh makanan berkarbohidrat.
Saatnya pulang. Mereka segera bergegas naik mobil, bersiap-siap untuk pulang setelah para pendamping menghitung jumlah seluruh peserta. Nurul Elmi, siswi kelas XI IPA mengaku kurang puas. “Untung saja nanti masih mau mampir di pasar Ganding, jadi saya bisa beli oleh-oleh buat teman-teman di pondok,” tambah siswi yang mondok di PPA Nirmala ini.
Hari itu adalah hari yang sangat menyenangkan. Jarang sekali mereka keluar lingkungan pondok, bepergian bersama teman-teman. Apalagi ini tak hanya bepergian biasa, tapi belajar.

08 April 2009

OSIS SMA 3 Annuqayah Krisis Moneter, Pengurus Jualan Es


Ummul Karimah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah

GULUK-GULUK—OSIS SMA 3 Annuqayah membuka café kebun yang bertempat di depan kantor OSIS, Selasa (31/3) akhir bulan lalu. Berdirinya café tersebut karena OSIS periode 2008-2009 mengalami krisis moneter.
Selain itu, ada keinginan yang kuat dari pengurus OSIS untuk belajar lebih mandiri dalam hal keuangan. Zulhatus Sayyidah, bendahara OSIS, mengatakan bahwa apabila OSIS mendapatkan laba dari usahanya ini, maka untuk mengadakan acara apa pun tak perlu mengajukan proposal permohonan dana ke kantor. Cukup permohonan izin saja. “Dari sini kita bisa belajar mencari sumber penghasilan. Mencari ide agar café dipenuhi pengunjung,” tambahnya dengan berdiri tegak menatap cafenya bangga.
Saat hari pertama café dibuka, pengunjung hanya berkisar antara 2 sampai 5 orang, karena yang dijual hanya makanan ringan saja. Namun pada hari kedua, saat salah satu pengurus OSIS divisi kesenian, yaitu Musfiroh, memberikan ide agar kafe jualan es dan mie goreng, maka berbondong-bondonglah siswa pada hari itu. Begitu pula dengan hari-hari selanjutnya.
Seluruh pengurus OSIS dibagi piket untuk menjaga café, menyajikan es kelapa kopyor (menu utama), es teh, dan menu lainnya pada jam istirahat berlangsung.
“Bagus! Ini suatu pembelajaran yang harus ditanamkan sejak dini,” kata H. Moh. Ya’kub, kepala SMA 3 Annuqayah. Bahkan beliau memiliki cara unik untuk mendukung pengurus OSIS, yaitu dengan cara berkunjung setiap hari, sekadar membeli snack seharga gopek atau hanya datang dengan senyum. Namun yang demikian membuat semangat pengurus OSIS menebal.

06 April 2009

Mading Raksasa Kembali Ramai Pengunjung

Khazinah, siswi XII IPS SMA 3 Annuqayah

Hampir tiga bulan terakhir, Mading Raksasa (Marak) kesepian pengunjung. Tak ada karya-karya siswi Madaris 3 Annuqayah yang nangkring di Marak Madaris 3. Yang terlihat hanya pamflet-pamflet perguruan tinggi dan karya-karya siswi yang sudah mulai memudar termakan waktu. Perhatian siswa untuk sekadar singgah dan melirik karya-karya yang tersisa di Marak nyaris tak ada lagi. Hal itu juga dikarenakan siswa takut berlama-lama di bawah Marak, karena atap Marak yang terhubung denagan atap Perpustakaan hampir patah.
Namun sejak atap Marak diperbaiki, sudah ada segelintir siswi yang sudah mulai melirik-lirik mading dan mampir untuk sekadar membaca pamflet-pamflet dan karya-karya siswi yang sudah lama tampil di situ. Sejak selesai diperbaiki, jarang sekali siswa yang meletakkan karyanya di Mading Raksasa. Saat ditanya pada siswi yang sebelumnya rajin menempel karyanya di Mading Raksasa, dia berkomentar, ”Saya sekarang sudah berkonsentrasi dengan mading yang ada di kelas dan saya meletakkan karya saya di kelas,” ujar Zahratul Wardah, siswi kelas XII IPS SMA 3 Annuqayah. Saat ditanyakan pada siswi-siswi yang biasa menempelkan karya-karyanya di Marak, jawabannya tidak jauh berbeda dari jawaban Zahratul Wardah.
Hal inilah yang membuat pengurus OSIS SMA 3 Annuqayah memindahkan karya anak-anak SMA 3 Annuqayah yang diletakkan di mading kelas untuk ditempel di Mading Raksasa. Maka Ahad kemarin sore (5/4) Anisah, pengurus OSIS divisi Pubdekdok, dan kawan-kawannya menempelkan karya-karya siswi SMA 3 yang seminggu sebelumnya telah diambil dari tiap-tiap kelas di SMA 3. Dan Senin pagi tadi (6/4) terlihat banyak siswi memenuhi area Mading Raksasa. Sebagian dari mereka terlihat ada yang terpingkal-pingkal membaca humor yang ada di Marak.

02 April 2009

Setelah Diguyur Hujan, Siswi Madaris 3 Annuqayah Bersih-Bersih

Khazinah, siswi XII IPS SMA 3 Annuqayah

GULUK-GULUK—Akibat guyuran hujan Rabu sore (1/4) kemarin yang begitu lebat, kawasan Madaris 3 Annuqayah kebanjiran sampah, mulai dari sampah organik dan sampah anorganik, yang tidak diketahui dari mana asal-usulnya. Tempat yang paling banyak tertimbun sampah yaitu di sekitar Mading Raksasa (Marak) Madaris 3 Annuqayah, yakni di sebelah timur perpus. Berbagai jenis sampah bertumpuk-tumpuk di sekitar Marak. Ditambah lagi, jejeran pohon jati di sebelah barat Laboratorium IPA yang daun-daunnya berguguran membuat Madaris 3 seperti kawasan kumuh, dan lorong yang menghubungkan antara MTs 3 Annuqayah dan SMA 3 Annuqayah juga dipenuhi sampah daun jati.
Saat pukul 06.30 WIB Kamis tadi pagi siswi-siswi Madaris 3 mulai berdatangan, dari MI hingga SMA. Siswi yang kelasnya tepat di samping Marak adalah kelas 3 MI. Halamannya yang memang tersambung dengan kawasan Marak membuat penghuni kelas 3 MI ingin segera membersihkan halaman kelasnya. Hal itu diketahui dengan segeranya siswi kelas 3 MI mengambil sapu dan segera membersihkan kelas dan melanjutkan ke halaman.
Pada saat itu juga, H. Moh. Ya’qub, S.E., kepala SMA 3 Annuqayah datang dengan mengendarai sepeda thundernya. Setelah memarkir sepedanya, tampak beliau segera mencari sapu lidi dan segera membantu para siswi membersihkan kawasan Madaris yang kotor. Tak lama kemudian, para siswa membludak bergotong-royong membersihkan kawasan Madaris 3, mulai dari MI hingga SMA semuanya bergabung. Ada yang menyapu, menuang sampah pada gerobak, dan mendorong gerobak ke TPA Sabajarin.
Mereka sama sekali tidak terlihat capek. Bahkan anak MI ada yang rebutan untuk mendorong gerobak sampai TPA. Alhasil gerobak sampah yang biasanya didorong oleh dua siswi tadi pagi sempat didorong oleh lima siswi sekaligus sambil bergurau. Setelah kawasan Madaris 3 Annuqayah bersih, semua siswa membasuh tangan dan masuk ke kelas masing-masing saat bel berdering. Dari tiap kelas, terdengar lantunan doa mulai dibacakan bersama-sama sebelum memulai pelajaran.

01 April 2009

Belajar Bersama tentang Persoalan Lingkungan


M Mushthafa, fasilitator/pendamping Tim Sampah Plastik School Climate Challenge Competition British Council SMA 3 Annuqayah

GULUK-GULUK—Setelah sempat tertunda dua kali, akhirnya program pelatihan dan penguatan kapasitas untuk seluruh anggota tim proyek School Climate Challenge (SCC) Competition British Council SMA 3 Annuqayah terlaksana. Memang, realisasinya tidak persis sama dengan yang direncanakan. Jika mulanya program pelatihan dan penguatan kapasitas di awal ini dirancang berlangsung tiga hari berturut-turut, namun akhirnya terlaksana tidak demikian.
Pelatihan yang isinya membahas persoalan-persoalan lingkungan hidup yang bersifat mendasar dalam konteks perubahan iklim terlaksana dengan waktu yang terpisah selama empat kali. Putaran yang pertama berlangsung pada hari Rabu, 18 Maret 2009 bertempat di Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah.
Sebelumnya, anak-anak sudah disuplai dengan bahan-bahan berupa buku, majalah, dan berbagai kutipan dari internet yang cukup melimpah yang berisi berbagai pembahasan tentang masalah lingkungan hidup dengan berbagai aspeknya. Awal Maret kemarin, ketiga anggota tim juga mencari data dengan mengkliping koran-koran beberapa bulan terakhir. Jadi, fungsi saya hanya lebih sebagai fasilitator saja, atau mencoba mengarahkan pembicaraan berdasar apa yang mereka baca.
Pesertanya bukan hanya anggota tim inti tiga proyek, yakni proyek sampah plastik, proyek konservasi pohon siwalan, dan proyek pupuk. Siswi yang juga menyatakan diri siap sebagai pendamping tim inti juga mengikuti kegiatan pelatihan ini.
Dalam sesi yang berlangsung mulai 13.45 hingga 16.00 WIB ini, saya memfasilitasi anak-anak untuk berdiskusi masalah perubahan iklim atau pemanasan global. Sebelum memulai diskusi, saya memutar video pendek bertajuk “Pemanasan Global dan Dampaknya” yang dikeluarkan oleh Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI. Video berdurasi sekitar 11 menit ini menjadi pengantar yang baik untuk memahami masalah perubahan iklim. Bahan utama sesi ini juga adalah hasil unduhan dari situs Wikipedia dan National Geographic edisi khusus yang membahas tentang Perubahan Iklim.
Putaran kedua diskusi berlangsung pada hari Ahad, 22 Maret 2009. Tempatnya juga masih di Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah. Pada kesempatan ini, diskusi diarahkan untuk menggali masalah-masalah lingkungan hidup secara umum. Khusus pada putaran kedua ini, saya mencoba fokus pada masalah penanganan sampah dan energi.
Putaran ketiga diskusi berlangsung pada hari Selasa, 24 Maret 2009. Diskusinya melanjutkan perbincangan pada pertemuan sebelumnya, dengan berpindah pada isu hutan, problem pangan, dan keanekaragaman hayati. Sesi ketiga ini berlangsung agak lama, karena setelah berdiskusi anak-anak saya ajak nonton film The Day After Tomorrow.
Putaran terakhir diskusi dilaksanakan pada hari Selasa, 31 Maret 2009. Kali ini tempatnya di Markas Tim Lomba SCC yang baru saja direhab. Meski tempatnya sangat sederhana, anak-anak tetap antusias. Pada putaran terakhir ini, diskusi diarahkan pada solusi penanganan masalah perubahan iklim. Saya juga mengajak anak-anak untuk mencoba memahami akar masalah perubahan iklim ini, yang sejatinya berakar pada problem akhlak manusia terhadap lingkungan. Sentuhan pendekatan etis saya masukkan di sini.
Dengan modal sentuhan etis itu, saya mencoba menghubungkan kegiatan masing-masing proyek sebagai refleksi dan tindak lanjut yang diperlukan untuk mengatasi salah satu aspek persoalan lingkungan yang sudah dibahas sebelumnya. Jadi, saya mencoba meneguhkan konteks masing-masing proyek.
Empat rangkaian diskusi ini saya harapkan dapat menjadi modal dan penyemangat bagi anak-anak untuk terlibat lebih jauh dalam kegiatan cinta lingkungan pada umumnya. Menurut saya, miskinnya informasi dan wawasan tentang masalah-masalah lingkungan menjadi salah satu penyebab rendahnya kepedulian masyarakat pada umumnya untuk bersikap lebih ramah pada alam. Karena itu, dengan terus memperkaya pengetahuan tentang masalah-masalah lingkungan, diharapkan muncul sikap dan kepedulian yang lebih kuat untuk bersahabat dengan alam.