31 Mei 2013

Forum Siswa Colokan Sarana Penyambung Tali Silaturrahim

Lu’luil Maknun, XI IPS 1 SMA 3 Annuqayah

SMA 3 Annuqayah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang ada di  Annuqayah yang selalu memunculkan ide-ide baru untuk keaktifan anak didiknya. Pada tahun ajaran 2012/2013, SMA 3 Annuqayah memiliki kegiatan di luar ka, sekolah yang diberi nama Forum Siswa Kalong (FSK).

Sesuai namanya, forum ini hanya diperuntukkan bagi murid-murid SMA 3 Annuqayah yang tidak mondok. Acara ini merupakan acara rutin yang dilakukan setiap setengah bulan sekali di rumah masing-masing siswa. Waktunya setiap Kamis siang. Meskipun demikian, karena alasan tertentu, terkadang siswa yang mendapat giliran mengadakan acara tersebut di selain hari Kamis.

Sebagaimana acara-acara pada umumnya, Forum Siswi Kalong (FSK) ini juga ada susunan acaranya setiap kali acara. Selain membaca surah Yaasin bersama, siswi juga membaca shalawat dan mendengarkan tausiah. Penceramah yang menyampaikan tausiah biasanya merupakan ustadz ataupun ustadzah yang ada di SMA 3 Annuqayah. Namun terkadang penceramahnya juga diundang dari luar SMA 3 Annuqayah.

Sebagaimana yang sering disampaikan Kepala SMA 3 Annuqayah, M. Mushthafa, S. Fil., M.A., dalam sambutannya, bahwa tujuan diadakannya kegiatan rutin Forum Siswi Kalong (FSK) ini ialah untuk mengikat tali silaturrahim antar siswi, guru, dan orang tua siswi. Selain karena alasan tersebut, Kepala SMA 3 Annuqayah juga menambahkan bahwa kegiatan itu bisa menjadi suatu aktivitas rutin yang bisa dilakukan siswi colokan, mengingat keterbatasan waktu dan tempat bagi siswi colokan untuk terus aktif di kegiatan sekolah lainnya.

Forum Siswi Kalong ini juga bisa disebut sebagai aktivitas belajar di luar sekolah—tepatnya di ruang kelas—karena di kegiatan ini siswi bisa memperoleh ilmu atau pelajaran yang tidak mereka dapatkan ketika belajar di ruang kelas, yaitu berupa pendidikan moral dan juga pengalaman untuk mengasah jiwa sosial siswi melalui silaturrahim kerumah masing-masing teman.

Dalam mengikuti acara ini, biaya ditanggung oleh pihak sekolah, termasuk transportasi, honor penceramah, dan makanan ringan (snack). Dari hal ini jelas sekali bahwa SMA 3 Annuqayah sangat mendukung kegiatan-kegiatan yang sekiranya bisa mengembangkan aktivitas anak didik mereka.

Di luar perkiraan pihak sekolah, ternyata masing-masing siswi yang menjadi tuan rumah acara tersebut seringkali mengeluarkan biaya tersendiri untuk konsumsi (makan) selain biaya yang ditanggung oleh pihak sekolah.

Sampai akhir tahun pelajaran 2012/2013 ini, kegiatan Forum Siswi Kalong terlaksana sebanyak 18 kali.

Tulisan terkait:


24 Mei 2013

CEO Diva Press Group Yogyakarta Hadir di SMA 3 Annuqayah

Rohmatin, XII IPA SMA 3 Annuqayah

Guluk-GulukSabtu (18/5), SMA 3 Annuqayah mengadakan acara "Bincang-Bincang Bersama Edi AH Iyubenu (Cerpenis, Pendiri, dan CEO penerbit Diva Group Yogyakarta)". Acara ini dihadiri  oleh sekitar 70 orang yang terdiri dari siswa SMA 3 yang mayoritas kelas XII dan beberapa guru serta undangan dari beberapa lembaga.
Kedatangan Edi ke SMA 3 Annuqayah ditemani oleh dua rekan kerjanya, yaitu Ve (editor karya fiksi Diva Press) dan Ibnu Hajar.

Acara ini dimulai pada jam 09.30 WIB yang langsung dibuka oleh Kepala SMA 3 Annuqayah, K. M. Mushthafa, S.Fil., M.A.. Selanjutnya, K. M. Faizi, M. Hum., Direktur Madaris III Annuqayah, memberikan pengantar awal sekaligus memperkenalkan biografi  Pak Edi namun tidak secara rinci. Selanjutnya Edi mengambil alih acara.

Edi memaparkan prosesnya menjadi penulis. Semua peserta menyimak dengan baik. Dia mengatakan bahwa dia mulai rajin menulis pada Agustus 1995 dan pertama kali karyanya yang berbentuk cerpen dimuat di koran pada 10 Maret 1996.

"Andaikan saya memutuskan untuk berhenti menulis pada bulan November 1995, mungkin saya tidak akan menjadi seperti sekarang ini. Namun, karena kerja keras dan pantang menyerah, saya bisa menjadi penulis. Semua ini bukan karena kebetulan, namun ini karena kerja keras saya," tutur Edi.

Tidak hanya memaparkan biografi pribadinya, Edi juga memaparkan tentang Diva Press Group. "Diva Press berdiri pada Februari 2001 dan saat ini Diva Press Group telah memiliki 13 anak perusahaan dan lebih 200 karyawan," tuturnya.

Edi juga menuturkan bahwa saat ini Diva Press Group telah membuka peluang kepada anak muda pada khususnya yang mempunyai karya dan ingin menerbitkan karyanya secara gratis melalui program Kampus Fiksi dan Lelang Nulis Novel. Edi bersama tim Diva Press juga memberikan bimbangan dalam proses penulisan.

Setelah memberikan pemaparan, Edi membuka pertanyaan. Banyak peserta yang bertanya baik dari pihak siswa, guru, maupun undangan. Dan acara ini berakhir pada pukul 11.30 WIB. Pada acara ini, Edi juga memberikan puluhan buku sebagai door prize kepada peserta.



20 Mei 2013

Suka Duka Siswa Colokan


Dua siswa colokan SMA 3 Annuqayah berjalan kaki dari arah
timur perempatan Bherpenang untuk berangkat ke sekolah. Foto ini
diambil pada 23 Januari 2011 pukul 6.30 WIB oleh M. Mushthafa.

Lu’luil Maknun, XI IPS 1 SMA 3 Annuqayah

Sebagai siswa colokan di SMA 3 Annuqayah, saya tahu persis ‘suka duka’ yang dialami ataupun dirasakan oleh siswa/santri colokan. Tidak mondok selama kurang lebih lima tahun selama bersekolah di MTs 3 Annuqayah dan SMA 3 Annuqayah membuat saya sedikit lebih tahu banyak hal apa saja yang harus ditempuh oleh seorang siswa colokan demi sampai ke sekolah.

Dalam hal ini saya akan sedikit bercerita tentang pengalaman saya—dan saya yakin pengalaman ini cukup mewakili siswa/santri colokan yang lainnya.

Terlambat Sampai di Sekolah, Capek Deh ??!!

Tiba di sekolah tepat waktu bagi santri colokan membutuhkan disiplin diri yang tinggi. Karena jika disiplin diri tersebut tidak dibiasakan maka santri colokan tersebut akan menanggung risiko ketika sampai di sekolah. Misalnya saja dihukum oleh pengurus OSIS karena terlambat dan sebagainya.

Sepertiga siswa SMA 3 Annuqayah adalah santri colokan, dan tidak semua dari santri colokan tersebut yang membawa kendaraan pribadi (sepeda motor), dan sebagian ada yang diantar jemput oleh orang tuanya. Kebanyakan siswa colokan di SMA 3 Annuqayah yang naik kendaraan umum, seperti juga saya. Nah, di sini ini titik kendala bagi siswa colokan.

Ketika akan berangkat sekolah siswa colokan minimal berangkat pukul 06.15 WIB karena jika tidak begitu maka dia akan terlambat datang ke sekolah. Menunggu kendaraan umum itu tidak tentu jam datangnya. Terkadang meskipun sudah menaiki kendaraan tersebut, kendaraan tersebut masih menunggu antrean di suatu tempat untuk mencari penumpang lain, sehingga apa yang terjadi??? Terlambat deh datang ke sekolah!!!

Terlambat datang ke sekolah merupakan hal yang wajar bagi siswa colokan, tak terkecuali saya. Namun meskipun demikian bukan berarti saya tidak berusaha untuk tidak terlambat datang sekolah. Itu juga tergantung nasib saya yang ‘mujur atau tidak’ pagi itu. Karena selain harus menunggu kendaraan umum yang lamanya minta ampun—dan terkadang saya kesal sendiri akan hal ini ketika menunggu kendaraan umum di sebelah barat Gudang Garam Guluk-Guluk—saya juga harus terbekam di dalam kendaraan tersebut karena si kenek ataupun si sopir masih mau mencari penumpang lain !!!

Itu saja membutuhkan kesabaran ekstra, karena saya tentu tak bisa dengan seenaknya saja memaksa si sopir untuk segera berangkat. Emang itu mobil carteran apa ??!!

So, buat kalian yang menjadi siswa colokan biasakan diri kalian untuk disiplin berangkat ke sekolah. Berikut ada tipsnya loh:
  • Persiapkan barang-barang yang akan dibawa keesokan harinya dan masukkan segera ke dalam ransel. Jangan sampai ada yang ketinggalan.
  • Bangun pagi-pagi. Kalau tidak ada yang membangunkan usahakan menghidupkan alarm.
  • Harus membagi waktu setepat mungkin. Misalnya kamu bangun jam 5 pagi dan mau berangkat sekolah pukul 06.15 WIB. Maka perkirakan kira-kira berapa menit waktu yang kamu butuhkan untuk mandi, sarapan, memakai seragam, dan sebagainya, sehingga target waktu yang kamu persiapkan mencukupi.
  • Jangan menunda-nunda untuk mandi ataupun sarapan. Segeralah lakukan.
  • Lets go to school ......... !!!
Sekitar sepertiga siswa SMA 3 Annuqayah adalah colokan.


Pulang Sekolah, melas banget !!!

Menjadi siswa colokan tantangannya bukan hanya ketika berangkat sekolah, tapi juga ketika pulang sekolah. Nah, loh, kok bisa ??!! Kebayang gak sih pulang sekolah panas-panas banget atau malah hujan-hujanan terus kamu berdiri seperti patung di gerbang sekolah untuk menunggu kendaraan ataupun jemputan. Melas banget kan !!?? Itu mendingan sob, tapi ada yang lebih parah lagi, yaitu berdiri sendirian di gerbang !!!???

Pulang sekolah terkadang menjadi hal yang menyebalkan karena harus mematung puluhan menit untuk menunggu kendaraan umum. Dan tak jarang, itu membuat capek dan membosankan.

Terkadang mendapat kendaraan masih ada lagi cobaannya, yaitu di dalam  kendaraan tersebut sesak oleh penumpang yang lain. Kebayang gak kalau salah satu di antara penumpang itu ada yang membawa ayam, barang dagangan, dan lebih parahnya lagi ada yang membawa ikan bahkan kambing. Hah... dalam hal ini bukan hanya kedisiplinan yang perlu dibiasakan tapi juga kesabaran ekstra!!!
                                               

04 Mei 2013

Demi Rupiah!!???


Lu’luil Maknun, XI IPS 1 SMA 3 Annuqayah

Saat ini aku sedang berada di dalam angkutan umum. Angkutan ini biasa aku tumpangi ketika pulang sekolah—hanya saja angkutannya berbeda-beda. Hari ini hari Kamis, ya hari Kamis. Dan sinar matahari benar-benar terik. Meski saat ini aku sedang memakai seragam coklat lengan panjang, rok panjang, dan kerudung, tapi tetap saja sinar matahari dengan nakalnya menyengat kulitku.

Angkutan ini lewat di ‘Pasar Kemis‘, dan ini memang merupakan satu-satunya jalan agar aku bisa pulang ke rumahku–setidaknya dengan jalur angkutan ini. Sesuai namanya, pasar ini hanya ada pada hari Kamis, meski tidak seharian. Jam 12 biasanya sudah banyak pedagang yang membereskan dagangannya untuk segera pulang.

Aku berada di jok tengah. Dekat jendela. Si sopir pasti dengan sengaja memberhentikan mobilnya karena masih mau mencari penumpang—atau dia memang sedang menunggu penumpang. Lalu tiba-tiba dari arah selatan, dari dalam pasar, muncul kuli-kuli tua yang mengangkut barang dagangan dalam ukuran besar. Aku tahu, itu bukan pertama kalinya aku lihat. Tapi ada sesuatu yang janggal yang aku rasakan sehingga aku memutuskan untuk menulis cerita ini.

Ya, benar. Aku akan bercerita tentang kuli-kuli pasar yang tua itu. Tahukah kau berapa umurnya? Aku juga tidak tahu pasti, tapi aku bisa menerka berapa usia mereka. Usianya kurang lebih 60-70 tahun. Tapi kuli-kuli tua itu–lebih tepatnya kakek-kakek–masih tetap saja memikul beban yang jauh lebih berat dan lebih besar dari tubuhnya. Beratnya mungkin 6 atau 7 kali tubuh si kakek itu, dan besarnya–aku sangat yakin–5 atau 6 kali lebih besar dari tubuhnya.

Aku terkadang berpikir, kenapa mereka masih bekerja sekeras itu? Tidakkah mereka mempunyai anak atau cucu yang bisa menafkahi mereka? Setidaknya memberi makanan dan pakaian yang layak untuk mereka. Hah, lagi-lagi keadaan seperti ini menuntutku untuk berpikir keras.

Apa mereka bekerja sekeras itu karena ingin mencari rupiah–aku tahu itu—maksudku, mungkin mereka ingin lebih banyak lagi mendapatkan uang sebelum mereka meninggal? Dan mereka bisa menitipkan–setidaknya sesuatu yang berharga–kepada anak-cucu mereka apa yang telah dihasilkannya dari jerih payahnya itu?

Pertanyaanku memang aneh. Setidaknya aku tahu bahwa di sekitar desa tempat aku tinggal orang-orang tak kenal kata pensiun. Karena pada umumnya mereka bukan pegawai negeri yang setelah ‘tiba waktunya‘ bisa menikmati masa tua mereka dengan kucuran uang hasil pensiunan. Atau mungkin anak-cucu mereka sama kekurangannya, sehingga untuk mencukupi kebutuhannya mereka harus ‘saling membantu’???

Ketika menulis paragraf baru ini aku sudah turun dari angkutan dan sedang berada dalam perjalanan pulang—maksudku jalan kaki. Suasana panas matahari membuatku sedikit jengkel karena aku sedang sakit sekarang. Lalu aku memutuskan untuk menyelesaikan tulisan ini—maksudku satu pragraf–dan aku memutuskan untuk berteduh sebentar di ‘warung kecil’ pinggir sawah.

Warung ini biasanya ditempati untuk menjaga burung-burung ketika padi yang ditanam petani sedang berbuah. Dan sekarang–saat aku duduk di sini–padi-padi itu sudah tidak ada, kini hanya tinggal jerami yang mulai menghitam dan membusuk. Aku mulai menulis pragraf baru lagi sekarang, dan ini adalah kalimat pertamanya.

Jika dilihat dari segi ekonomi, keadaan sekarang memang sedang hebat-hebatnya krisis moneter. Semuanya serba mahal, dan itu tentu sangat menuntut keras orang-orang untuk bekerja keras. Demi Rupiah! Demi mencukupi kebutuhan hidup mereka.

Kau tahu? Aku masih berbicara soal ‘kebutuhan’, tidak soal pendidikan, kesehatan, atau hal lainnya yang lebih rumit daripada itu. Berbicara soal itu, aku jadi teringat ketika pada suatu ketika aku mengantarkan nenekku ke rumah sakit. Dan lagi-lagi aku duduk di jok tengah.

Ada kakek-kakek di jok belakang yang tiba-tiba berbicara mengenai krisis moneter–dan waktu itu aku berpikir betapa pekanya dia. Dan, satu lagi, dia berbicara mengenai betapa mahalnya biaya bangku kuliah saat ini.

Suatu saat nanti aku pasti akan melihat mereka lagi. Mereka yang memangkul beban berat di punggungnya dan aku akan mengulurkan bantuan kepada mereka, berbagi, dan merasakan kenikmatan lain yang bisa kurasakan di sudut hati ini.

Semoga. Aku yakin saat itu akan tiba.

“Gunakan kepekaan dan insting kita untuk sekadar menoleh pada mereka. Goreskan hati kalian pada kertas-kertas putih, karena dengan cara seperti itu—setidaknya—kita akan mengingatkan kawan-kawan kita yang bernasib lebih baik dari mereka. “
                                                                                                -- Maknun MM.                         


Ketawang Laok, 2 Mei 2013
13.23 WIB