27 Desember 2009

Sanggar Pelangi MI 3 Annuqayah Reboisasi di Bukit Lancaran


Muhammad-Affan, Waka Kesiswaan MI 3 Annuqayah

Untuk pertama kali, Komunitas Sanggar Pelangi MI 3 Annuqayah melakukan reboisasi (reforestation) di Bukit Lancaran. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Kamis 24 Desember 2009, bertempat di sebelah timur Kampus STIK Annuqayah.

Acara yang diikuti oleh 43 siswi, 2 orang guru, dan 2 orang fasilitator ini dimulai dengan pembukaan, kemudian dilanjutkan dengan diskusi pengantar bertema ‘Mengapa Kita Melakukan Penghijauan’, dipandu oleh Mega Eka Suciyanti, fasilitator Sanggar Pelangi MI 3 Annuqayah. Meski hanya berlangsung sekitar 15 menit, diskusi berjalan cukup aktif.

Beberapa diantara mereka langsung mengemukakan pendapat dan alasannya. Acara seremonial ditutup dengan pembacaan ‘Doa Ekologi’, doa untuk keselamatan alam, dipimpin oleh Ibu Roziqoh, salah satu guru MI 3 Annuqayah yang turut hadir bersama Ibu Homaidah, S.Pd.I.

Selanjutnya, Roziqoh menentukan lokasi tempat penanaman bibit. “Bibit-bibit ini kita tanam di lahan-lahan yang kosong,” katanya, memberi pengantar. Dalam hitungan menit, 25 bibit sudah tertanam. Proses penanaman cukup singkat karena anak-anak sudah menyiapkan peralatan (arit dan pisau besar) untuk menggali lubang.

Jumlah bibit paling banyak dari jenis bibit asam. Sisanya, bibit mangga dan salak. Siti Mailah, salah satu Fasilitator Sanggar Pelangi yang juga hadir pada acara tersebut menjelaskan, “Pada proses pembibitan di awal kami memang tidak menentukan jenis bibitnya. Biarkan anak-anak sendiri yang memilih dan membenih. Ternyata mereka banyak memilih biji asam. Selain bijinya mudah didapat, tanaman ini juga cukup efektif untuk menjaga keseimbangan alam,” katanya, menjelaskan.

Beberapa saat kemudian, gerimis turun. Hal ini tentu menguntungkan, utamanya untuk bibit yang baru saja mereka tanam. Sebelum pulang, anak-anak berteduh di serambi kampus STIK Annuqayah. Sembari menikmati snack yang mereka bawa dari rumah masing-masing, mereka menyanyi dan bercerita. Menjelang pukul 17.00 WIB anak-anak pulang ke rumah masing-masing.

26 Desember 2009

Pramuka, Ekstra Kurikuler Baru di MI 3 Annuqayah


Muhammad-Affan, Waka Kesiswaan MI 3 Annuqayah

Tahun ini kegiatan ekstra kurikuler MI 3 Annuqayah bertambah satu lagi: Pramuka. Tidak tanggung-tanggung, Kepala Sekolah MI 3 Annuqayah, H.M.Mahfud Manaf, A.Md, meminta khusus kepada Kak Mundarin, S.Pdi, Ketua Gudep Pramuka Annuqayah, untuk membimbing langsung siswi-siswi MI 3 Annuqayah secara intens.

“Saya berharap dengan bimbingan Kakak senior Pramuka Annuqayah, Pramuka MI 3 Annuqayah bisa menjadi yang terbaik,” ucapnya, mantap. Dalam kegiatan ini Kak Mundarin mengajak Kak Mamat, salah satu kader fasilitator Pramuka Annuqayah. Meski tergolong baru berjalan dan merupakan kegiatan ekstra yang tidak diwajibkan, peserta Pramuka MI 3 Annuqayah terus bertambah. Kalaupun ada diantara mereka yang tidak ikut, kendalanya karena tempat tinggal yang jauh atau karena berbenturan dengan sekolah sore (diniyah) dan kegiatan pondok. “Saya ingin ikut pramuka tapi rumah saya jauh, takut kalau pulang sendirian,” kata salah satu siswi kalong kelas 3 MI.

Untuk mendukung kegiatan yang pertama kali dilaksanakan pada 11 Oktober 2009 yang lalu tersebut, pihak sekolah menganggarkan dana secara khusus pembelian seragam pramuka dan dibagikan secara gratis kepada seluruh siswi MI 3.

Selain kapabilitas fasilitator yang sudah tidak diragukan lagi, kegiatan ini juga didukung oleh lokasi Madaris III yang memiliki halaman sangat luas, sehingga anak-anak betah berlama-lama mengikuti materi. Seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya, sesi materi dilaksanakan di ruangan kelas kemudian dilanjutkan sesi belajar sambil bermain (game) di halaman Laboratorium Madaris III Annuqayah.

“Saya senang, siswi MI 3 sangat semangat dalam kegiatan ini,” kata Kak Mundarin ketika diminta pendapatnya tentang keaktifan anak-anak dalam kegiatan tersebut.

Hingga saat ini kegiatan Pramuka sudah berlangsung 9 kali tatap muka. Adapun materi yang dipelajari meliputi; Arah Angin dan LKBB, Arti Pramuka, Dasa Dharma Pramuka, dan Tri Satya Pramuka. Pada pertemuan terakhir, 20 Desember 2009 kemarin, Kak Mamat membagi anak-anak menjadi 3 regu. “Nah.. sekarang sudah ada tiga regu; Regu Mawar, Melati, dan Bougenville. Regu ini sebagai regu resmi kalian dan tidak perlu pindah-pindah lagi. Pada pertemuan mendatang kita akan lebih banyak belajar sambil bermain. Masing-masing regu harus berlomba menjadi yang terbaik,” ujarnya, disambut sorak sorai peserta. Pertemuan tersebut dihadiri sebanyak 43 siswi dan kemungkinan akan terus bertambah.

Go Scouts MI3A.

12 Desember 2009

OSIS SMA 3 Annuqayah Adakan Seminar Sanitasi Lingkungan

Siti Nujaimatur Ruqayyah (XII IPA SMA 3 Annuqayah)

OSIS SMA 3 Annuqayah memang tidak pernah jemu mengadakan seminar bertema tentang lingkungan. Apalagi saat ini merupakan detik-detik musim pancaroba. Kamis kemarin, 10 Desember 2009, mereka melaksanakan seminar sanitasi lingkungan yang merupakan salah satu program divisi kebersihan dan kesehatan.

Seminar yang diharapkan dapat membangun kesadaran masyarakat terutama generasi muda tentang pentingnya pola hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari ini sengaja menghadirkan nara sumber dari UPTD Puskesmas Guluk-Guluk yang diwakili Bapak Syafruddin Syaf, A.Md. Kes. Kurang lebih ada 50 peserta yang hadir dalam acara tersebut. Selain siswa, acara ini juga dihadiri oleh masyarakat sekitar lingkungan Madaris III Annuqayah, di antaranya alumni SMA 3 Annuqayah sendiri.

Awalnya Mus’idah, S.Pd.I, pembina OSIS, mengaku cemas kalau-kalau acara akan tak terlaksana, karena hingga sampai pukul 09.00 WIB nara sumber tidak kunjung tiba. “Namun akhirnya saya bisa bernafas lega, dari kejauhan saya melihat ambulans. Itu pasti dari UPTD Puskesmas,” katanya. Meskipun Bapak Syafruddin hanya sebagai perwakilan dari Kepala UPTD Puskesmas yang saat itu berhalangan, tapi seluruh panitia tetap bersyukur karena acara masih dapat berjalan dengan lancar dan sukses.

Acara tersebut juga dimeriahkan oleh Paduan Suara Madaris III Annuqayah (PARAMARTA), yang selain membawakan Himne dan Mars Madaris juga menyanyikan lagu lingkungan.

Bapak Nasir pun, Waka Kurikulum SMA 3 Annuqayah dalam sambutannya memberikan nilai plus pada OSIS yang telah berinisiatif mengadakan acara tersebut.

Pembahasan tema fokus terhadap lingkungan sekolah dan pesantren, namun tidak begitu luas, sebab nara sumber lebih suka pada dialog. Namun beliau sempat mengupas mengenai penyakit-penyakit yang biasa diderita oleh santri, seperti bisul dan diare, mulai dari gejalanya hingga cara mengatasinya. “Namun sayang, Bapak nara sumber malah memberikan jalan akhir dengan memakai obat yang berbahan kimia. Padahal saya tidak suka obat-obatan,” kata Ummul Karimah, siswa yang saat itu bertugas sebagai perekam proses.

Materi segera ditutup dan waktu untuk dialog lebih panjang. Saat dialog dimulai seluruh siswa dan masyarakat yang hadir pro aktif serta berebut bertanya. Moderator sudah membuka dua termin penanya. Termin pertama dengan tiga penanya dan termin kedua dengan enam penanya. 10 orang penanya tersebut bertanya dengan pertanyaan yang beraneka ragam. Bahkan dari masing-masing penanya tak hanya satu pertanyaan, namun berisi tiga atau lebih.

Tapi sayangnya masih saja banyak peserta yang tidak kebagian untuk bertanya, karena nara sumber punya kesibukan dan harus segera berangkat ke kantor. Peserta diminta untuk mengontak langsung menggunakan nomor telepon yang beliau berikan.

10 Desember 2009

PSG Gelar Acara Bertajuk “Meraih Mimpi Bersama Bapak Sirojul Muntaha”

Ummul Karimah (XII IPA SMA 3 Annuqayah)

GULUK-GULUK—Pemulung Sampah Gaul (PSG) Madaris 3 Annuqayah adakan acara santai bertajuk “Meraih Mimpi Bersama Bapak Sirajul Muntaha”, Senin (07/12) kemarin.

Acara tersebut sebenarnya acara rapat evaluasi kerja dan tasyakkuran. Namun karena Mus’idah Amin mengundang Sirojul Muntaha, sesepuh IPPNU, maka jadilah acara tersebut memiliki 3 agenda. Mus’idah juga mengatakan bahwa acara tersebut tak lain untuk memupuk semangat para peserta. “Dengan ini anak-anak diharapkan bisa sebih memantapkan diri menjadi pahlawan lingkungan,” katanya.

Acara yang dimulai pada pukul 12.00 WIB dan bertempat di Laboratorium IPA Madaris 3 Annuqayah itu, berjalan lancar, meskipun Sirojul Muntaha selaku pembicara hadir terlambat. Ia datang pas saat acara dialog akan dimulai. Hal ini sempat membuat risau para anggota PSG yang berjumlah 72 dan 3 guru pembimbing yang hadir, yaitu Mus’idah, Syaiful Bahri dan Bekti Utami. Namun begitu, rasa risau tersebut tertepis oleh semangat Sirojul Muntaha yang berkobar dan tertular kepada seluruh anggota saat dialog dimulai.

Begitu panjang dialog siang itu, hingga acara berlangsung cukup lama namun santai. Ini dirasakan oleh Istifadatul Qamariyah salah satu anggota Tim Pupuk Organik yang mengatakan bahwa ia menyukai acara tersebut. “Kami bisa mengeluhkan kesulitan tim kami. Mungkin beliau bisa membantu membuka jalan keluar bagi kami. Juga Tim Sampah Plastik yang kini seluruh mesin jahitnya sekarat,” katanya dengan nada khas Katawang Lao’nya.

Adapun hasil dari rapat panjang tersebut cukup banyak dan menarik. Di antaranya Syaiful Bahri yang mengusulkan agar pengukuran volume samapah segera ditindak lanjuti. Dengan mantap ia mengatakan bahwa ia sanggup mendampingi dan membuatkan alat pengukuran sampah yang dibutuhkan untuk Madaris 3 khususnya dan Annuqayah pada umumnya. “Kalau masalah alat gampang. Saya akan buatkan dan kita cukup sepakati saja kapan waktu pengukurannya. Pagi sebelum siswa datang, atau siang setelah siswa pulang,” imbuhnya panjang lebar, yang langsung disambut dengan tepuk tangan.

24 Oktober 2009

Pelantikan Pengurus OSIS SMA 3 Annuqayah Dimeriahkan dengan Seminar


Ummul Karimah & Siti Nujaimatur Ruqayyah, Siswi XII IPA SMA 3 Annuqayah

Pengurus OSIS SMA 3 Annuqayah periode 2009-2010 resmi dilantik Rabu (21/10) kemarin. Acara ini dimeriahkan dengan acara dialog bertema: Teroris dalam perspektif Hukum dan Agama. Mus’idah, pembina OSIS SMA 3 Annuqayah, menuturkan bahwa pengurus OSIS meminta agar acara pelantikan tidak hanya sekadar melantik saja, tetapi ada semacam acara diolog yang bisa membuat siswa semakin tertarik untuk menghadiri acara ini. “Apalagi acara yang diangkat tentang terorisme, masih sangat hangat. Siswa dapat memperluas wawasan dan memberi penilaian secara tepat terhadap terorisme,” katanya.

Sebenarnya dialog tersebut akan dilaksanakan setelah acara pelantikan selesai. Berhubung Kiai Zainur Rahman, nara sumber dialog ini hadir lebih awal, maka dialog pun segera dimulai. Seharusnya acara tersebut juga dihadiri oleh nara sumber lainnya, yaitu Kapolsek Guluk-Guluk untuk mengupas tentang terorisme dalam perspektif hukum—sedangkan Kiai Zainur Rahman dari sudut pandang fiqih dan etika.

Namun sehari sebelum acara berlangsung pihak kepolisian mengonfirmasi panitia bahwa mereka tidak bisa hadir dikarenakan tidak diperbolehkan untuk mengisi seminar tentang terorisme. Pihak kepolisian tersebut mengaku bahwa untuk mengisi seminar ini harus meminta izin kepada Kapolwil, dan Kapolwil pun tak berani karena yang berhak mengisi hanya Densus 88. Akhirnya acara tersebut hanya dihadiri oleh Kiai Zainur Rahman saja.

Kiai Zainur, pengasuh muda PP Al-Muqri Prenduan ini, mengaku lebih berani dari Kapolwil. “Buktinya saya berani mengisi acara seminar ini dibanding Kapolwil,” tuturnya. Pernyataan ini membuat seluruh siswa SMA 3 Annuqayah dan para undangan tak dapat menahan tawa, hingga Habibah, salah satu peserta angkat komentar. “Kocak banget,” ujarnya sambil tertawa.

Mus’idah menilai ketidakhadiran Kapolsek Guluk-Guluk dengan alasan tersebut tidak masuk akal dan membuatnya kecewa. “Dari awal mereka sudah mengatakan bisa dengan mantap, tapi secara mendadak perubahan terjadi. Kalau cuma mengisi tentang perspektif hukum, seharusnya mereka bisa. Setidaknya secara mendasar saja dari pada tidak sama sekali,” ungkapnya.

Syukurlah, kehadiran Kiai Zainur dapat mengobati rasa kecewa panitia dan peserta. Hal ini juga dirasakan oleh Yuliatin, ketua panitia. Ia mengatakan bahwa acara ini cukup berjalan lancar dan pemaparan dari nara sumber sangat luas serta menarik. “Apalagi beliau memberikan izin kepada kami untuk memfotokopi buku hasil bahtsul masail NU tentang terorisme. Itu bukan sekadar menjadi obat tapi lebih,” katanya dengan nada tegas.

Selanjutnya setelah kegiatan ini berakhir, Dina Hava Novita Bramy selaku pembawa acara mengumumkan bahwa acara pelantikan akan dimulai. Seluruh pengurus OSIS baru yang memakai pakaian serba putih itu kembali diliput rasa tegang. Karena setelah mereka dilantik, mereka akan berhadapan dengan tanggung jawab yang besar.

Namun Ummul Karimah sebagai ketua OSIS lama sedikit memberikan obat penenang bagi mereka. Dalam sambutannya ia mengatakan bahwa meskipun namanya tidak tertera dalam struktur ia akan tetap membantu mereka. “Begitu pula dengan pihak sekolah, karena jika hanya pihak sekolah yang bekerja tanpa bantuan dari pihak OSIS maka sekolah akan kering. Demikian juga jika hanya OSIS yang semangat tanpa ada dukungan dari pihak sekolah maka sekolah akan banjir dari air mata,” tambahnya.

Moh. Nasiruddin, S.E., Waka Kurikulum SMA 3 Annuqayah, ternyata juga semakin memperkuat sambutan Ummul Karimah. Beliau menegaskan bahwa beliau akan siap membantu pihak OSIS baik moril ataupun materil. Selain itu beliau juga menambahkan dengan nasihat-nasihat yang kemudian dilanjutkan dengan memimpin pelantikan dan pembacaan ikrar. Saat pelantikan dan pembacaan ikrar ini berlangsung seluruh peserta diam dengan khidmat. Kebetulan acara ini dihadiri oleh undangan dari MA 1 Annuqayah Putri dan SMK Annuqayah Putri.

Kemudian tak lupa Mus’idah juga mengingatkan agar bukan hanya pengurus OSIS saja yang semangat tapi seluruh sisiwa juga harus ikut berpartisipasi. Qurratul Aini, ketua OSIS periode 2009-2010, dalam sambutannya juga mengharap demikian.

20 Oktober 2009

Puting Beliung di SMA 3 Annuqayah, Pohon Roboh


Ummul Karimah, Siswi Kelas XII IPA SMA 3 Annuqayah

Setelah 2 pekan sebelumnya (11/10) jurusan IPA SMA 3 Annuqayah pada khususnya berduka akibat Green House roboh, kini mereka ditimpa musibah kembali. Kencangnya angin pada musim kemarau saat ini mengakibatkan pepohonan serta bangunan roboh. Salah satunya pohon yang terletak di depan laboratorium IPA SMA 3 Annuqayah yang roboh pada hari Senin (19/10) kemarin.

Kedatangan angin puting beliung yang dalam skala terendah tersebut mengakibatkan sebagian genting berjatuhan akibat terjangan pohon berukuran 8 meter yang roboh tersebut. Kejadian yang terjadi saat proses belajar mengajar berlangsung tersebut membuat seluruh siswa terkejut dan berdiri di balik jendela untuk menyaksikan sumber suara yang berdentum begitu nyaring itu.

Memang pohon tersebut sudah kering. Namun, pohon tersebut tampak masih cukup kuat untuk bertahan hidup hingga musim penghujan datang. “Ternyata roboh, sampai rantingnya membuat atap beranda lab jadi bolong. Gentingnya pun berjatuhan,” ujar Musrifah, ketua kelas XII IPA yang saat itu menyaksikan secara langsung kejadian tersebut.

“Kejadian ini sepertinya sama dengan puting beliung yang terjadi di Jawa Tengah, yang juga menimpa gedung-gedung dan pepohonan di sekolah. Saya baca beritanya di Kompas hari ini,” kata Mus’idah Amin, Waka Kesiswaan SMA 3 Annuqayah, yang juga cemas akan kejadian ini. Ia juga mengajak anak-anak untuk bisa selalu berdoa agar kejadian ini tak terjadi kembali. “Yang saya takutkan kalau kejadian seperti ini terulang dan sampai memakan korban,” tambahnya.

Bekti Utami, guru penanggung jawab Laboratorium IPA SMA 3 Annuqayah, mengatakan bahwa genting-genting lab tersebut akan segera diperbaiki. “Untuk mengantisipasi datangnya musim hujan, harus segera diperbaiki, karena air hujan bisa saja masuk ke dalam kelas,” pungkasnya.

19 Oktober 2009

Anggota Baru Menyerbu, PSG Adakan Penguatan Kapasitas

Ummul Karimah, Siswi Kelas XII IPA SMA 3 Annuqayah

Pengurus PSG (Pemulung Sampah Gaul) Madaris 3 Annuqayah mengadakan acara penguatan kapasitas bertema “Mencetak generasi muda berwawasan lingkungan”, Ahad (18/10) kemarin. Hal itu dilakukan karena siswa Madaris 3 tahun ini yang bergabung dalam keanggotaan PSG begitu banyak dan harus diberi semacam pemanasan.

Siti Nujaimatur Ruqayyah, ketua panitia acara tersebut, mengatakan bahwa pelatihan semacam ini memang mesti dilakukan agar kader-kader baru dapat menambah wawasan dan kepeduliannya pada lingkungan. “Anggota yang baru ini akan digodok agar mereka tak hanya bisa berwacana tapi juga bisa berbuat sesuatu yang nyata,” imbuhnya.

Acara tersebut berjalan lancar dan cukup meriah, meski sangat sederhana. Kemeriahan tersebut juga didukung oleh anggota Paduan Suara Madaris 3 Annuqayah (Paramarta) yang tampil untuk menyanyikan mars lingkungan sebelum acara dimulai.

Selama acara berlangsung, anggota PSG yang berjumlah 80 orang itu begitu antusias dalam menyimak pemaparan yang disampaikan oleh nara sumber, Kiai Muhammad Zamiel El-Muttaqien yang merupakan ketua BPM (Biro Pengabdian Masyarakat) PP Annuqayah itu. Mengomentari hal ini, Mus’idah Amin—Waka Kesiswaan SMA 3 Annuqayah—angkat bicara. “Pemaparan yang disajikan oleh K. Miming (panggilan akrab Kiai Zamiel—red.) ringan dan menusuk. Cocok untuk ukuran siswa,” ujarnya.

Dalam pemaparannya, K. Miming juga sempat menyinggung tentang bagaimana cara membangun kesadaran lingkungan dari tahap yang paling mudah. “Mun e tobi’ sake’, jha’ nobi’en (Kalau dicubit sakit, jangan suka mencubit—red.). Jika ini dikaitkan dengan alam, demikian pula kalau dibakar panas, jangan suka membakar. Ini memang tahap awal, namun jika ini bisa dilakukan mungkin kita bisa memulai perubahan itu dari diri kita sendiri,” paparnya.

Setelah acara usai dan undangan dari sekolah lain pulang, anggota PSG masih bertahan di dalam aula Madaris 3 Annuqayah. Mereka berkumpul sesuai dengan divisi masing-masing, yakni tim sampah plastik, tim pangan lokal, dan tim pupuk organik. Mereka bersemangat untuk menyusun program kerja meski panas matahari begitu menyengat. Beberapa guru pendamping kegiatan cinta lingkungan juga hadir dalam kegiatan penyusunan program ini, seperti Mahmudi, S.Sos., yang beberapa bulan sebelumnya berhasil mengantarkan Tim Pupuk Organik masuk 15 Besar School Climate Challenge Competition British Council Jakarta.

“Mari menjadi pendekar alam!” pungkas Mus’idah setelah acara penyusunan program itu selesai.

17 Oktober 2009

Anak-Anak Sanggar Pelangi Membibit

Muhammad-Affan, Waka Kesiswaan MI 3 Annuqayah

Jum'at kemarin, 16 Oktober 2009, siswi-siswi Madrasah Ibtidaiyah III Annuqayah (MI3) yang tergabung dalam Sanggar Pelangi (SP) melakukan kegiatan pembibitan. Kegiatan pembibitan dimulai pukul 15.30-17.00 WIB bertempat sebelah barat Laboratorium IPA Madaris III Annuqayah, di lahan Kebun Jati Madaris III. Sebelum membibit, salah satu fasilitator MI 3 memberikan sedikit pengantar tentang kegiatan tersebut. “Kita makhluk organik, makhluk yang berasal dari alam dan selalu butuh kepada alam. Allah mengutus kita ke dunia juga untuk melestarikan alam. Oleh Karena itu kita harus membalas jasa baik budi alam dengan cara merawatnya dan melakukan penanaman pohon di lahan-lahan kosong,” kata salah satu fasilitator MI 3 membuka pengantar.

Pada kegiatan tersebut, masing-masing anak membawa plastik air kemasan bekas. Setiap anak juga diminta membawa biji atau bibit pohon minimal satu bibit atau satu biji. Hadir juga pada kegiatan tersebut beberapa siswi kelas 3 MI 3 Annuqayah. Meski tidak terlibat dalam kegiatan membibit, mereka tampak antusias mengikuti selama aktivitas berlangsung.

Selain kegiatan Sanggar Pelangi, terhitung sejak tanggal 11 Oktober lalu, MI 3 juga melaksanakan kegiatan Pramuka. Kegiatan ini dibimbing langsung oleh Mumdarin, S,Pdi, Kakak Pembina Pramuka Gudep Annuqayah. Kegiatan Pramuka dijadwalkan berlangsung seminggu sekali setiap ahad sore pukul 15.00-17.00 WIB. Meski tanpa seragam lengkap, anak-anak tetap semangat. Selain siswi kelas 6, siswi-siswi kelas 4 dan 5 MI 3 Annuqayah juga mengikuti kegiatan Pramuka tersebut.
"Saya ingin ikut, tapi di pondok ada kegiatan kalau sore," ungkap salah satu siswi MI 3 kelas 3 yang hadir menyaksikan kegiatan perdana Pramuka MI 3 Annuqayah.

Di samping Sanggar Pelangi dan Pramuka, tahun ini MI 3 Annuqayah juga melaksanakan kursus Matematika. Kursus Matematika dilaksanakan setiap hari Sabtu sore. Dalam hal ini, kepala Sekolah MI 3 Annuqayah, H.M. Mahfud Manaf, secara langsung mewajibkan kepada seluruh siswi MI 3 kelas 6 untuk mengikuti kursus Matematika.

"Pada tengah semester nanti, kalian semua juga wajib mengikuti bimsus sains dan Bahasa Indonesia yang akan dibimbing langsung oleh mbak-mbak fasilitator," ucapnya tegas. "Ini khusus kelas 6. Bagi yang lain disarankan juga untuk ikut," lanjutnya.

29 September 2009

Radikalisasi Peran Guru

• Judul buku: Pendidik Karakter di Zaman Keblinger: Mengembangkan Visi Guru sebagai Pelaku Perubahan dan Pendidik Karakter • Penulis: Doni Koesoema A • Penerbit: Grasindo • Cetakan: I, 2009 • Tebal: xvi + 216 halaman

Oleh: M Mushthafa
, Guru SMA 3 Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep, Mahasiswa Program Master of Applied Ethics (Erasmus Mundus) Utrecht University, Belanda.


Saat sendi bangunan peradaban bangsa terancam berantakan, banyak orang berharap pendidikan dapat menjadi penyelamat. Guru kemudian menjadi aktor kunci untuk menjadi pelaksana misi penyiapan generasi bangsa yang tangguh. Lalu, bagaimana jika guru itu sendiri justru menjadi sumber masalah?
Buku yang ditulis praktisi dan pemerhati pendidikan ini memberi peta persoalan dan tawaran solusi cukup radikal untuk menguatkan kembali peran dan posisi guru. Tentu saja dalam konteks pembangunan peradaban masyarakat yang tengah terbelit dalam krisis yang kompleks dan akut.
Doni Koesoema, penulis buku ini, berupaya mengembangkan dan meradikalkan visi dan peran guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter. Hal tersebut perlu, terutama kala profesi keguruan cenderung mudah terjebak dalam perangkap konflik kepentingan, ekonomi, dan kelompok politik tertentu yang dangkal.
Menurut penulis buku ini, guru bisa memainkan peran memperbarui tatanan sosial masyarakat. Caranya dengan memperkaya dan memperkokoh kepribadian siswa serta menanamkan kesadaran kritis. Fungsi transformatif pendidikan dimulai dengan pembentukan dan pendidikan karakter. Proses pengembangan karakter di sekolah dilakukan menyeluruh (integral) antara diskursus dengan praktik dan antara kegiatan kurikuler (akademis) dengan pergaulan sehari-hari.

Zaman ”keblinger”
Berhadapan dengan kutub ideal ini, penulis mencatat sekarang ini kita hidup pada zaman keblinger, sebuah zaman saat dunia lari tunggang langgang dan menciptakan situasi yang membuat guru kehilangan orientasinya.
Otonomi dan kebebasan untuk merumuskan jati diri sebagai guru menjadi sulit sekali untuk dijaga. Sebuah ilustrasi yang sangat bagus digambarkan dalam buku ini. Jangankan untuk menghambat terorisme global, untuk melawan ujian nasional yang merenggut otonomi guru saja mereka tidak mampu. Jangankan berurusan dengan perusahaan multinasional, untuk mengurus uang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) saja tidak becus.
Dalam situasi seperti ini, guru sering tidak sadar dengan peran dan visi strategis dan radikal yang mesti mereka miliki. Bagaimana bisa menjadi pelaku perubahan jika untuk mengubah dirinya saja guru masih kesulitan. Ketika sekolah atau otoritas negara berupaya meningkatkan mutu guru melalui sejumlah kegiatan, seperti pelatihan, lokakarya, seminar, atau semacamnya, ternyata semua itu tidak cukup memberi dampak positif. Bahkan, untuk sebuah perubahan mendasar yang menyangkut kemampuan pedagogis maupun penguasaan bahan ajar.
Hal itu menurut penulis buku ini terjadi karena tak ada kerangka kerja jangka panjang yang melatarinya sehingga perubahan radikal yang diharapkan tak kunjung dicapai. Untuk itulah, Doni kemudian merumuskan tujuh strategi untuk membumikan gagasannya yang hendak meradikalkan visi dan peran guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter.
Ketujuh strategi itu adalah menjernihkan visi sebagai guru, menumbuhkan semangat peneliti dalam diri guru, membiasakan umpan balik dari para pemangku kepentingan, menumbuhkan kejujuran akademis, mempraktikkan pembelajaran kolaboratif, mengembangkan sekolah sebagai komunitas belajar profesional, dan menumbuhkan kultur demokratis di sekolah.
Ketujuh strategi tersebut memang tidak bersifat teknis karena hal yang ingin dicapai adalah perubahan paradigma. Meski demikian, di beberapa bagian terdapat uraian yang cukup praktis. Misalnya, tentang pentingnya penjernihan visi sebagai guru. Di situ dipaparkan visi yang berfungsi sebagai orientasi dan landasan yang memotivasi guru bertindak, beraktivitas, dan mengembangkan diri. Dia juga menegaskan, visi seseorang sebagai guru juga dapat dilihat dari bagaimana dia memahami tujuan pendidikan, pengajaran, siswa, pengetahuan, dan masyarakat. Dengan kata lain, visi sangat berkaitan dengan sejumlah asumsi dasar yang akan sangat berpengaruh terhadap praktik pendidikan dan pembelajaran di kelas.
Visi guru sebagai pendidik dengan pemahaman seperti ini dipertajam dengan studi kasus pemberitaan di media. Di antaranya tentang aktivitas Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo yang menyatakan kebijakan pendidikan menengah akan diarahkan pada meningkatnya proporsi sekolah menengah kejuruan dibandingkan dengan sekolah menengah atas. Penulis kemudian mengajukan sejumlah pertanyaan reflektif dan menguraikan berbagai implikasi arah kebijakan tersebut dengan cukup panjang lebar.

Tidak sederhana
Tentu saja upaya mengubah paradigma dan visi mendasar dari profesi keguruan tidaklah sederhana. Bagian awal buku ini menguraikan kompleksitas persoalan yang dihadapi guru di lapangan.
Pada zaman keblinger, misalnya, mistifikasi profesi guru terjadi ketika muncul euforia berlebihan oleh komunitas dalam mengidealkan berfungsinya peranan guru. Di sisi yang lain, beban kerja dan rutinitas di sekolah semakin menyulitkan guru mengembangkan dan mengubah diri.
Saat menguraikan strategi kedua mengenai menumbuhkan semangat peneliti dalam diri guru, penulis tampak sedang berefleksi dengan apa yang tengah dia lakukan selama lebih dari sepuluh tahun terakhir. Dalam kadar tertentu, buku ini sebenarnya semacam refleksi diri setelah terlibat langsung dalam pengelolaan pendidikan di beberapa sekolah. Lebih jauh lagi ketika kemudian ia mendalami pedagogi di Universitas Salesian Roma, Italia, dan Boston College Lynch School of Education, Boston, Amerika Serikat. Dengan kata lain, penulis telah mempraktikkan sekaligus menegaskan dengan memosisikan diri sebagai peneliti, ia tak hanya terlibat dalam praksis peningkatan mutu pendidikan.
Di sisi lain, penulis buku ini juga dapat berbagi makna personal yang berkembang selama ia menjalani dan menghayati aktivitas keguruan dan kependidikan, baik dalam dirinya maupun dengan komunitas (guru) yang lebih luas. Ia mengonstruksi pengalamannya melalui kerja-kerja dokumentasi, pengamatan, analisis, dan refleksi. Selanjutnya ia menciptakan gugus pengetahuan dan ilmu ”baru”.
Buku ini sangat cocok dibaca para guru, pengelola lembaga pendidikan, dan mereka yang peduli terhadap masa depan bangsa ini. Paparan buku ini memberikan peta dan agenda persoalan bersifat mendasar untuk lebih memperkuat peran dan visi guru dalam pembangunan peradaban.
Lebih dari sekadar berbagi makna dan kepedulian, buku ini juga mencatat sejumlah pekerjaan rumah bersama yang bersifat pragmatis maupun praktis, meski pada sisi lain lebih menekankan pada pendekatan dan perspektif yang bersifat individual dalam upaya menjaga makna substantif profesi keguruan yang mulia pada kerangka kerja peradaban.

Tulisan ini dimuat di Harian Kompas, 27 September 2009. Juga bisa diakses di Blog Rindupulang.

21 Juli 2009

Tim Pupuk Organik SMA 3 Annuqayah Masuk 15 Besar Lomba SCC British Council


Anisah, siswi XII IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Riset Tim Pupuk Organik School Climate Challenge Competition British Council

Tidak disangka, tepat pada hari Senin tanggal 13 Juli 2009 salah satu guru pembimbing kami, Tim Pupuk Organik School Climate Challenge (SCC) Competition British Council SMA 3 Annuqayah, yaitu Bapak Mahmudi, S.Sos menerima telepon dari Siswoyo selaku salah seorang tim verifikasi Lomba SCC British Council. Pak Siswoyo memberi kabar bahwa Tim Pupuk Organik SCC SMA 3 Annuqayah masuk 15 besar dari 71 tim proyek SCC yang sudah mengirimkan laporan ke panitia. Kabar tersebut merupakan kabar yang sangat membahagiakan bagi kami, Tim Pupuk Organik, dan juga dua tim SCC SMA 3 lainnya.

Menurut informasi yang kami terima, awalnya peserta lomba SCC ini sebanyak 183 tapi yang mengirimkan laporan hanya sebanyak 71 tim. Dari 71 tim tersebut dipilih 15 besar untuk kemudian akan diseleksi lagi menjadi 3 besar lagi sebagai pemenang.

Pada hari Rabu 15 Juli 2009, kami Tim Pupuk Organik kedatangan tamu dari Yayasan Kaliandra Sejati Pasuruan sebagai tim verifikasi lomba SCC ini. Beliau adalah Bapak Siswoyo dan Bapak Mas’ud selaku tim observer SCC. Maksud kedatangan mereka ingin menilai langsung (verifikasi) kegiatan tim kami selama 3 bulan sebelumnya. Apa sesuai dengan laporan yang kami kirimkan, dan bagaimana tindak lanjutnya.

Tepat pada pukul 08.30 WIB kami memulai acara kami dalam bentuk berdialog, yang tempatnya dilaksanakan di Laboratorium IPA SMA 3 Annuqayah. Acara tersebut dihadiri 2 orang tim obsever SCC dan kepala sekolah dari masing-masing lembaga yang ada di lingkungan Madaris 3 Annunqayah sekaligus juga dihadiri oleh dua tim SCC lainnya, yakni Tim Gula Merah dan Tim Sampah Plastik.

Sebagai pembuka, pertama terlebih dahulu kami saling memperkenalkan diri agar saling mengenal satu sama lain dan juga agar dapat memperkuat tali silaturrohim. Selanjutnya, salah satu di antara Tim Pupuk Organik menjelaskan sedikit tentang kegiatan proyek kami. Di antaranya kami menjelaskan mengapa kami memilih limbah pertanian khususnya jerami untuk dijadikan sebagai pupuk organik. Sesudah kami menjelaskan, kedua tim observer SCC tersebut ingin melihat bukti-bukti kegiatan kami dan ingin melihat lahan kami yang akan dijadikan tempat percobaan dari hasil pembuatan pupuk kami.

Tapi sebelum pergi ke lahan tersebut, terlebih dahulu kami mengantarkannya ke tempat pembuatan pupuk kami dan sekaligus menunjukkan hasil dari pembuatan pupuk kami itu. Kami juga memperlihatkan bukti-bukti kegiatan kami ini dalam bentuk foto. Sesudah itu kami mengantarkannya ke lahan kami di lahan milik K.H. Ahmad Hazim, salah seorang guru SMA 3 Annuqayah. Setelah itu, kami juga mengantarkan tim observer ke Green House yang juga akan dijadikan tempat eksprimen hasil dari pupuk kami. Setelah dari Green House, kami semua langsung menuju ke ruang Laboratorium IPA kembali untuk makan-makan bersama. Kebetulan menunya hasil dari buatan Tim Gula Merah yang terdiri dari tattabun dan jubete, sedangkan minumannya terdiri dari la’ang dan poka’—semuanya berbahan gula merah.

Sekitar pukul 10.00 WIB kami berangkat ke dua daerah untuk melihat langsung hasil tanam para petani yang selama ini memakai pupuk organik. Pertama yang kami kunjungi yaitu ke Desa Bragung dulu. Kebetulan lahan tersebut milik Bapak Mahmudi sendiri selaku pembimbing kami (Tim Pupuk Organik). Selama 2 tahun ini beliau sudah memakai pupuk organik dan ternyata hasilnya lebih bagus dari pada memakai pupuk kimia.

Selanjutnya kami langsung menuju ke Desa Berekas Deje yang bertempat di dhelemnya K.H. Masyhuda, salah seorang guru SMA 3 Annuqayah. Kebetualan di sana yang selama ini memakai pupuk organik adalah Nyi. Zulfa, putri dari beliau sendiri. Setelah sampai di sana, kami masih duduk sebentar untuk menghilangkan rasa lelah kami. Kemudian kami diajak oleh beliau untuk melihat langsung hasil tanam beliau yang selama ini memakai pupuk organik dan setelah dilihat langsung ternyata hasilnya lebih bagus dari pada yang memakai pupuk kimia. Tapi sebelum beliau memakai pupuk organik, beliau memakai pupuk kimia dengan menggunakan lahan yang lain hanya untuk sebagai perbandingan, lebih bagus yang mana antara memakai pupuk kimia dengan memakai pupk organik. Dan setelah dilihat langsung ternyata hasilnya lebih bagus yang memakai pupuk organik dibandingkan dengan memakai pupuk kimia.

Kunjungan kami ke dua tempat itu bersama tim observer SCC berakhir sekitar pukul 14.00 WIB. Kami langsung kembali ke sekolah. Setelah sampai di sekolah, ternyata tim observer SCC langsung minta izin kepada kami untuk pulang, karena mereka masih ada tugas lain yang harus diselesaikan.

09 Juli 2009

Building Environmental Awareness

Locating in the midst of rural but transitional society to modern way of life, SMA 3 Annuqayah (Guluk-Guluk, Sumenep, East Java, Indonesia) tries to promote ecofriendly lifestyle by disseminating information and awareness concerning to the hazard of plastic rubbish among schools and communities.


Unmanaged waste and landfills

Annuqayah Islamic Boarding, religious educational institution established on 1887, is now growing up in a rural community in Madura Island. More than six thousand students enroll on various educational activities every day.

Unfortunately, waste and landfill management didn’t become a priority agenda in this boarding. Landfills spread out unpleasent odor among residence of people. Sometimes, people burn the waste, and the smoke was very irritating.

Based on this fact, SMA 3 Annuqayah tries to appeal awareness of the people so that they will take a concrete contribution to manage their waste and give a simple, consistent, and integrative responses to the climate challenge.


Plastic waste reduced

Initiating by some students and teachers, SMA 3 Annuqayah held socialization in several school communities and people association around Sumenep district and also had collected plastic rubbish from landfill near the school as a campaign against plastic rubbish.

The campaign had succeed decreasing plastic rubbish around school and people’s neighbourhood by reuse the rubbish to be creative accessories, like school bag, pencil case, etc. The production of these handicraft was just as a medium to arise people’s awareness about the hazard of plastic rubbish. The school had received good support from school communities and people to reduce increasing volume of plastic rubbish by collecting the rubbish and give it to our team to be reused.

Over the coming times we expect that in Annuqayah:

• Waste and landfill will be well-managed
• Efficient use of plastic so that the increasing waste of it will be reduced
• Institutions at Annuqayah apply ecofriendly policies
• People have good awareness to conduct with nature


Creating bags using plastic waste

06 Juli 2009

Tim SCC dan Klub Astronomi Hadir di Stan Madaris 3 Annuqayah dalam Haflatul Imtihan Madrasah Annuqayah 1-4 Juli 2009

Pengunjung stan Madaris 3 Annuqayah di HIMA 2009 sedang melihat-lihat foto dan arsip-arsip berbagai unit kegiatan. Tampak pengunjung sedang berbincang dengan Ekatur Rahmah dan Sulhatus Sayyidah (siswi SMA 3 Annuqayah).

Para santri/siswi pengunjung stan sedang antre beramai-ramai untuk menyaksikan bulan dan bintang dengan teropong Klub Astronomi Madaris 3 Annuqayah.


Siti Nujaimatur Ruqayyah presentasi tentang bahaya sampah plastik. Di bagian latar, diputar video kegiatan Tim Sampah Plastik SCC SMA 3 Annuqayah.


Salah seorang pengunjung stan tampak sedang antusias mengamati contoh hasil pupuk organik hasil produksi Tim Pupuk Organik proyek SCC SMA 3 Annuqayah.


Tim Gula Merah presentasi tentang konservasi gula merah dan gula siwalan serta produk makanan tradisional berbahan gula merah. Pada sesi ini Tim Gula Merah juga berbagi resep membuat "tattabun" dengan para pengunjung stan. Tattabun yang dibuat ludes terjual tak lebih dari 30 menit!

29 Juni 2009

Madaris 3 Annuqayah Adakan Soft-Launching Klub Astronomi


Fandrik Hs Putra, Kontributor Blog Annuqayah

GULUK-GULUK—Madaris 3 Annuqayah memperkenalkan sebuah komunitas baru di lingkungannya, yaitu klub astronomi. Klub Astronomi ini diluncurkan pada Ahad malam (28/6) kemarin. Lahirnya klub tersebut diharapkan bisa memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada para siswi Madaris 3 Annuqayah mengenai alam semesta dan juga bisa melengkapi kegiatan Duta Lingkungan di SMA 3 Annuqayah pada khususnya, dan bermanfaat untuk Annuqayah pada umumnya.
“Jika sekarang Madaris 3 sudah mempunyai klub pencinta alam yang orientasinya pada lingkungan, kali ini kami meluncurkan klub yang akan menjelajah langit (Klub Astronomi),” ungkap M Mushthafa, guru SMA 3 Annuqayah saat mengantarkan acara pada malam itu.
Soft-launching Klub Astronomi tersebut ditempatkan di aula Madaris 3 Annuqayah yang diikuti oleh sekitar 60 lebih undangan, antara lain guru Madaris 3 Annuqayah, perwakilan guru Madrasah Annuqayah yang lain dari MI sampai SLTA, dan madrasah-madrasah sekitar Annuqayah (Guluk-Guluk, Ganding, Pragaan).
Sebagai penyaji pada kesempatan itu adalah Hendro Setyanto, Direktur Mobile Observatory Indonesia yang juga aktif di Observatorium Bosscha Bandung. Kehadiran Mas Hendro—begitu sapaan akrabnya—di Annuqayah adalah yang kedua kalinya.
“Saya dari Lamongan langsung ke sini. Maunya sampai di Surabaya saya akan lewat di jembatan Suramadu, tapi jalannya ditutup, terpaksa naik kapal dan itu menyita waktu yang banyak. Makanya saya datang terlambat,” jelasnya ketika acara baru dimulai pada pukul 20.38 WIB.
Pada kesempatan itu, Mas Hendro mengajak para undangan yang hadir bersama-sama mengelilingi jagad raya dengan menggunakan simulasi video yang ditampilkan melalui LCD proyektor. Ia menjelaskan banyak hal tentang astronomi, seperti tentang proses perbedaan pergantian siang dan malam di berbagai belahan bumi.
“Kita enak berada di garis khatulistiwa. Perbedaan siang dan malam relatif sama. Coba bandingkan di negara yang lebih dekat dengan daerah kutub; siang bisa lebih lama dari pada malam. Kalau kita berpuasa di sana, berbuka puasa itu sekaligus makan sahur, malamnya lebih sedikit,” tuturnya.
“Seperti yang diungkapkan oleh K.H. Hasyim Muzadi ketika beliau berada di Rusia, fiqih khatulistiwa tidak bisa diterapkan di sana. Waktu di sana tidak sama dengan yang ada di Indonesia. Nah! Bagaimana jika menentukan waktu shalat kalau mengacu pada fiqih khatulistiwa?” ungkapnya lagi.
Kemudian Mas Hendro lebih jauh lagi mengenalkan beberapa bagian dari astronomi, seperti astronomi dan astrologi, meteor dan mitos pengkabulan doa, serta komponen-kompunen yang membentuk antariksa secara umum dengan merujuk kepada ayat al-Qur’an, yang kesemuanya menimbulkan decak kagum atas kebesaran dan keagungan Sang Maha Pencipta. “Tata surya kita ini adalah sebagian kecil dari tata surya lain yang ada di angkasa,” tandasnya.
Setelah penyajian dan dialog selesai pada sekitar pukul 22.00 WIB, para undangan diajak langsung melihat bintang yang bertaburan di langit dengan menggunakan teropong Sky Watcher milik Klub Astronomi Madaris 3 Annuqayah. Di halaman SMA 3 Annuqayah itu, para undangan diajak bergantian melihat bintang-bintang di angkasa, berbagai rasi, termasuk planet Jupiter, sambil dijelaskan oleh Mas Hendro.
Meski Klub Astronomi itu sudah dibentuk, menurut K M Faizi, M.Hum, klub tersebut masih belum punya nama, dan penanggung jawab serta keanggotaannya juga masih belum jelas.
”Namanya masih belum resmi, ini hanya soft-launching saja dan penanggung jawabnya masih belum definitif, tapi kami sudah mengantongi pilihan nama klub ini, yaitu Andromeda. Penanggung jawabnya sudah diusulkan juga. Ada Bapak Naufan (MTs 3 Annuqayah), Bapak Saiful Bahri, Bapak Mahmudi, dan Ibu Bekti Utami (SMA 3 Annuqayah),” ungkap Direktur Madaris 3 Annuqayah itu. Menurut Kiai Faizi, peluncuran resminya mungkin akan dilaksanakan di awal tahun pelajaran nanti.

Tulisan ini dikutip dari Blog Annuqayah.

28 Juni 2009

MI 3 Annuqayah Menggelar Lepas Pisah


Muhammad-Affan, Waka Kesiswaan MI 3 Annuqayah, Guru SMA 3 Annuqayah

Pada hari sabtu, 27 Juni 2009, MI 3 Annuqayah menggelar lepas pisah. Acara ini dilaksanakan di Aula Madaris III dan dihadiri oleh para guru MI, undangan perwakilan masing-masing lembaga satuan pendidikan di lingkungan Madaris III Annuqayah, serta seluruh siswi MI 3 Annuqayah.
Dalam sambutannya, Kepala Sekolah MI 3 Annuqayah, Bapak H. Mahfud Manaf, A.Ma, menyayangkan beberapa siswi yang kurang aktif terutama dalam kegiatan ekstra di MI 3 Annuqayah. “Tahun ini MI 3 Annuqayah memiliki banyak kegiatan ekstra, seperti Sanggar Pelangi, Kursus Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Matematika, dan lain-lain. Tapi kenapa koq masih ada yang tidak ikut ya…” katanya, dengan nada bertanya. “Padahal, semua kegiatan ini dilaksanakan secara gratis, tanpa uang pendaftaran, khusus untuk anak-anakku MI 3 Annuqayah. Tapi saya memaklumi. Mungkin mereka terbentur dengan kegiatan pondok. Tahun depan MI 3 Annuqayah akan mengatur jadwal, sehingga siswi-siswi MI 3 Annuqayah, khususnya yang kelas VI, bisa mengikuti kegiatan ekstra dengan maksimal,” lanjutnya.
Zahratun Ni’am, atau yang biasa dipanggil Zaza, sekaligus yang dipercaya untuk menjadi ketua panitia lepas pisah saat ini, merasa sangat menikmati dengan acara Lepas Pisah MI tahun ini. “Acara lepas pisah tahun ini asyik. Kami dan teman-teman didampingi mbak-mbak panitia bekerja sendiri untuk menyiapkan acara ini. Mulai dari pengetikan surat, konsumsi, persiapan ruangan, sampai menghubungi narasumber,” katanya.
Acara lepas pisah ditutup dengan rangkaian penampilan siswi-siswi MI 3 Annuqayah.

27 Juni 2009

Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah Sumenep


M. Mushthafa, Guru SMA 3 Annuqayah, Kepala Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep

Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep—yang merupakan salah satu unit perpustakaan di lingkungan Pondok Pesantren Annuqayah yang melayani tiga satuan pendidikan, yakni Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah, Madrasah Tsanawiyah 3 Annuqayah, dan SMA 3 Annuqayah (3 unit pendidikan ini total memiliki 400 murid.
Adapun Pesantren Annuqayah memiliki 6.000 santri/pelajar, yang 4.000 di antaranya menetap/mondok)—dalam dua tahun terakhir ini mencoba melakukan pembenahan dan pengembangan secara lebih serius.
Pembenahan dimulai pada awal tahun pelajaran 2006/2007. Awalnya, kondisi Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah lebih tepat jika disebut gudang. Di samping gedungnya yang sangat sederhana dan “konvensional”, koleksi dan kegiatannya nyaris tak berkembang.
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengubah penampilan perpustakaan agar menjadi menarik minat siswa untuk berkunjung. Interior dan tata desainnya dipermak. Catnya tidak putih sebagaimana ruang kelas pada umumnya.
Dengan langkah ini, perpustakaan diharapkan dapat menarik untuk dikunjungi. Hasilnya, dengan jam buka 07.30-11.30 dan 14.00-16.00 setiap hari, dalam satu bulan pertama pengunjung perpustakaan berkisar antara 80-250 orang per hari.
Untuk mempertahankan grafik kunjungan siswa, ada dua langkah utama yang menjadi perhatian pengelola Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah. Yang pertama berkaitan dengan pengadaan koleksi bahan kepustakaan.
Dalam masalah pengadaan koleksi ini, di tengah situasi minimnya ketersediaan alokasi dana sekolah untuk perpustakaan terutama di sekolah-sekolah swasta di pedesaan, pemilihan koleksi pustaka harus efektif dan tepat sasaran.
Pengelola perpustakaan harus cermat memanfaatkan alokasi dana yang tersedia untuk mendapatkan koleksi yang bagus, tepat sasaran, dan relatif murah.
Untuk tujuan maksimalisasi pemilihan koleksi bahan pustaka di perpustakaan sekolah, dibutuhkan wawasan kepustakaan yang cukup bagus. Perkembangan mutakhir dunia perbukuan juga harus terus diikuti.
Kebijakan penambahan koleksi perpustakaan harus selaras dengan tujuan mendasar perpustakaan sekolah, yakni sebagai pendukung kegiatan pembelajaran.
Untuk itu, secara sederhana perpustakaan sekolah mestinya bisa menjawab pertanyaan semacam ini: apakah di perpustakaan sekolah ini sudah ada buku-buku yang dapat membantu siswa untuk lebih memahami pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggris, sejarah, fisika, biologi, ekonomi, sosiologi, dan seterusnya?
Pertanyaan sederhana ini dapat menjadi pemandu bagi perpustakaan untuk menambah koleksi-koleksi bukunya.
Dalam praktiknya, pengelola perpustakaan bisa meminta masing-masing guru pelajaran untuk mengajukan semacam permintaan, kira-kira buku apa yang perlu dikoleksi perpustakaan madrasah.
Jika misalnya si guru tidak bisa mengajukan judul, bisa dengan gambaran tentang buku macam apa yang diperlukan untuk mendukung mata pelajaran yang bersangkutan, sehingga selanjutnya pengelola perpustakaan yang mengusahakan.
Peluang untuk melakukan integrasi aktivitas kelas dengan unit perpustakaan tampak semakin terbuka jika kita mempertimbangkan mulai semakin semaraknya penerbitan buku-buku ilmiah populer yang muatannya cukup dapat dicerna oleh siswa dan disajikan dengan pengemasan yang tak lagi konvensional.
Sejumlah buku ilmiah populer yang belakangan terbit menggunakan visualisasi yang menarik, atau disajikan dengan gaya bertutur yang mudah dipahami, terutama oleh anak usia sekolah.
Selain pertimbangan kesesuaian dengan tujuan keberadaan perpustakaan sekolah, penambahan koleksi juga mempertimbangkan buku-buku yang menarik dan menggugah untuk dibaca, terutama oleh mereka yang minat bacanya masih lemah.
Untuk itu, pengelola Perpustakaan Madaris 3 meminta masukan dari banyak pihak tentang koleksi buku yang dapat disebut “pembangkit minat baca” ini.
Contoh buku yang masuk dalam kategori ini adalah Muhammad karya Martin Lings (Serambi), Laskar Pelangi karya Andrea Hirata (Bentang), Ganti Hati karya Dahlan Iskan (JP Books), dan sebagainya.
Keterbatasan dana membuat pengurus Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah berupaya untuk mendapatkan koleksi buku yang bagus dan murah.
Untuk itu, pengurus bekerja sama dengan alumni Annuqayah yang sedang menempuh studi di Yogyakarta pada khususnya dan kota lainnya untuk memanfaatkan momen pameran buku yang biasanya menyediakan diskon besar-besaran dari berbagai penerbit terkemuka, seperti Kelompok Gramedia, Mizan, Serambi, dan sebagainya.
Sampai saat ini, koleksi Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah terbilang masih sedikit, yakni sekitar 1000 judul dan 1200 eksemplar.
Namun demikian, dengan penambahan koleksi yang cukup mendapat perhatian khusus, ketersediaan koleksi yang tepat sasaran dan menarik ini didukung dengan langkah kedua, yakni upaya untuk menjadikan perpustakaan sekolah sebagai perpustakaan aktif.
Secara reguler, Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan rutin yang tujuannya adalah agar koleksi yang ada di perpustakaan dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Tujuan lebih jauh adalah untuk menjadikan perpustakaan sebagai tempat belajar, berekspresi, dan bereksplorasi.
Berikut ini kegiatan rutin yang diselenggarakan di Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah.

Pembacaan Cerpen atau Penggalan Novel
Setiap Rabu sore, ada siswa yang membacakan cerpen atau penggalan novel yang mereka pilih sendiri. Sebagai selingan, kadang ada guru yang juga membacakan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendorong dan mempromosikan buku menarik yang dibacakan untuk juga dibaca oleh siswa yang lain.
Setelah pembacaan, ada semacam apresiasi dan diskusi oleh peserta yang hadir. Kegiatan pembacaan cerpen ini ke depan rencananya secara terpisah akan dikembangkan menjadi Klub Buku, yakni kegiatan yang secara khusus mendiskusikan buku-buku yang sudah dibaca oleh siswa.

Apresiasi Film
Setiap Jum’at pagi (di Pesantren Annuqayah, liburan sekolah adalah hari Jum’at, bukan Minggu) paling cepat setiap dua pekan, Perpustakaan Madaris 3 menggelar acara nonton film.
Film yang diputar dipilih sedemikian rupa yang memiliki nilai edukatif, berkaitan dengan buku dan pembelajaran, atau memiliki nilai keistimewaan yang lain. Melalui kegiatan ini siswa didorong untuk belajar mengapresiasi dan menganalisis film yang ditonton.
Di antara film yang pernah diputar adalah Ca-Bau-Kan, Naga Bonar Jadi 2, The Da Vinci Code, Dead Poet Society, Freedom Writer, The Burning Season, dan sebagainya.

Klub Menerjemah
Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah juga memiliki Klub Menerjemah, yang menjadi tempat siswa untuk berlatih menerjemah teks bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Kegiatannya dilaksanakan setiap Jum’at sore.
Sejauh ini, buku yang sudah diterjemahkan adalah Nasreddin: The Clever Man dan Nasreddin: The Wise Man karya Sugeng Hariyanto (Kanisius). Teknisnya, setiap penggalan cerita dalam buku itu diterjemahkan oleh dua orang siswa, yang kemudian dipresentasikan dan dibahas bersama.
Naskah terjemahan yang sudah dibahas kemudian ditempel di Mading Raksasa (Marak) yang disediakan di lingkungan sekolah. Dan semua naskah sedang dikompilasi dan disunting kembali untuk dijadikan semacam “buku” sebagai bentuk dokumentasi.

Buku Curhat dan Catatan Pembaca Buku
Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah juga ingin mendorong agar siswa dapat berekspresi terutama dari apa yang mereka baca di perpus dan atau dapat menjadi tempat bagi siswa untuk belajar menulis.
Untuk itu, pengurus perpustakaan menyediakan Buku Curhat (Bucur) dan Catatan Pembaca Buku. Dalam Buku Curhat, anak-anak dapat berekspresi menuliskan komentar, kesan, tanggapan, tentang buku yang dibaca. Siswa juga menuliskan pertanyaan, kritik dan saran terhadap pengelola perpus dan sekolah, atau curhat masalah pribadi.
Sedangkan Catatan Pembaca Buku disediakan khusus bagi para peminjam buku koleksi khusus. Perlu diketahui bahwa sementara ini Perpustakaan Madaris 3 menggunakan sistem tertutup. Koleksi buku hanya boleh dibaca di tempat, kecuali Koleksi Khusus yang jumlahnya sekitar 250 judul.
Nah, mereka yang meminjam Koleksi Khusus ini diwajibkan untuk menuliskan pengalaman mereka membaca buku yang dipinjam dalam buku Catatan Pembaca Buku.
Respons siswa ternyata sungguh bagus. Buku Curhat dan Catatan Pembaca Buku setiap hari aktif diisi oleh siswa. Bahkan, secara tak diduga siswa secara kreatif mengisi Buku Curhat tidak hanya dengan teks, tapi dengan gambar, dekorasi yang menghiasi teks, dan ilustrasi.
Dalam beberapa kesempatan, di Buku Curhat kadang terjadi dialog antara siswa yang kadang juga direspons oleh seorang guru, baik itu menyangkut masalah pribadi atau berkaitan dengan pelajaran.
Siswa yang aktif mengisi Catatan Pembaca Buku tiap dua bulan diberi kenang-kenangan atau sovenir dari Perpustakaan.
Upaya lain untuk mendorong aktivitas perpus di antaranya adalah dengan menempelkan ulasan buku yang diambil dari media massa (internet).
Buku yang dipilih terutama buku-buku yang masih kurang mendapat perhatian dan kurang dibaca oleh siswa. Pengelola perpus mencari naskah resensi tersebut melalui internet yang dalam 8 bulan terakhir sudah dapat dinikmati di perpustakaan, meski cuma dengan 1 komputer dan belum gratis (tapi dengan tarif yang cukup terjangkau).
Selain itu, secara temporer Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah juga menggelar berbagai kegiatan pendukung yang terkait dengan kepustakaan dan atau kepenulisan, seperti Pelatihan Menulis, Pelatihan Metode Penelitian Kepustakaan, dan sebagainya.

Tulisan ini dimuat di website IndonesiaBuku 24 Juni 2009.

09 Juni 2009

Abidah el-Khalieqy di Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah

Diskusi dengan Abidah el-Khalieqy (penulis novel Perempuan Berkalung Sorban) di Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah pada hari Senin, 31 Mei 2009


K. M. Faizi, M. Hum, memberi pengantar sebelum diskusi dengan Abidah el-Khalieqy


Penyerahan kenang-kenangan dari Pemulung Sampah Gaul (PSG) SMA 3 Annuqayah untuk Abidah el-Khalieqy

08 Juni 2009

The Use of Agricultural Waste as an Organic Fertilizer


Organic Fertilizer Team School Climate Challenge Competition
SMA 3 Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep Indonesia


The majority of Madura people are farmer. In recent time, they use to fertilize their land by chemical fertilizer. They threw away agricultural waste that can be used as a basic material for organic fertilizer. In other side, their dependencies to chemical fertilizer gave economical and environmental effects. Few months ago, the price of chemical fertilizer was expensive—apart from a complex problem of distribution among the farmers—and it was hard to be found. In fact, the chemical fertilizer also degrades the quality of soil and could bring a loss for the farmers.

From this background of situation, we set up a series of activities in a climate challenge project—namely “The Use of Agricultural Waste as an Organic Fertilizer”—so that the farmers especially in Madura utilize the agricultural waste as an organic fertilizer to support their work. Actually, traditional farmers in Madura in past time make use of any organic materials as a fertilizer. But the shift of paradigm in the farmers’ mind pulled out their environmental awareness.

For about four months, we had managed some environmental programs and activities to achieve this objective. Those programs include socialization in several school communities and people association around Sumenep district to promote the use of agricultural waste as an organic fertilizer. This program aimed to spread out information and environmental awareness among people.

Our other main activity in this project is production of organic fertilizer with straw as a basic material. In this process of production, students learned and had scientific experiment that could be a valuable experience for them. During this project, our team had done two experiments/productions in our school. The organic fertilizer that we produced had already tested in our laboratory, and the result is positive.

Responses from school communities and people were very good. They not only supported our project, but they also stated that they want to make the same project in their communities. Such statement appeared in the socializations and exhibition that we had held. Based on this fact, we planned to have assistances more intensely to farmers to produce and use organic fertilizer with straw as a basic material.

Another support from our project came from mass media. Radar Madura, popular local newspaper in Madura, wrote about our activities at two editions. Beside that, Madura Channel and TVRI also came into our school and broadcasted our project.

(Summary of Project for School Climate Challenge Competition British Council Indonesia 2009)

07 Juni 2009

TVRI dan Madura Channel Meliput Kegiatan Tim Pupuk Organik SCC SMA 3 Annuqayah

Siti Mailah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Sosialisasi Tim Pupuk Organik School Climate Challenge Competition British Council

Pada hari Sabtu 6 Juni 2009 kemarin, kami Tim Pupuk Organik School Climate Challenge Competition British Council SMA 3 Annuqayah kedatangan tamu dari stasiun TV Madura Channel dan juga TVRI. Mereka hendak meliput kegiatan kami, yakni membuat pupuk organik dari limbah pertanian.

Kami sempat bingung, karena saat tim liputan Madura Channel dan TVRI tiba di SMA 3 Annuqayah, salah satu guru pembimbing kami masih ada kegiatan di rumah dan harus dijemput. Tapi, setelah pembimbing kami datang, kami sangat senang karena peliputan tersebut dapat berlangsung dengan lancar.

Mereka melihat dan meninjau langsung ke tempat pembuatan pupuk organik kami di utara Laboratorium IPA. Mereka meminta kami untuk melakukan praktik langsung bagaimana cara membuat pupuk organik dari jerami. Alhamdulillah segala bahan yang diperlukan tersedia, sisa dari kegiatan pameran kemarin. Setelah praktik tersebut selesai, mereka mewawancarai salah satu guru pembimbing dan anggota tim kami.

Kami tim pupuk organik merasa bangga, dengan kedatangan stasiun TV Madura Channel dan TVRI. Kami merasa semakin optimis dan bersemangat untuk terus mensosialisasikan kegiatan dan produk pupuk kami, karena dengan begitu jaringan kami semakin luas. Tujuan utama kami adalah untuk menyadarkan masyarakat tentang bahaya pupuk kimia dan masyarakat bisa mengurangi pemakaian pupuk kimia seoptimal mungkin. Kita harus mendorong masyarakat untuk mengolah limbah pertanian untuk dijadikan pupuk organik.

06 Juni 2009

Conservation of Javanese Sugar (Siwalan Tree): Local Solution for Climate Challenge


Javanese Sugar Team School Climate Challenge Competition
SMA 3 Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep Indonesia


Siwalan tree (Borassus flabellifer) is one of a local species in Madura. Madura people take advantage of it for many functions. The leaves used for making mats, bucket, etc, and the wood used as a building material. Siwalan tree also supplies a kind of sugar namely Javanese sugar (gula merah, gula Jawa). These products become as an income and financial support for some Madura people. Meanwhile, in recent time, Javanese sugar was starting to be isolated. As a result, people’s appreciation to siwalan tree degraded, and the further impact was logging of siwalan tree.

From this background of situation, we set up a series of activities in a climate challenge project—namely “Conservation of Javanese Sugar (Siwalan Tree): Local Solution for Climate Challenge”—so that Madura people have a positive appreciation to the siwalan tree and Javanese sugar. Conservation of siwalan tree had a broad impact—not only about environmental and economics purpose, but also cultural aspect. Madura people have many traditional food used Javanese sugar as an ingredient.

For about four months, we had managed some environmental programs and activities to achieve this objective. Those programs include socialization in several school communities and people association around Sumenep district to promote the use of Javanese sugar and to stop logging activities. Socialization held not only by sharing and discussing this issue with people and students. As a concrete action, our team used to provide tradisional food used Javanese sugar as an ingredient in our school activities. We also collected many recipes for this kind of food and in the exhibitions we had very good appreciations from people and students. By these activities, we have been spreading out environmental awareness through conservation of siwalan tree issue.

Our other important activity in this project is field research about the problem of this effort of conservation. We had done two field research in two villages, Cecce’ (Aeng Panas) Pragaan and Banuaju Batang-Batang. These two villages are the center of producer of Javanese sugar. Many valuable information and experiences we’ve got in these observations. We also tried to convey environmental messages to the people in these researches.

To assure sustainability of this project, we planned to recruit new cadres in our school, organize capacity building for our team and community, develop educational network on environmental issues in Sumenep, and develop this issue with another important problem concerning local food and plantation.

(Summary of Project for School Climate Challenge Competition British Council Indonesia 2009)

05 Juni 2009

Uji Laboratorium Pupuk Organik dari Jerami

Anisah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Riset Tim Pupuk Organik School Climate Challenge Competition British Council

Kepedulian kami terhadap lingkungan apalagi terhadap limbah pertanian tidak berhenti setelah lomba School Climate Challenge British Council selesai. Meskipun lomba tersebut sudah berakhir, tapi di hari Rabu (3/6) kemarin, kami Tim Pupuk Organik masih sempat untuk melakukan penelitian meskipun di waktu itu kami sibuk dengan mengerjakan laporan akhir lomba tersebut.

Kami meneliti pupuk organik yang kami buat karena kami ingin mengetahui, apakah pupuk organik buatan kami itu sudah berhasil apa tidak? Kami mengujinya dengan memakai termometer untuk mengukur suhunya dan memakai alat seperti kertas untuk mengukur berapa pHnya. Jika hasilnya positif, berarti pupuk buatan kami sudah berhasil.

Kami melakukan pengujian itu di Laboratorium IPA SMA 3 Annuqayah. Kami meneliti pupuk buatan kami tersebut bersama tiga siswa dan guru pembimbing kami, Bekti Utami. Ternyata, pH dari pupuk yang kami teliti 8, sedangkan suhunya 45 derajat celcius, dan itu menunjukkan bahwa pupuk kami berhasil.

Hari itu merupakan hari bahagia bagi kami. Selain percobaan kami berhasil, ternyata kegiatan kami juga dimuat di media cetak, Radar Madura.

Sesudah penelitian, kami langsung rujak bersama dengan tim SCC yang lainnya. Dan hal itu merupakan sesuatu yang tidak pernah kami lupakan.

04 Juni 2009

Saving the Earth from the Hazard of Plastic Rubbish: Toward Ecofriendly Life Style


Plastic Rubbish Team School Climate Challenge Competition
SMA 3 Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep Indonesia

Contemporary people have a minor sensitivity to conduct with nature. They used to do something and had no painstaking consideration about the impact of their behavior. The massive use of plastic as a popular package in Indonesian society in general illustrated their unawareness about the hazard of plastic rubbish. Plastic packages are not just unfriendly to the environment but also dangerous to human health. Kompas (August 6, 2008), national daily newspaper, reported that during 2008, 2.1 ton million of plastic and any product made of plastic had produced, and 952 ton thousand of it was used as packages, and 80% of it was potential to be dangerous waste. Plastic gives a practicality of use to the people but has no good impact for the nature.

From this background of situation, we set up a series of activities in a climate challenge project—namely “Saving the Earth from the Hazard of Plastic Rubbish: Toward Ecofriendly Life Style”—to anticipate serious threat of plastic rubbish. This project aimed to disseminate information and awareness concerning to the hazard of plastic rubbish among school communities and others, so that the students and people will have a concrete contribution to save the earth and give a simple, precise, consistent, and integrative responses to the climate challenge.

For about four months, we had managed some environmental programs and activities to achieve this objective. Those programs include socialization in several school communities and people association around Sumenep district, television and radio talk show, etc. This program aimed to spread out information about the hazard of plastic rubbish. We also had collected plastic rubbish from Annuqayah landfill near our school as a campaign against plastic rubbish.

Our socialization and campaign had succeed decreasing plastic rubbish around school and people’s neighbourhood by reuse the rubbish to be a creative accessories, like school bag, etc. The production of these creative accessories was just as a medium to arise people’s awareness about the hazard of plastic rubbish. By doing this activity, we had received good support from school communities and people to reduce increasing volume of plastic rubbish by collecting the rubbish and give it to our team to be produced. We also sold those products in an exhibition, so we also had a financial support for our own environmental activities.

The best achievement of out project is about support and response from school communities and people in general. Some schools that were our partner—we socialize there—now are trying to develop the same environmental activities in their schools.
To assure sustainability of this project, we planned to recruit new cadres in our school, organize capacity building for our team and community, develop educational network on environmental issues in Sumenep, and other supporting activities and programs.

(Summary of Project for School Climate Challenge Competition British Council Indonesia 2009)

03 Juni 2009

Dengan Kreativitas, Sampah-Sampah Plastik itu Tak Terbuang Begitu Saja


Sulhatus Sayyidah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Desain Tim Sampah Plastik School Climate Challenge Competition British Council

Sampah-sampah plastik yang terkumpul di Markas Tim Proyek SCC berasal dari berbagai tempat di sekitar kami, seperti dari pengelola warung/kantin/pusat belanja, dari kelas-kelas di lingkungan Madaris 3 Annuqayah, hasil memulung dari TPA (20 Maret lalu), pondok sekitar sekolah, dari guru, dan sebagainya.

Ketika kami mengunjungi salah satu toko di lingkungan Annuqayah, Raihan, salah satu penjaga Toko Mubarok Annuqayah, menawarkan sampah plastiknya yang sengaja dikumpulkan untuk kami buat kerajinan. Mereka semangat untuk mengumpulkan sampah plastiknya. Akan tetapi kami tidak bisa mengambilnya secara rutin. Karena untuk menuju toko Mubarok, kami harus mendapatkan izin dari pengasuh. Selain dari Toko Mubarok, kami juga mendapatkan sampah plastik dari Toko Yayasan Annuqayah.

Rumah tangga sekitar sekolah juga ikut berperan dalam penyediaan sampah plastik di tim kami. Bungkus minyak goreng dan deterjen merupakan salah satu dari sampah rumah tangga yang mereka sumbangkan. Kami tidak secara langsung mendatangi mereka. Tapi mereka sendiri yang berinisiatif, menawarkan, dan mengantarkan langsung pada kami karena bagi mereka daripada dibuang dan menjadi sampah yang mengotori lingkungan lebih baik dimanfaatkan ulang menjadi benda unik dan gaul.

Jam istirahat di sekolah biasa digunakan guru-guru di sekolah kami untuk berkunjung ke markas (bengkel kerja) kami. Karena pada jam-jam istirahat, kami selalu meluangkan waktu untuk sekadar menyapu, menggunting plastik, ataupun menjahit. Kedatangan mereka ke markas kami tak hanya berkunjung saja, tapi juga kadang sambil membawa sampah plastik dari rumahnya. Mayoritas sampah yang mereka bawa adalah bungkus sabun cuci dan makanan ringan.

Pondok di sekitar sekolah juga menjadi target kami. Siti Mailah, koordinator Seksi Kebersihan PP Annuqayah Karang Jati Putri, ikut membantu kami dalam mengumpulkan sampah plastik. Kebetulan dia juga terlibat di proyek SCC, yakni di Tim Pupuk Organik. Sebelum mengantarkan ke Markas, biasanya ia terlebih dahulu memilah sampah-sampah yang sekiranya masih bisa dimafaatkan ulang. Terdapat aneka ragam plastik yang ia kumpulkan. Mulai dari bungkus permen, sabun cuci, pasta gigi, bahkan bungkus pembalut pun ia kumpulkan.

Dari berbagai sumber itulah, sampah-sampah plastik tersebut kami olah menjadi kriya kerajinan, seperti tas, dan sebagainya. Produksi pertama dimulai sejak 7 April 2009. Target produksi dalam program kami ini mengalami keterlambatan, karena markas (bengkel kerja) yang semula diprioritaskan akan rampung pada pertengahan Maret, ternyata tidak selesai.

Sambil menunggu renovasi usai, kami hanya bisa mempersiapkan alat dan bahan produksi. Setelah sekian hari menunggu rampungnya markas, pada 29 Maret 2009 kami bahu-membahu membersihkan maskas yang berukuran 3,5 m persegi tersebut. Dua buah Mesin, 5 kardus sampah plastik yang telah dicuci, dan alat-alat menjahit lainnya yang semula disimpan di rumah salah satu guru SMA 3 Annuqayah kami pindah ke markas. Tuhan kembali menguji kesabaran kami. Belum sempat memproduksi sebuah tas pun, ternyata salah satu mesin yang akan langsung kami gunakan rusak dan 1 mesin jahit lainnya butuh perbaikan ulang.

Tas pertama produksi kami adalah tas yang dibuat dari bungkus permes KIS, dengan desain yang sangat sederhana. Terus semangat dan berusaha merupakan salah satu usaha kami untuk memproduksi tas yang lebih indah dan baik agar dapat mengurangi angka pertambahan sampah yang terus melonjak. Walaupun hanya dengan 1 buah mesin jahit yang tak sempurna itu kami bisa memproduksi tas kedua, yang dibuat dari bungkus makanan ringan Serena Snack. Hasilnya bisa dibilang lebih baik dari sebelumnya.

Akhirnya, pada hari Ahad, 12 April 2009, kedua mesin bermasalah tersebut diperbaiki pada salah seorang tetangga di sekolah kami yang ahli, yakni Bapak Ismail. Berkat bantuannya, akhirnya kami bisa berkreasi kembali.

Jam istirahat sekolah merupakan waktu yang sangat berguna untuk kami. Selain bisa memproduksi tas, kami juga bisa membimbing siswa yang berminat untuk belajar menjahit. Tidak hanya siswa SMA, siswa MTs pun tak segan untuk belajar menjahit di markas kami.

Selain itu kami mendapat pinjaman sebuah mesin jahit dari salah satu rumah tangga di sekitar sekolah yang kebetulan tidak termanfaatkan. Hal ini sangat membantu proses berjalannya kegiatan produksi.

Dalam perjalanan produksi, sempat ada seorang guru dari sekolah lain di lingkungan Annuqayah, yakni dari Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Putra, yang ikut menyumbangkan sampah plastik untuk diolah menjadi tas. Bahkan dia menyatakan keinginannya untuk menjalin kerja sama: dia memasok sampah plastik, kami membuat tas, dan kemudian dijual dengan harga tertentu.

Dalam jangka waktu 52 hari, yakni hingga akhir Mei, kami berhasil membuat 18 tas, 4 tempat pencil, 2 tempat laptop, dan 1 dompet. Tentu saja, tas-tas dan hasil karya yang lain bukan tujuan utama kami. Ini hanya alat saja, untuk mengingatkan bahwa sampah plastik bisa dimanfaatkan, karena jika tidak, ia bisa membahayakan lingkungan kita.

02 Juni 2009

Pameran Kreativitas untuk Masa Depan Bumi yang Hijau

M Mushthafa, guru SMA 3 Annuqayah, fasilitator/pendamping Tim Sampah Plastik School Climate Challenge Competition British Council SMA 3 Annuqayah

Ahad (31/5) kemarin, tiga proyek kegiatan School Climate Challenge (SCC) Competition British Council SMA 3 Annuqayah mengadakan perhelatan penutupan dan pameran kegiatan. Acara intinya adalah presentasi perjalanan dan pencapaian masing-masing proyek kegiatan yang telah berlangsung selama lebih dari tiga bulan, tepatnya dimulai dari sekitar pertengahan Februari hingga akhir Mei kemarin.
Masing-masing tim yang mengikuti kompetisi tingkat nasional ini terdiri dari lima orang guru dan siswa. Ketiga tim itu adalah Tim Sampah Plastik (satu guru empat siswa), Tim Gula Merah (dua guru tiga siswa), dan Tim Pupuk Organik (dua guru tiga siswa). Mereka bekerja dengan didukung oleh siswa-siswa yang lain di luar anggota tim inti. Demikian pula, kegiatan penutupan kemarin melibatkan panitia teknis di luar anggota tim inti.
Anak-anak berupaya untuk menyajikan dan mengemas acara ini dengan unik dan menarik. Dengan kata lain, momentum acara ini dijadikan sebagai ajang penumpahan kreativitas berbagai potensi yang dimiliki siswa di SMA 3 Annuqayah. Karena itu, mulai dari desain undangan, anak-anak sudah mulai menampilkan satu terobosan kreasi yang cukup menendang. Undangan untuk acara ini dibuat dari bahan kardus bekas dan dihias secara manual dengan krayon dan pernak-pernik lainnya. Teks undangannya pun tak biasa. Selain dilipat sedemikian rupa sehingga menjadi unik, teks undangan terkesan ditempel di atas koran yang memuat berita tentang isu-isu lingkungan. Panitia mengerjakan undangan yang dibuat sebanyak lebih dari 150 eksemplar ini selama dua hari dengan mengerahkan tak kurang dari 10 siswa yang dipandang memiliki cita rasa seni yang baik.
Demikian pula, Paduan Suara Madaris 3 Annuqayah (Paramarta) dalam kegiatan ini tampil dengan lagu himne dan mars Madaris 3 Annuqayah, ditambah dengan satu lagu spesial bertema lingkungan yang dicipta oleh Muhammad Affan, guru Pendidikan Seni di SMA 3 Annuqayah. Paramarta berlatih dan mempersiapkan untuk acara ini selama kurang lebih tiga hari.
Selain itu, tata panggung dan setting tempat pameran dirancang oleh tim yang bertugas dengan cukup unik pula. Ketiga tim secara simbolis hadir dalam ornamen dan dekorasi yang dibuat anak-anak. Panggung, misalnya, dihias dengan daun dan buah siwalan, dan di bagian dasarnya diberi tumpukan jerami. Sementara itu, huruf yang dibuat dekorasi di panggung dibuat dari sampah plastik, dan di bagian bawah dihias dengan jerami sehingga dari kejauhan mengesankan seperti rumput yang membentang.
Tak hanya panggung, ketiga stan pameran masing-masing tim juga memperkuat simbol-simbol proyek yang dikerjakannya. Foto-foto dan berita kegiatan yang ditempel di masing-masing stan dipasang sedemikian rupa dengan menggunakan atau berhiaskan unsur sampah plastik, siwalan, dan jerami.
Khusus untuk kreasi penataan panggung, tempat, dan kelengkapan acara, saya terasa kurang jika hanya memberi panitia dua jempol!
Alur acara kemarin sebenarnya cukup sederhana. Seremoni acara dimulai tepat pukul 09.15 WIB, sebagaimana telah dirancang sebelumnya oleh panitia. Sebelum itu, para tamu undangan yang tiba di tempat dipersilakan untuk berkunjung ke tiga stan tim proyek untuk melihat dokumentasi dan hasil kegiatan mereka. Di stan mereka dilayani oleh masing-masing anggota tim yang siap memberi penjelasan terperinci tentang segala sesuatu berkaitan dengan perjalanan proyek tim.
Kabid Dikmen Diknas Sumenep, M. Sudirman, yang datang cukup awal, bersama beberapa pejabat lain, seperti Camat Guluk-Guluk dan perwakilan dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumenep, tampak antusias menyaksikan kreativitas anak-anak. Pak Ya’kub dan Pak Nasir, pimpinan SMA 3 Annuqayah, menemani mereka berkeliling stan. Sebagai bekal awal, panitia memberikan laporan singkat ketiga tim yang sudah ditulis dan digandakan kepada mereka.
Perwakilan dari BLH bahkan tampak tertarik dengan tulisan-tulisan anak-anak tim yang cukup banyak menceritakan berbagai aktivitas mereka selama tiga bulan. Dia menyatakan minatnya untuk meminta kopi tulisan anak-anak.
Acara seremoni sebelum presentasi berlangsung sekitar 45 menit, sehingga presentasi dimulai sekitar pukul 10.00 WIB. Saya sebagai koordinator guru pendamping SCC memandu sesi ini. Sebelum mempersilakan semua anggota tim untuk naik ke panggung dan presentasi, saya memberi pengantar singkat tentang masalah tantangan perubahan iklim dan bagaimana ketiga tim ini berupaya memberi solusi. Tentang konteks lomba, saya sudah menyampaikannya saat memberi kata sambutan.
Saya sempat khawatir dengan sesi presentasi ini, karena anak-anak tidak punya waktu yang cukup untuk membuat persiapan khusus dan berlatih presentasi. Mereka juga sibuk menyiapkan stan dan persiapan teknis lainnya sehingga mereka hanya sempat menyiapkan laporan singkat tertulis 2-3 lembar saja. Memang, mereka telah cukup terbiasa presentasi dalam kegiatan sosialisasi di masing-masing proyek di berbagai tempat. Tapi di acara ini hadir para pejabat dan pimpinan-pimpinan lembaga, dan acaranya cukup besar.
Presentasi dimulai dari Tim Sampah Plastik. Saat mulai presentasi, saya dapat menangkap sedikit perasaan tegang dan kurang lepas dalam diri mereka, sehingga mereka kurang bisa berimprovisasi dan agak mengandalkan catatan yang mereka buat. Anak-anak, terutama dari kedua tim lain, tampak dapat menangkap kegelisahan saya. Dan untung, dua tim yang lain dapat lebih lepas mempresentasikan kegiatan proyek mereka. Bahkan, Tim Gula Merah ada yang presentasi dengan bahasa Inggris sekitar tiga menit.
Alhamdulillah, Tim Pupuk Organik dapat menampilkan presentasi yang sangat lepas dan cukup mengalir. Mereka tampak nothing to lose. Sesekali dicampur dengan bahasa Madura dan bumbu guyon, sehingga para hadirin senyum-senyum dan tertawa kecil.
Presentasi masing-masing tim diiringi dengan slide gambar-gambar kegiatan yang sudah disiapkan sebelumnya dan dikendalikan dari laptop di depan saya. Meski tidak tampak sangat jelas karena terik matahari yang cukup menyengat, gambar-gambar itu juga membantu melengkapi presentasi anak-anak.
Presentasi berlangsung sekitar hampir satu jam. Begitu selesai, saya mengambil alih kendali acara dan mencoba memancing hadirin untuk menanggapi perjalanan kegiatan semua proyek, dan terutama mengenai rencana tindak lanjut yang dirancang.
Empat penanggap pertama adalah “para pembesar”. Dimulai dari Pak Rahem (Camat Guluk-Guluk), Pak Dirman (Diknas Sumenep), Pak Ya’kub (Kepala SMA 3 Annuqayah), dan terakhir H.A. Pandji Taufiq, tokoh lingkungan dan aktivitas sosial yang kini menjabat sebagai Ketua Yayasan Annuqayah.
Pak Camat memberi tanggapan yang cukup panjang lebar. Dia menanggapi satu persatu untuk tiga tim. Secara umum, perspektifnya memang tampak kental sebagai birokrat. Dia, misalnya, mengingatkan bahwa ada instansi-instansi pemerintah yang bisa dimintai partisipasi dalam kegiatan masing-masing tim. Kepada masing-masing tim dia memberi masukan khusus. Untuk Tim Sampah Plastik, dia bertanya: yang mana kegiatan daur ulangnya. Untuk Tim Pupuk Organik, dia menanyakan apakah pupuk organiknya sudah diuji coba digunakan untuk tanaman tertentu. Untuk Tim Gula Merah, dia mengkritik mengapa memilih pohon siwalan dan bukan pohon kelapa. Sementara potensi di Kecamatan Guluk-Guluk lebih banyak pohon kelapa. Pak Camat juga mempertanyakan keterlibatan siswa yang lain di luar tim proyek ini.
Pak Dirman dari Diknas Sumenep lebih banyak menekankan pada soal keberlanjutan kegiatan ini ke depan. Sedang Pak Ya’kub, Kepala SMA 3 Annuqayah, secara retoris menambahkan soal kegiatan tiga proyek ini yang tak menggunakan uang dari sekolah. Tampaknya Pak Ya’kub ingin menunjukkan bahwa kegiatan tanpa uang pun bisa terlaksana, dan bahwa anak-anak bisa mandiri menyiasati hal semacam itu.
Pak Panji, yang menjadi penanggap terakhir di sesi pertama, menggarisbawahi komentar retoris Pak Ya’kub: bahwa yang paling penting itu semangat dan kerja keras, bukan uang. Selain itu, Pak Panji juga mengapresiasi kegiatan ketiga tim proyek ini dengan sangat positif, terutama dalam menginspirasi kita semua, baik sebagai individu, kepala keluarga, pimpinan lembaga pendidikan, instansi pemerintah, dan sebagainya, untuk peduli dan melek dengan masalah-masalah lingkungan di sekitar kita. “Jika anak-anak SMA 3 Annuqayah ini bisa berbuat sesuatu untuk menyebarkan kepedulian lingkungan dengan terutama hanya bermodal semangat, mestinya lembaga pendidikan yang lain juga bisa melakukan hal serupa,” tegasnya.
Pak Panji memberi penekanan-penekanan substantif atas kegiatan ketiga tim proyek ini, sehingga beberapa tampak dapat menjawab pertanyaan dari penanggap sebelumnya. Selain itu, Pak Panji juga memberikan gambaran tentang tantangan masalah-masalah lingkungan di sekitar kita yang membutuhkan kepedulian. “Di Kabupaten Sumenep saja, urusan sampah masih belum menjadi prioritas, sehingga kota Sumenep saja sampai sekarang belum punya TPA yang resmi. Demikian juga, di Annuqayah, yang dihuni oleh sekitar enam ribu pelajar, yang menurut perhitungan kasar saya setiap hari bisa ‘menghasilkan’ sampah sekitar 2 ton, masalah sampah belum menjadi prioritas,” tegasnya.
Alhamdulillah, anak-anak dapat menanggapi keempat tanggapan ini dengan baik. Soal dukungan dana, anak-anak menceritakan bagaimana mereka di antaranya mendapatkan dukungan dari luar atas dasar capaian kegiatan peduli lingkungan yang sudah dilaksanakan sebelumnya, sehingga untuk kegiatan ini pendanaan proyek sama sekali bukan dari kas sekolah. Untuk dicatat, organ peduli lingkungan di SMA 3 Annuqayah terbentuk pada 2006 lalu, dengan nama Duta Lingkungan, yang kemudian disusul dengan Pemulung Sampah Gaul (PSG) pada April 2008, yang fokus pada penanganan sampah plastik. Selain itu, dalam beberapa kegiatan proyek, tim mendapatkan dukungan finansial dari mitra mereka di lapangan. Saat tampil mengudara di Ganding FM 104.10, misalnya, anak-anak justru mendapat ganti transportasi dan bahkan uang saku. Demikian juga, saat ke Madrasah Aliyah Nasy’atul Muta’allimin Gapura, anak-anak juga mendapat ganti transportasi. Bagi kami, hal ini menunjukkan bahwa dua mitra lembaga tersebut menunjukkan kepedulian, dukungan, dan komitmen yang sama atas kegiatan kami. Ini semakin jelas saat seusai acara penutupan Ahad kemarin, Ganding FM menyiarkan ulang sesi presentasi anak-anak di gelombang radio mereka.
Keterlibatan dan dukungan komunitas lain, termasuk di lingkungan SMA 3 Annuqayah, juga dijelaskan cukup panjang lebar oleh anak-anak. Saat beraktivitas, ketiga tim tak bekerja sendiri, tapi juga didukung oleh siswa yang lain di sekolah. Secara khusus, tim memang berupaya untuk mendorong keterlibatan siswa secara lebih luas. Tim Gula Merah, misalnya, saat bersosialisasi tentang gula merah di sekolah juga meminta partisipasi siswa yang lain untuk menyumbangkan menu makanan tradisional berbahan gula merah untuk didokumentasikan. Demikian juga, Tim Sampah Plastik meminta siswa untuk juga meletakkan sampah plastik di sekolah di tempat khusus untuk diolah menjadi kriya kreatif.
Keberlanjutan masing-masing proyek menjadi tantangan tersendiri yang juga ditanggapi oleh ketiga tim. Pada sesi kedua, salah seorang guru pendamping, Mus’idah Amien (pendamping Tim Gula Merah) mengemukakan komentar menarik. “Kami tidak ingin menjadi lelaki mata keranjang. Kami akan terus konsisten mengerjakan dan mengembangkan proyek kami masing-masing agar dapat lebih baik,” tuturnya, yang disambut dengan tepuk tangan meriah.
Pada sesi kedua, penanggap semua berasal dari sekolah. Tim SCC Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Putri juga berbagi pengalaman tentang kegiatan mereka. Beberapa pertanyaan bersifat agak teknis. Dan semuanya ditanggapi dengan baik oleh ketiga tim.
Presentasi diakhiri pada pukul 12.10 WIB. Setelah ditutup dengan doa, para hadirin kembali dipersilakan untuk kembali menyaksikan stan pameran. Kali ini, stan Tim Gula Merah telah dilengkapi dengan dua puluh empat macam makanan tradisional berbahan gula merah yang langsung diserbu oleh pada undangan. Para pengunjung tak hanya datang untuk mencicipi makanan tradisional itu, tapi juga ada yang bertanya resep dan cara pembuatannya.
Stan Tim Pupuk Organik dan Sampah Plastik juga ramai dikunjungi undangan. Ada yang langsung berbincang dengan tim yang bersiap di stan masing-masing, dan ada pula yang melihat-lihat foto dan arsip berita yang ditulis anak-anak. Tim Sampah Plastik kemarin juga menjual produk tas yang berhasil dibuat, dan beberapa produk sempat laku terjual. “Harganya masih agak mahal,” kata salah seorang pengunjung yang tampak ngebet untuk membeli salah satu produk.
Secara spontan, Mus’idah, salah satu guru pendamping proyek SCC, menyiarkan acara ini lewat pengeras suara sambil meminta komentar dan kesan beberapa tamu undangan. Menjelang pukul satu siang, pada undangan meninggalkan tempat acara satu persatu. Sebelum meninggalkan tempat, banyak di antara mereka yang menuliskan kesan-kesannya di lembaran yang disediakan panitia dan diserahkan saat mereka baru tiba.
Setelah acara benar-benar selesai, panitia dan seluruh tim proyek SCC mengadakan rapat evaluasi singkat, dan juga menyinggung persiapan penyusunan laporan lengkap kegiatan SCC untuk dikirimkan ke British Council Jakarta. Tentu saja, anak-anak dari ketiga tim pada khususnya merasa lega karena acara penutupan dan pameran kegiatan SCC ini dapat berlangsung dengan sukses. Kerja keras dan tenaga yang terkuras beberapa hari ini yang sempat membuat kami kadang lupa makan tampak impas terbayar. Alhamdulillah.

Dikutip dari: http://rindupulang.blogspot.com/2009/06/pameran-kreativitas-untuk-masa-depan.html