31 Maret 2013

Menyemarakkan Semangat Membaca dan Menulis di Sekolah



M. Mushthafa, Kepala SMA 3 Annuqayah

Perhatian lembaga pendidikan pada kemampuan membaca dan menulis tampak masih kurang. Tidak banyak kebijakan yang dibuat untuk mendukung pada penguatan kedua hal tersebut. Membaca dan menulis tidak dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting. Di antara fakta yang dapat membuktikan hal ini adalah lemahnya dukungan sekolah pada perpustakaan dan penerbitan. Guru-gurunya pun tidak didorong untuk rajin membaca dan atau menulis.

Dengan keadaan seperti ini, saya bersama beberapa rekan guru yang menaruh perhatian pada membaca dan menulis merancang kegiatan yang dimaksudkan untuk menyemarakkan semangat membaca dan menulis di sekolah. Kami menamakannya Gerakan Literasi.

Gerakan Literasi ini sudah dimulai pada 14 Maret lalu. Bersama K. A. Dardiri Zubairi dan Asy’ari Khatib, saya berbincang di hadapan guru-guru belasan sekolah di wilayah timur Sumenep. Acara yang diberi judul Temu Guru Penulis ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Nasy’atul Muta’allimin Gapura yang dikepalai oleh Kiai Dardiri. Diskusi yang berlangsung hampir 3 jam ini berlangsung penuh semangat.

Momentum Gerakan Literasi ini secara kebetulan juga bersamaan dengan baru saja diterbitkannya buku yang ditulis oleh kami bertiga yang menjadi narasumber di Gapura. Kiai Dardiri baru saja menerbitkan buku Rahasia Perempuan Madura: Esai-Esai Remeh Seputar Kebudayaan Madura (Pena Pesantren, 2013), Pak Asy’ari belum lama menerbitkan Tobat Itu Nikmat (Zaman, 2013), dan saya sendiri baru saja menerbitkan buku di LKiS, berjudul Sekolah dalam Himpitan Google dan Bimbel.

Kegiatan di Gapura menyepakati beberapa tindak lanjut, seperti pelatihan menulis untuk guru, pembuatan media komunikasi di internet, dan sebagainya. Yang tak kalah penting, forum menyadari akan pentingnya berjejaring.

Dalam kerangka membangun langkah bersama, kegiatan serupa kemudian juga dilaksanakan di SMA 3 Annuqayah sepekan kemudian, yakni pada hari Kamis (21/3) yang lalu. Dalam acara ini, hadir pula K. M. Faizi, pengasuh muda Annuqayah yang sudah menerbitkan banyak buku. Jika kegiatan di Gapura menghadirkan guru-guru dari wilayah timur Sumenep, dalam acara ini guru-guru yang diundang berasal dari sekolah-sekolah di wilayah barat Sumenep, yakni meliputi Kecamatan Guluk-Guluk, Ganding, dan Pragaan. Hadir pula beberapa guru dari Kecamatan Bluto dan Rubaru. Semuanya berjumlah sekitar 100 orang.

Sebelum diskusi dimulai, sambil menunggu peserta, mulai pukul 8.30 WIB diputar film Science and Islam, sebuah film dokumenter produksi BBC (2009) yang memaparkan cikal bakal kemajuan peradaban Islam abad pertengahan.

Pukul 9.40 WIB, diskusi dimulai. Setelah saya memberi pengantar yang menjelaskan tentang latar belakang dan tujuan kegiatan ini, Asy’ari Khatib memaparkan pengalamannya bergelut dengan dunia buku dan kepenulisan. Selain sering menulis puisi, dia telah banyak menerjemahkan buku-buku dari bahasa Arab.

Pak Asy’ari menuturkan bahwa dalam pandangan masyarakat awam, membaca dan menulis itu dianggap bukan pekerjaan—dipandang tidak bernilai. Guru yang kini tinggal di Pekamban, Pragaan, itu menceritakan pengalamannya di lingkungan keluarganya dalam menilai kegiatan membaca dan menulis. Meski semula dipandang dengan kurang simpatik, namun kini dia berhasil menunjukkan bahwa menulis dapat menghasilkan uang. Lebih dari itu, dia menyampaikan pengalamannya dalam menerjemahkan sejumlah buku yang mengangkat tema kehidupan Nabi Muhammad saw. yang memberinya banyak hikmah terutama yang bersifat spiritual.

Setelah Pak Asy’ari, giliran Kiai Faizi yang menyampaikan pemaparan. Kiai muda yang pada tahun 2011 diundang ke Berlin untuk membacakan puisi ini berkisah tentang beberapa eksprimen kepenulisan di sekolah. Sekitar delapan tahun yang lalu, dia pernah mendorong dua siswa Madrasah Tsanawiyah 3 Annuqayah untuk menulis sampai akhirnya diterbitkan oleh sebuah penerbit di Yogyakarta. Untuk mendorong semangat membaca dan menulis, dia pernah mengadakan lomba meresensi buku di perpustakan sekolah. Pemenangnya diberi hadiah buku yang dibelinya dari buku-buku obral di Yogyakarta.

Selain itu, Kiai Faizi juga bercerita tentang proses kreatif menulis. Dia menyampaikan bahwa penting sekali untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang tak biasa. Maksudnya, dengan membebaskan imajinasi sehingga ide yang muncul menjadi menarik. Dia memberi contoh kreativitas pembuat film Tom & Jerry yang ide-idenya kaya dan melabrak logika.

Kiai Faizi juga memaparkan pengalamannya dalam menerjemah buku dan menulis buku anak. Dalam kesempatan ini, dia juga membawa contoh buku-buku yang diterbitkannya serta buku karya murid-murid yang lahir dari proses pendampingan yang dilakukannya.

Sesudah Kiai Faizi, Kiai Dardiri mengisahkan pengalaman menulisnya, khususnya di media blog. Dia mulai membuat blog sejak tahun 2009. Sejak itu, dia berusaha menulis dua tema utama, yakni kebudayaan Madura serta keluarga dan pendidikan. Khusus tentang kebudayaan Madura, dia melihat bahwa banyak hal menarik di Madura yang belum diangkat ke permukaan, seperti tentang memelihara ayam, kebiasaan merokok dan minum kopi, naik haji, dan sebagainya. Hal-hal tersebut dia pikir akan dapat memperkenalkan kebudayaan Madura yang penuh nilai-nilai menarik kepada khalayak lebih luas. Beberapa tulisan tentang kebudayaan Madura di blognya itulah yang kemudian baru saja diterbitkan menjadi buku.

Selanjutnya, saya berusaha merangkum pemaparan ketiga narasumber dengan memberikan gambaran betapa nilai membaca dan menulis ini sangat penting dalam mendukung proses pendidikan. Membaca dan menulis bisa menjadi penyelamat dalam keterbatasan sistem dan fasilitas pendidikan yang ada. Saya menggambarkan betapa potensi membaca dan menulis bisa memberi nilai lebih bagi proses pendidikan. Saya juga mencoba menampilkan beberapa upaya yang telah dilakukan SMA 3 Annuqayah untuk menyemarakkan semangat membaca dan menulis di sekolah, seperti program Perpustakaan Masuk Kelas, dan sebagainya.


Dalam sesi tanya-jawab, banyak sekali guru yang mengajukan pertanyaan. Namun, karena keterbatasan waktu, pertanyaan dan tanggapan hanya diberikan kepada empat penanya. Setelah ditanggapi, sesi dilanjutkan dengan rencana tindak lanjut. Peserta dari Rubaru, Raudlatun Odax, meminta narasumber untuk bersedia menghadiri kegiatan serupa di sekolah di Rubaru. Peserta juga menyarankan untuk mengadakan pertemuan rutin di antara guru-guru untuk berbagi pengalaman membaca sambil belajar menulis. Forum juga merekomendasikan agar sekolah-sekolah yang ada berjejaring, termasuk dengan jaringan guru di wilayah timur Sumenep.

Kegiatan ini diakhiri pada pukul 13.00 WIB. Sebelum ditutup, beberapa peserta mendapatkan buku gratis dari narasumber. Selain itu, 30 perwakilan lembaga yang hadir masing-masing mendapatkan 10 eksemplar buku saya yang berjudul 10 Bulan Pengalaman Eropa untuk koleksi perpustakaannya masing-masing. Ada 383 judul yang dibagikan dalam acara ini. (Di Gapura, saya membagikan 296 buku yang sama kepada peserta dan perwakilan sekolah).

Pembagian buku gratis ini terlaksana atas dukungan Satria Dharma, ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI), yang mengganti biaya cetak buku yang dibagikan tersebut. Selain itu, Pak Satria, yang punya semangat luar biasa untuk mendorong literasi di sekolah, juga membantu pendanaan kegiatan ini, baik kegiatan di MA Nasy’atul Muta’allimin Gapura maupun di SMA 3 Annuqayah. Terima kasih, Pak Satria. Jazakumullah khayral jaza’. Semoga langkah ini akan dapat memberikan hasil bagi peningkatan mutu pendidikan kita semua.


Tulisan ini dikutip dari sini.

22 Maret 2013

OSIS SMA 3 Annuqayah Adakan Hearing and Sharing

Lu’luil Maknun, XI IPS 1 SMA 3 Annuqayah

Guluk-Guluk—SMA 3 Annuqayah pada hari Ahad 10 Maret lalu mengadakan acara bedah buku Sekolah dalam Himpitan Google dan Bimbel dengan sasaran guru-guru khususnya di lembaga pendidikan Annuqayah. Karena semua guru SMA 3 Annuqayah diundang, maka kegiatan belajar-mengajar di SMA 3 Annuqayah diliburkan. Seminggu sebelum acara, kepala SMA 3 Annuqayah, K. M. Mushthafa S. Fil., M.A., menyarankan kepada pembina OSIS untuk mengisi waktu libur tersebut. Setelah mengadakan rapat dengan seluruh pengurus OSIS, disepakati bahwa OSIS akan diadakan acara hearing and sharing dengan semua siswi SMA 3 Annuqayah.

Hearing and sharing ini dimulai pada pukul 08.55 WIB . Sebagai permulaan, acara diawali dengan sambutan ketua OSIS SMA 3 Annuqayah. Dalam sambutannya, Ketua OSIS SMA 3 Annuqayah menyampaikan bahwa tujuan diadakannya hearing and sharing ini ialah untuk mengevaluasi sekaligus memberikan saran mengenai program kerja OSIS yang telah dilaksanakan.

Seluruh divisi OSIS SMA 3 Annuqayah dalam acara ini mempresentasikan program kerja dan kendala-kendala yang mereka hadapi. Secara umum, kendala-kendala tersebut berkaitan dengan kedisiplinan siswi, baik dalam hal mematuhi tata tertib (tatib), piket halaman per kelas, dan keaktifan dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.

Mengenai kedisiplinan dalam mematuhi tata tertib, Eka Yuliawati, koordinator keamanan, mengatakan bahwa terkait jam pulang siswi sangat tidak disiplin. Padahal sebelumnya sudah diberitahukan bahwa jika jam terakhir itu kosong (libur), siswi tidak boleh pulang sebelum jam 11.30 WIB. Presentasi tersebut ditanggapi dengan berbagai macam pertanyaan dari siswi SMA 3 Annuqayah.

“Berbicara mengenai razia barang-barang elektronik yang dibawa siswi, kenapa sampai memeriksa jok sepeda, bukankah sepeda itu berada di luar lingkungan SMA 3 Annuqayah?” tanya Nafilatus Zahro, kelas XII IPA.

Dalam menjawab pertanyaan tersebut, koordinator keamanan SMA 3 Annuqayah mengatakan bahwa razia barang-barang elektronik itu dilakukan di lingkungan Madaris 3 Annuqayah dan itu bukan hanya menjadi peraturan OSIS tapi juga peraturan sekolah.

Selanjutnya divisi pendidikan, penerbitan, kebersihan, dan kesenian, membahas mengenai kendala-kendala yang mereka hadapi. Kendala tersebut terkait dengan kedisiplinan siswi dalam menghadiri kegiatan ekstrakurikuler.

Acara yang berlangsung di Mushalla Al-Furqaan ini selesai pada pukul 10.15 WIB.

19 Maret 2013

Bedah Buku "Sekolah dalam Himpitan Google dan Bimbel"

Jamilatur Rohma, XA SMA 3 Annuqayah

Guluk-Guluk—Ahad, 10 Maret 2013 di SMA 3 Annuqayah diselenggarakan kegiatan bedah buku yang berjudul Sekolah dalam Himpitan Google dan Bimbel karya M. Mushthafa. Kegiatan ini bukan kegiatan yang diselenggarakan OSIS, tetapi merupakan program sekolah. Kegiatan ini dihadiri oleh sebagian besar penggiat pendidikan khususnya daerah Guluk-Guluk, Ganding, dan juga dihadiri oleh sebagian pengurus pondok daerah di Annuqayah.

Dalam sambutannya, K. M. Mushthafa selaku kepala SMA 3 Annuqayah menyambahkan bahwa kegiatan ini diselenggrakan karena berkaitan dengan visi sekolah, dan di dalam buku yang dibedah ini dipaparkan visi pendidikan dan hal-hal mendasar yang selama ini memang jarang disentuh.

Narasumber dalam acara ini adalah K. Muhammad Ali Fikri yang merupakan kepala MA 1 Annuqayah dan H. Abd. Wahid Hasan, dosen Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Keislaman Annuqayah yang secara khusus mendalami pendidikan spiritual.

Pada awal diskusi M. Mushthafa, pengarang serta moderator dalam acara ini, memberitahukan bahwa sebenarnya buku ini hanyalah kumpulan tulisan yang ditulis pada dua periode yaitu sebelum dan sesudah dia menjadi guru. Di dalam kumpulan tulisan tersebut ada juga karangan yang ditulis ketika penulis masih kelas 1 di MA 1 Annuqayah. Menurut penulis, buku ini hanyalah semacam cacatan harian saja.

Ada beberapa kesimpulan yang dipaparkan K. Muhammad Ali Fikri dari beberapa materi buku ini. menurutnya, buku ini merupakan refleksi paling mendalam dan paling riil yang terjadi di sekitar kita. Beliau menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha kebudayaan yang bertujuan untuk mempertinggi derajat manusia. Menurutnya, pendidikan harus selalu kontekstual dan progresif. Tapi plagiasi serta gelar-gelar palsu sudah membudaya dan sudah masuk pada tradisi intelektual sehingga membuat praktik pendidikan semakin kacau.

Sementara itu, H. Abd. Wahid Hasan menyampaikan bahwa ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari buku ini. Di antaranya dia menyebutkan 3 kata kunci yang mendera pendidikan sekarang yaitu pragmatisme, materialisme, dan plagiarisme.

H. Abd. Wahid Hasan melanjutkan bahwa menurutnya ada 3 ruh paling mendasar dalam pendidikan berbasis Islam, yaitu pengetahuan yang cukup, kebijaksanaan yang mendasar, dan rasa cinta yang mendalam. Jika ketiga komponen ini ada dalam diri setiap guru maka pendidikan di Indonesia akan lebih baik.

Pada waktu diskusi ini berlangsung ada beberapa kendala yang muncul yaitu hujan deras beserta dengan petirnya sehingga listrik padam. Acara yang dimulai sekitar pukul 9.30 WIB ini kemudian ditutup pada sekitar pukul 12.15 WIB.

11 Maret 2013

PSG Presentasi di Temu Istri Anggota DPRD Sumenep


Lu’luil Maknun, XI IPS 1 SMA 3 Annuqayah

Guluk-Guluk—Rabu (06/03) Pemulung Sampah Gaul (PSG) SMA 3 Annuqayah diundang untuk mengisi acara di temu istri anggota DPRD Sumenep. Acara tersebut dilaksanakan di rumah dinas Ketua DPRD Sumenep, K.H. Imam Hasyim. Dalam menghadiri acara tersebut, anggota PSG didampingi oleh Mus’idah Amin, pembina OSIS SMA 3 Annuqayah, dan Indah Susanti, alumnus SMA 3 Annuqayah yang masih aktif membantu kegiatan PSG.

Dari Sabajarin kami berangkat pukul 08.15 WIB dan tiba di tempat acara pada pukul 09.20 WIB. Dalam mengisi acara tersebut, Mus’idah pertama menyampaikan mengenai profil PSG SMA 3 Annuqayah dan kiat-kiat untuk menyelamatkan lingkungan. Presentasi Mus’idah disambut antusias oleh para undangan setempat setelah melihat foto-foto hasil karya PSG SMA 3 Annuqayah ketika mengikuti pameran.

“Sampah merupakan benda kotor yang menjijikkan. Tapi dengan sentuhan kreativitas kami, sampah bisa menjadi kerajinan tangan dan bernilai ekonomism,” tutur Mus’idah ketika mempresentasikan mengenai kreativitas tim sampah plastik.

Selain membahas kegiatan tim plastik, Mus’idah juga menjelaskan kegiatan tim pangan lokal dan tim pupuk organik yang juga merupakan bagian dari PSG SMA 3 Annuqayah.

“Tujuan kami membentuk tim pangan lokal yaitu untuk melestarikan pangan lokal yang ada di sekitar kita, seperti ubi rambat, ketela pohon, dan singkong,” kata Mus’idah ketika mempresentasikan mengenai tim pangan lokal.

Mengenai tim pupuk, Mus’idah mengatakan bahwa tim pupuk dibentuk untuk membuat pupuk organik yang berasal dari sampah organik dan kotoran binatang ternak. Jadi dalam hal tersebut, tim pupuk melakukan barter dengan petani setempat untuk menukar pupuk yang dihasilkan PSG dengan kotoran hewan ternak yang dimiliki petani.

Acara tersebut selesai pada pukul 12.40 WIB dan diakhiri dengan makan sekaligus foto bersama yang waktu itu juga didampingi oleh K.H. Imam Hasyim sendiri.