02 Oktober 2014

Pemilihan Ketua OSIS SMA 3 Annuqayah



Jamilatur Rohma, XII IPS 2 SMA 3 Annuqayah

Guluk-Guluk—Masa kepengurusan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SMA 3 Annuqayah periode 2013/2014 akan berakhir. Oleh karena itu, diadakan serangkaian acara reformasi untuk menjaring kader atau kandidat pengurus OSIS yang nantinya akan dipilih oleh seluruh siswa dan guru di SMA 3 Annuqayah. 

Setiap kelas X dan XI mengirimkan 2 orang perwakilannya sehingga terdapat 12 kandidat yang nantinya akan memperebutkan 4 kursi utama. Acara penjaringan berlangsung selama 3 hari sebelum pemilihan.

Acara penjaringan hari pertama berlangsung pada hari Ahad, 21 September 2014. Pukul 09.00 WIB, 12 kandidat sebelum seleksi berkumpul diatas panggung untuk memaparkan pandangan, argumen, dan juga kecakapan lainnya untuk tema yang telah ditentukan panitia.

Tema yang diambil untuk reformasi OSIS kali ini adalah Meneladani Akhlak Rasulullah.  Setelah semua  kandidat melakukan orasinya, tim juri (Ny. Khadijah, K. M. Khatibul Umam dan K. Ahmad Hassan Tsabit) menyeleksi 12 kandidat yang akan dipilih menjadi 4 kandidat. Kandidat terpilih ini  nantinya berhak untuk dipilih sebagai ketua OSIS oleh seluruh warga di SMA 3 Annuqayah. Singkatnya, para kandidat terpilih adalah Asmaul Husna (X IPA), Anis Sulalah (XI IPS 1), Siti Nur Haliza (X IPS 1), dan  Nur Aini (X IPA).

Agenda hari selanjutnya, yakni Senin tanggal 22 September 2014,  kandidat terpilih ini memperkenalkan visi dan misi yang diusung masing-masing kandidat jika nantinya terpilih menjadi ketua OSIS.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, para kandidat calon ketua OSIS ini akan mendapatkan nama dan juga pendukung yang dipilihkan oleh panitia. Jika di tahun sebelumnya para calon ketua OSIS menggunakan nama pahlawan wanita untuk setiap kandidat, maka tahun ini para kandidat dinamai sesuai dengan nama pohon yang ada dan tumbuh di daerah Madura. Asmaul Husna mendapatkan nama Kornes dengan pendukung dari kelas  XII IPS 1 dan X IPS 2, Siti Nur Haliza mendapatkan nama Jheteh dengan pendukung dari XII IPA, X IPS 1 dan XI IPS 2, Nur Aini dengan nama Mahoni dengan pendukung dari kelas XII IPS 2 dan XI IPA, dan yang terakhir Anis Sulalah  mendapat nama Sengon dengan pendukung kelas XI IPS 1 dan X IPA.

Setelah pemaparan visi dan misi, pada hari Selasa, 23 September 2014 masing-masing calon menyampaikan orasi dan berkampanye untuk memenangkan pemilihan. Setelah itu para pendukung dari masing-masing calon juga juga menampilkan yel-yel untuk membuat calon yang didukung bertambah percaya diri dan bersemangat.

Hari pemilihan dilaksanakan pada Rabu, 24 September 2014. Pukul 08.30 WIB, para calon duduk di atas panggung bersama ketua OSIS SMA 3 Annuqayah 2013/2014 untuk menyaksikan proses pemilihan umum secara langsung. Sebelum dimulai, para panitia yang semuanya adalah pengurus OSIS periode 2013/2014 melakukan ikrar yang dipimpin langsung oleh Mus’idah Amin selaku pembina OSIS di SMA 3 Annuqayah. Ikrar tersebut berisi janji dan peneguhan bahwa panitia tetap bersikap netral dan tidak berpihak ke salah satu calon selama pemilihan berlangsung.

Setelah ikrar, pemilihan calon ketua OSIS dibuka dan peserta pemilih pertama yaitu pembina OSIS SMA 3 Annuqayah diikuti juga seluruh guru dan staf TU. Baru setelah itu giliran siswa.

Di saat para siswa sedang antre memilih. Ada beberapa peserta pemilih yang cukup menarik perhatian, yaitu ikut berpartisipasinya para penjual makanan dan juga penjaga kantin yang ada di lingkungan Madaris III Annuqayah.

Mus’idah yang ditemui saat penghitungan suara menjelaskan bahwa para penjual itu sudah dianggap termasuk dalam warga atau keluarga besar SMA 3 Annuqayah sehingga juga diberi hak suara. “Seperti Buk Sa’, beliau sudah berjualan di sini lama sekali, sudah bertahun-tahun,” tambah Mus’idah.

Setelah penghitungan suara yang disaksikan oleh semua siswa dan calon ketua OSIS, akhirnya dari hasil perolehan suara, Asmaul Husna tepilih menjadi ketua OSIS menggantikan Chairun Nisa’ dengan suara yang diperoleh sebanyak 143 suara dari 193 pemilih. Semua surat suara dinyatakan sah.

Setelah penghitungan suara, acara dilanjutkan serah terima jabatan dari ketua OSIS periode 2013/2014 kepada Asmaul Husna untuk melanjutkan tugas dan juga menjalankan visi dan misi yang direncanakan.


27 Juni 2014

Membaca yang Menantang dan Ditantang

Lu’luil Maknun, XII IPS 1 SMA 3 Annuqayah

Membaca merupakan sebuah ‘kebutuhan’ yang tentunya tidak lepas dari keseharian kita, baik itu membaca buku, koran, majalah, atau membaca dalam artian yang lebih sederhana seperti membaca slogan di jalan, iklan, dan lain sebagainya. Membaca merupakan suatu pekerjaan yang dapat kita lakukan di mana saja dan kapan saja kita mau, di perpustakaan, di kantor, di jalan, dan lain sebagainya selama media yang mau kita baca itu ada. Namun pada umumnya, tempat yang identik dengan membaca adalah perpustakaan. Karena di perpustakaan seseorang bisa menemukan buku yang ia cari lalu membacanya.

Perpustakaan yang menjadi pusat kegiatan membaca di sekolah jarang sekali yang dapat menantang siswanya untuk gemar dan rajin membaca. Apalagi bagi siswa yang memang tidak memiliki kebiasaan membaca. Oleh sebab itu, perpustakaan di sekolah kebanyakan hanya menjadi sekedar formalitas yang dikunjungi siswa apabila mendapat tugas dari guru.

Lebih dari itu, dalam pengamatan saya selama sekolah SMA, ketika seorang siswa memasuki ruang perpustakaan buku bacaan yang dipilih oleh siswa mayoritas adalah buku-buku ‘berjiwa muda’ yang tentunya mereka sukai untuk dibaca, seperti novel, cerpen, yang berbau cinta, magis, yang bergaya alay sampai lebay. Yang mengherankan adalah bagaimana mereka bisa membaca buku (novel) yang rata-rata endingnya pasti sudah mereka ketahui?

Memilih bahan bacaan yang monoton, apalagi berupa bahan bacaan yang memiliki—katakanlah—tingkat manfaat yang minim tentu akan menimbulkan beberapa persoalan khususnya terhadap pembaca sendiri. Siswa yang cenderung selalu memilih bahan bacaan yang monoton secara tidak langsung akan membuat perbendaharaan mereka mengenai bacaan-bacaan yang berkualitas sedikit sekali.

Oleh karena itu dalam hal ini siswa perlu dibimbing untuk membaca bahan bacaan yang bermutu yang sekiranya bisa menambah perbendaharaan wawasan intelektual mereka. Misalnya buku-buku fiksi yang memang ditulis oleh pengarang terkenal dan juga terjamin kualitas karya-karyanya.

Pada akhir tahun ajaran 2013/2014, SMA 3 Annuqayah meluncurkan program baru di bidang literasi yang berupaya bukan hanya untuk ‘membimbing’ siswa membaca, tapi juga ‘menantang’ siswa dalam membaca. Di dalam program yang disebut “Tantangan Membaca” buku-buku yang ditawarkan (baca: ditantangkan) kepada siswa bukanlah sembarang buku yang dengan begitu saja ditawarkan kepada siswa, tapi dalam hal ini pihak sekolah masih melakukan verifikasi terhadap buku-buku yang sekiranya cocok, pantas, dan mudah dicerna untuk diberikan kepada siswa sebagai bahan bacaan. Bahkan pihak sekolah bukan hanya melakukan verikasi secara sepihak, melainkan terkadang juga meminta masukan dari orang-orang yang memang paham terhadap dunia bacaan, sehingga dengan begitu kecil sekali kemungkinan dalam program Tangan Membaca ini siswa mendapatkan buku yang kurang layak atau kurang pantas bagi siswa.

Di dalam “Tantangan Membaca”, selain dituntut untuk menyelesaikan lima buku dalam tempo satu bulan, siswa juga ditantang untuk merangkum sekaligus mempresentasikan hasil bacaannya secara terbatas. Dalam hal ini tentunya sudah terlihat sekali apa manfaat dari program Tantangan Membaca, yang selain ditantang untuk membaca ‘cepat’ siswa juga ditantang untuk berani membuat rangkuman dan juga berani untuk mempresentasikan.

Ketika melakukan sesi presentasi siswa akan dites melalui beberapa macam pertanyaan yang terkait dengan buku yang dipresentasikan, sehingga nantinya akan tampak kelihatan apakah siswa benar-benar membaca buku itu atau tidak, apakah siswa benar-benar memahami isi bahan bacaan dalam buku itu atau tidak.

Pertanyaan yang mungkin muncul dibenak pembaca adalah: apakah progam “Tantangan Membaca” ini nantinya tidak akan mengganggu perpustakaan yang memang sudah menjadi pusat bacaan di sekolah? Jawabannya tentu tidak. Pertama, yang perlu kita ingat adalah tujuan utama dalam program “Tantangan Membaca” ini yaitu untuk mengembangkan literasi yang ada di SMA 3 Annuqayah. Kedua, program “Tantangan Membaca” ini tidak akan mengganggu ‘waktu perpus’, karena waktu perpus hanya dibuka pada jam-jam sekolah, sedangkan “Tantangan Membaca” bukunya bisa dibawa ke rumah atau ke pondok masing-masing siswa untuk dibaca.

Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa “Tantangan Membaca” ini merupakan sebuah program yang dapat memancing adrenalin siswa di bidang literasi. Bagi mereka yang tidak terbiasa presentasi tentunya ini merupakan momentum yang memberikan mereka kesempatan untuk belajar bagaimana caranya memberikan penjelasan yang tepat dan baik. Selain itu, merangkum buku tentunya bukanlah hal yang mudah bagi mereka-mereka yang belum terbiasa. Namun rupanya di dalam “Tantangan Membaca” ini siswa harus belajar sekaligus terbiasa dengan kegiatan merangkum.

Selamat mencoba dan selamat ditantang ….!

29 Mei 2014

Informasi Penerimaan Siswa Baru SMA 3 Annuqayah Tahun Pelajaran 2014/2015


Lembar informasi Penerimaan Siswa Baru SMA 3 Annuqayah Tahun Pelajaran 2014/2015 bisa diunduh di tautan ini.

26 Mei 2014

Pembacaan Shalawat Menandai Berakhirnya Kegiatan OSIS

Jamilatur Rohma, XI IPS 2 SMA 3 Annuqayah

Guluk-Guluk­­­­—Pada hari Sabtu, 24 Mei 2014 diadakan penutupan aktivitas seluruh kegiatan kesiswaan yang dilaksanakan oleh OSIS SMA 3 Annuqayah pada tahun pelajaran 2013/2014. Penutupan aktivitas ini ditandai dengan pembacaan shalawat oleh siswa SMA 3 Annuqayah yang menjadi perwakilan dari kelas masing-masing. Pembacaan shalawat dilaksanakan setiap pagi dalam waktu sepekan.

Acara pembacaan shalawat ini dimulai sekitar pukul 07.00 WIB dengan durasi waktu yang diberikan kira-kira 15 menit. Adanya pembacaan Shalawat ini selain menandai berakhirnya semua kegiatan OSIS SMA 3 Annuqayah juga merupakan ajang dan kesempatan untuk setiap kelas untuk menunjukkan kreasinya.

Kelas XI IPA mendapat giliran pertama untuk menampilkan pembacaan shalawat. Dengan mengikutkan seluruh siswa kelas XI IPA, mereka memulai penampilannya di depan semua siswa yang menonton dengan menyanyikan satu qasidah. Pembacaan shalawat dipimpin oleh Siti Wahidah.

Setelah pembacaan shalawat, Waka Kesiswaan SMA 3 Annuqayah,  Mus’idah Amin, mengumumkan bahwa nanti akan ada pemenang untuk untuk pembacaan shalawat yang terbaik dan terkompak yang akan diumumkan pada waktu penyerahan rapor di akhir tahun pelajaran.

Selain itu, juga akan ada pengumuman kelas terbersih dan terjorok, dan kelas yang membaca ayat hirzi terkompak mulai pada semester kedua tahun pelajaran 2013/2014 ini.

24 Mei 2014

Tantangan Membaca untuk Siswa Pelosok Desa

Catatan dari Nurul Huda 2 Pakandangan Barat, Bluto, Sumenep


Habibullah Salman, guru SMA 3 Annuqayah, tinggal dan mengajar di Nurul Huda 2, Pakandangan Barat, Bluto, Sumenep

Selesai acara seminar literasi yang diadakan SMA 3 Annuqayah tanggal 24 April lalu, kami pulang setidaknya dengan dua hal penting. Tidak hanya penting tapi juga, bagi kami, terbilang baru. Dua hal tersebut adalah ide tentang Reading Challenge (tantangan membaca) dan sekardus buku yang sesak dengan 90 buku bacaan terbungkus plastik.

Ide dan buku ini bagi saya sangat berarti sekali. Sekardus buku itu adalah harta karun yang begitu mudah kami dapatkan sekaligus begitu kami butuhkan untuk menambah nutrisi perpustakaan kami yang hingga kini hanya berisi 160 buku lawas. Kami sangat berterima kasih kepada SMA 3 Annuqayah yang telah mengadakan acara seminar plus sedekah kardusan buku. Terus terang dengan minimnya dana yang kami miliki, sulit bagi kami untuk beli buku baru—apalagi sampai sekardus. Biasanya, kalau kami harus membeli buku, kami harus pergi ke Kampung Ilmu di Surabaya. Di sana kami bisa meminimalkan bujet dan memaksimalkan aset.

Ide tentang Reading Challenge yang dilontarkan Pak Satria Dharma, narasumber seminar literasi di SMA 3 Annuqayah yang juga ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI), sangat menarik minat siswa kami. Mereka sangat antusias untuk mengikuti tantangan tersebut. Tidak tanggung-tanggung, kami mematok 10 buku habis dibaca dan diulas dalam bentuk tulisan selama sebulan setengah saja. Untuk tingkat Madrasah Ibtidaiyah tidak perlu diulas dalam bentuk tulisan, cukup dengan lisan. Waktunya dari tanggal 1 Mei hingga 15 Juni. Padahal sejak tanggal 2 Juni hingga 15 Juni ada ujian semester plus hari remedi. Praktis selama setengah bulan itu mereka harus fokus pada ujian.

Entah apa yang ada di benak mereka. 12 hari setelah pengumuman, sudah ada 3 anak MI yang telah selesai menuntaskan tantangan. Sementara untuk tingkatan SMP dan MA, masing-masing siswa berhasil membaca dan mengulas tiga hingga empat buku. Subhanallah, padahal ini masih 12 hari. Setiap ulasan yang mereka tulis saya usahakan untuk diketik dan menempelkannya di papan pengumuman. Banyak siswa yang senang tulisannya ditampilkan. Siswa yang ulasannya belum ditampilkan kerap bertanya kapan giliran tulisan mereka bisa tampil juga.

Fenomena ini, bagi kami, sangat mengejutkan. Mereka adalah anak pelosok desa yang baru tahun ini memiliki bahan pustaka tanpa gedung perpustakaan. Buku-buku yang ada sekarang diletakkan di etalase kantin bersebelahan dengan tumpukan kerupuk dan pentol.

Alasan awal mengapa harus ada bahan pustaka di sekolah kami sebenarnya sangat sederhana, yaitu agar anak tetap di sekolah ketika guru tidak masuk. Sebelum ada bahan buku, mereka keluar kelas main petak umpet, kejar-kejaran, sehingga kadang mengganggu kelas lain. Kadang juga mereka diam duduk ngerumpi. Bahkan, karena rumah mereka dekat dengan sekolah, kadang mereka pulang.

Siswa bermain di luar kelas ketika jam masuk kelihatannya kurak enak dipandang. Diputuskanlah untuk membeli buku yang sekiranya menarik minat mereka. Jadi, adanya perpustakaan di sekolah kami tidak lahir dari pandangan ilmiah bahwa perpustakaan adalah jantung sekolah, buku adalah jendela dunia, sekarang zaman informasi dan buku merupakan salah satu syarat menciptakan kemajuan. Bukan itu. Adanya perpustakaan di sekolah kami hanya karena gurunya sering tidak ada.

Karena itulah kami tidak memilih dan memilah buku yang boleh dibaca dan tidak. Yang penting buku itu menarik dan murah, kami beli. Kami juga tidak berharap akan lahir kutu buku sebagaimana kami tidak merancang bahwa mereka akan membaca secara permanen, dalam arti bahwa baik ada guru atau tidak mereka tetap membaca buku.

Bahwa mereka bisa membawa buku ke rumah dan membacanya di waktu luang yang mereka miliki, itu di luar bayangan kami semula. Tetapi apa yang mereka lakukan sekarang sungguh melebihi kesederhanaan harapan kami dan melampaui yang bisa kami bayangkan.

Setiap hari, tantangan membaca ini mengubah rutinitas kehidupan mereka. Nyaris setiap siswa yang masuk kelas tidak hanya membawa buku pelajaran tanpa diselipkan buku bacaan yang mereka pinjam di perpustakaan. Ketika jam istirahat, ada suasana berbeda. Beberapa siswa terlihat khusuk membaca buku di emperan sekolah. Jikalau mereka bermain, di samping mereka ada buku.

Beberapa hari yang lalu, keponakan saya bikin saya haru. Dia membawa buku yang diselipkan di tas ibunya yang hendak melayat. Keponakan saya masih kelas 3 MI. Ketika tulisan ini dibuat dia sudah membaca 9 dari 10 buku yang dilombakan.

Bagi saya, sekali lagi, hal demikian benar-benar luar biasa. Ini tidak hanya dilihat dari lompatan daya baca mereka yang quantum; dari siswa yang jarang baca langsung doyan baca 10 buku dalam jangka sesingkat itu, namun juga dari ketebalan buku yang "terpaksa” kami sediakan. Kami bilang  "terpaksa" karena ketebalan bukunya bagi pembaca pemula terasa berat, terutama tingkat SMP dan Madrasah Aliyah. Kisaran bukunya adalah 150 halaman hingga 370 halaman. Kami terpaksa menyediakan buku setebal itu karena itulah buku yang ada dan baru (yang 90 persen pemberian Diva Press via SMA 3 Annuqayah). Sekitar ada 16 judul dengan 42 eksemplar.

Itu masih mending, untuk tingkat MI kami hanya punya 9 judul buku dengan 9 eksemplar. Jadi kurang satu. Terpaksa kami mengambil satu buku lawas yang kemungkinan besar sudah mereka baca, untuk menggenapi 10.

Bagi mereka yang berhasil menyelesaikan tantangan ini, kami berjanji untuk memberikan sertifikat, medali, dan juga buku. Ketika kami ditanya tentang buku apa yang akan diberikan, apakah buku tulis atau buku bacaan, kami hanya bilang, "Lihat saja nanti." Kami menduga mereka sangat berharap diberi buku bacaan karena nilainya yang lebih istimewa daripada buku tulis yang sudah biasa mereka punya. Tapi kami juga harus melihat bujet yang sebenarnya sangat tipis sehingga kami belum memastikan buku yang akan kami berikan sebagai hadiah buat mereka.

Kami juga bilang kepada mereka bahwa membaca buku pasti bikin orang pintar walaupun mereka tidak sekolah atau sekolah di mana pun saja. Sekolah belum tentu bikin pintar, terutama jika gurunya sering tidak masuk—apalagi jika mereka tidak pernah baca buku. Alangkah hebatnya jika ada anak yang bersekolah dan rajin baca buku. Mereka akan jadi manusia luar biasa.

Kami yakin, tantangan membaca ini adalah langkah awal yang patut kami syukuri, meskipun memang tidak semua siswa senang bersemangat membaca buku, walaupun hanya sebagian yang senang baca buku. Ini langkah awal yang tidak menutup kemungkinan akan jadi wabah literasi yang menulari siswa lain. Sebagian saja dari mereka yang rajin baca buku sudah cukup membuat kami bahagia.

Kami, setelah melihat semangat baca mereka, tidak lagi melihat adanya bahan pustaka dengan tujuan sederhana. Visi kami sudah lebih tinggi lagi. Kami berencana akan membukukan ulasan buku yang telah mereka buat. Mereka senang mendengar rencana kami tersebut. Meminjam bahasa Pak Dardiri, salah satu narasumber dalam seminar literasi  di SMA 3 Annuqayah, lewat buku kami hendak merawat mimpi-mimpi siswa kami yang tentu sama tingginya dengan siswa yang bersekolah di kota.

Biarlah mereka sekarang tinggal di pelosok desa. Kami yakin dengan buku yang sering mereka baca, pikiran mereka akan menjelajahi dunia bersama mimpi tinggi mereka yang semakin lama mendekati kenyataan. Kami lihat mimpi mereka sudah bermekaran. Kuncup bunganya terlihat indah sejak mereka memupuknya dengan buku-buku.