31 Maret 2009

Tim Sampah Plastik Rame-Rame Membersihkan Markas Proyek


Siti Nujaimatur Ruqayyah, siswa XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Data & Dokumentasi Tim Sampah Plastik School Climate Challenge Competition British Council

GULUK-GULUK–Setelah renovasi markas proyek Tim School Climate Challenge Competition British Council selesai, tim sampah plastik SMA 3 Annuqayah bahu-membahu membersihkan markas tersebut, pada hari Ahad sore (29/3) kemarin. Mereka sudah tak sabar ingin segera menempati markasnya agar bisa memproduksi tas dan semacamnya berbahan sampah plastik. Anggota tim PSG yang berjumlah lima orang itu mulai bekerja pada pukul 14.15 WIB. Selain anggota tim, Pak Maqbul, salah seorang tetangga sekolah yang turut membantu merenovasi markas Proyek itu juga sempat bergabung dalam kerja bakti itu.
Kerja bakti dimulai. Debu-debu beterbangan. Mereka harus menggunakan kerudung yang dipakainya untuk menutup hidung, kalau tidak tentunya mereka akan terbatuk-batuk dan kesulitan untuk bernafas karena debu.
Ruangan markas berukuran 3,5 meter persegi itu telah selesai dibersihkan. Selanjutnya mereka beralih pada halaman markas yang terdapat gundukan tanah. Mereka menggunakan cangkul untuk meratakan gundukan tanah tersebut. Itu adalah suatu pekerjaan yang mereka anggap tidak memberatkan. Bahkan menjadi sangat menyenangkan. Gelak tawa tetap terdengar begitu riuh. Seperti yang dikatakan oleh Sulhatus Sayyidah, siswi kelas XI IPA, bahwa dengan pekerjaan semacam ini ia dapat merasakan betapa payahnya menjadi seorang petani yang tiap hari mencangkul di sawah. “ Kalau bukan sekarang kapan lagi? Kita kan tidak mahu jadi calon petani,” tambahnya seraya tertawa terpingkal-pingkal memperlihatkan khas tertawanya.
Tak lama kemudian saat mereka lagi asyik-asyiknya bekerja, Moh. Ya’kub, S.E., Kepala SMA 3 Annuqayah, menghampiri mereka. Senyuman yang biasa dia tebarkan mampu menambah semangat mereka, kendatipun dia tidak ikut serta dalam kerja bakti itu. Begitu pula M. Mushthafa, tim pendamping proyek sampah plastik, juga sempat melihat-lihat sebentar, meski tidak bisa membantu dikarenakan kesehatannya yang kurang membaik.
Selang beberapa waktu gundukan tanah itu sudah semakin merata. Jadi mereka memilih untuk beristirahat saja. Apalagi keadaan sudah tidak bisa diajak kompromi. Sore itu hujan mulai turun. Sakit pinggang pun yang sedari tadi tidak dihiraukan sudah mulai mereka rasakan. Tapi saat hujan mulai reda, mereka tak mau melanjutkan kerja bakti kembali. Lelah yang mereka rasakan sudah tak dapat ditahan lagi. Waktu juga sudah tak memungkinkan. Kewajiban untuk shalat Ashar juga belum dilaksanakan. Mereka hanya menyempatkan diri untuk menggelar alas untuk markas tersebut. Kemudian mereka sepakat agar kerja bakti itu diakhiri saja, tepat pukul 16.40 WIB. Mereka ingin cepat-cepat mandi dan segera beristirahat.

29 Maret 2009

OSIS SMA 3 Annuqayah Gelar Pembacaan Fragmen dan Nonton Bareng Film Laskar Pelangi


Siti Nujaimatur Ruqayyah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah

GULUK-GULUK—Kamis malam (26/3) kemarin, OSIS SMA 3 Annuqayah mengadakan acara “Pembacaan Fragmen Laskar Pelangi dan Nonton Bareng Film Laskar Pelangi”. Acara yang bertempat di lapangan SMA 3 Annuqayah itu dihadiri oleh lebih 300 siswi Madaris 3 Annuqayah, 30 guru, beberapa Kepala Sekolah di lingkungan Annuqayah, 16 undangan OSIS, dan selebihnya 20 alumni MTs 3 dan SMA 3 Annuqayah.
Acara tersebut sebenarnya telah direncanakan akan diadakan pada tanggal 6 Maret lalu, tepat sehari sebelum liburan Maulid, tetapi gagal terlaksana karena rilis DVD Laskar Pelangi ditunda.
Setelah beberapa kali sempat tak jelas karena rilis DVD Laskar Pelangi yang tertunda hingga dua kali, akhirnya panitia memastikan akan melaksanakan acara ini pada Kamis malam tanggal 26 Maret setelah pada hari Selasa 24 Maret panitia berhasil mendapatkan DVD-nya tepat di hari pertama rilis DVD Laskar Pelangi tersebut.
Begitu dipastikan, panitia bekerja cepat mempersiapkan acara. Persiapan yang cuma sekitar 2 hari itu cukup menguras tenaga.
Kamis malam, saat adzan Maghrib berkumandang, perasaan cemas menggerogoti panitia karena perangkat layar, LCD proyektor, dan Sound System belum siap di tempat acara. Untung saja, tak sampai waktu Isya’ perangkat itu pun datang dan dipasang. Akhirnya Tuhan telah memeluk mimpi mereka.
Undangan dan siswi berduyun-duyun berdatangan. Siswi yang datang terlebih dahulu, terutama anak MI, buru-buru mengambil tempat duduk di halaman yang telah disediakan terpal oleh panitia, berebutan berada di posisi paling depan. Berhubung pesertanya bukan hanya siswi Madaris 3 Annuqayah, terpal yang disediakan panitia tak cukup untuk menampung mereka. Panitia masih harus mencari tikar lagi.
Para undangan putra, yakni guru Madaris 3 Annuqayah dan utusan dari beberapa sekolah di lingkungan Annuqayah, bertempat di depan Laboratorium IPA, dan undangan putri di depan kantor OSIS MTs. Sementara undangan OSIS di belakang kelas 3 MI, yakni di baris belakang penonton dengan kursi dan meja khusus. Tak semua undangan guru hadir, karena pada saat yang sama MA 1 Annuqayah Putra sedang melangsungkan Maulid Nabi.
Acara yang dimulai tepat pada pukul 20.10 WIB itu berlangsung begitu hangat. Acara benar-benar meriah, saat Paramarta (Paduan Suara Madaris 3) tampil menyanyikan himne dan mars Madaris 3 Annuqayah sebelum acara inti dimulai.
Sebelum pemutaran film yang dimulai tepat pukul 21.00 WIB, Siti Nujaimatur Ruqayyah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah membacakan fragmen novel Laskar Pelangi sekitar 15 menit. Pembacaan fragmen kali ini diiringi dengan visual khusus yang disorotkan ke layar dan dengan iringan musik.
Acara yang dilaksanakan oleh OSIS SMA 3 ini benar-benar meriah. Baru pertama kali acara pembacaan fragmen dan nonton bareng seperti ini diselenggarakan di Annuqayah pada khususnya.
Ummul Karimah, Ketua OSIS SMA 3 Annuqayah, dalam sambutannya menyampaikan agar acara ini benar-benar disimak dengan sebaik-baiknya oleh seluruh penonton. “Mungkin kita bisa memetik hikmah yang terkandung di dalamnya,” lanjutnya.

28 Maret 2009

Penampilan Siswi Semarakkan Maulid Nabi MI 3 Annuqayah


Muhammad-Affan, Waka Kesiswaan MI 3 Annuqayah, Guru SMA 3 Annuqayah

GULUK-GULUK—Pada hari Jum’at, 27 Maret 2009, Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah melaksanakan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Peringatan Maulid Nabi Muhammad ini merupakan seremoni tahunan di lingkungan Madaris 3 Annuqayah. Meski agak terlambat, acara berlangsung sangat meriah.
Acara tersebut dihadiri oleh seluruh siswi MI 3 Annuqayah, para guru MI 3, dan perwakilan dari satuan pendidikan di lingkungan Madaris 3 Annuqayah. Adapun kepanitiaan sekaligus pembimbing untuk persiapan acara tersebut melibatkan para fasilitator Sanggar Pelangi dan KBMI (Kelompok Belajar MI 3 Annuqayah): Khafiyatul Jannah (fasilitator Sanggar Pelangi MI 3 Annuqayah), Mega Eka Suciyanti (fasilitator Sanggar Pelangi MI 3 Annuqayah dan KBMI), Siti Mailah (fasilitator Sanggar Pelangi), Fatimatuzzahrah (fasilitator Sanggar Pelangi), dan Irul Nur Jannah (volunteer dari XI IPA SMA 3 Annuqayah).
Untuk kali ini MI 3 Annuqayah mengundang Kiai Luqman El Hakim sebagai penceramah. Menariknya, dia dengan sangat lincah mampu mengaitkan cerita keteladanan Nabi Muhammad dengan dunia anak-anak. Ceramahnya yang sangat renyah mudah dicerna oleh anak-anak. Hal tersebut tidak terlepas dari pergulatan beliau selama ini dengan “dunia anak” di TK dan MI Nurul Islam, Sumber Pinang. Selama ceramah berlangsung, siswi-siswi MI 3 Annuqayah menyimaknya dengan sangat antusias.
Acara ditutup dengan penampilan-penampilan, nasyid, shalawat, dan musikalisasi puisi dari komunitas Sanggar Pelangi Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah. Penampilan ini sangat meriah dan menarik, dan dapat menjadi ajang unjuk kreasi para siswi yang selama ini telah beraktivitas rutin mingguan di Sanggar Pelangi.

Berita terkait:
Sanggar Pelangi MI 3 Annuqayah Adakan Tadabur Alam

27 Maret 2009

Manisnya Gula Merah Tak Semanis Nasib Petani Siwalan


Ekatur Rahmah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Riset Data dan Dokumentasi Tim Gula Merah School Climate Challenge Competition British Council

Brumbung adalah satu kawasan di desa Aeng Panas Pragaan yang banyak ditumbuhi pohon siwalan. Menurut penduduk di sana, setiap penduduk rata-rata memiliki sekitar 20 pohon siwalan, sehingga di kawasan ini banyak sekali pohon siwalan.
Salah satu pemilik pohon siwalan di situ adalah Bapak Halik yang lebih dikenal dengan panggilan Pak Hayati. Petani siwalan yang berusia lebih lima puluh tahun ini menggeluti pekerjaannya dengan tekun. Dia tidak pernah merasakan bangku pendidikan, karena sejak remaja ia telah menekuni dunia siwalan.
Pada saat musim kemarau ia dapat memgambil nira pada tiga puluh pohon siwalan, tapi saat musim penghujan fungsi pohon siwalan biasanya berkurang sehingga hanya 20 pohon yang bisa dimanfaatkan oleh Bapak Halik. Biasanya Bapak Halik mengambil air nira dua kali sehari. Setelah subuh ia bersiap-siap dengan peralatannya menyusuri jalan setapak menuju pohon siwalan melawan dinginnya pagi demi mengantongi uang Rp.5.000,- hingga Rp.7.000,-. Sementara Bapak Halik berangkat mengambil air nira, di rumah Ibu Halik mengumpulkan kayu untuk bahan bakar pembuatan gula merah sambil menyiapkan sarapan untuk keluarganya.
Dari keluarga Pak Halik, kami tim gula merah banyak memperoleh informasi seputar umur pohon siwalan, peralatan yang digunakan untuk mengambil air nira, serta proses pembuatan gula merah dari air nira sampai jadi gula merah.
Adapun peralatan untuk mengambil air nira antara lain: timba yang terbuat dari daun lontar untuk tempat air nira, laro (kulit pohon kesambi) yang digunakan untuk meningkatkan kualitas, alat pengapit terbuat dari kayu yang digunakan ketika proses pengapitan. Selain pengenalan alat-alat, Pak Halik memberi tahu kami bahwa sebelum air nira diambil, harus melalui proses ekaremo (pengapitan) setiap tiga hari sampai satu minggu baru setelah itu air nira dapat diambil.
Pak Halik yang malang, meskipun sudah melalui kerja keras yang melelahkan, ternyata hasil dari penjualan gula merahnya tak mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya, sehingga terkadang dengan terpaksa ia menjual pohon siwalannya untuk menambah penghasilan.
Dengan air nira di tangan Pak Halik kembali ke rumah. Saat itu jam menunjukkan pukul 09.00 pagi. Ibu Halik yang sudah menyiapkan kayu bakar sebelumnya langsung menuang air nira yang diperoleh Pak Halik pada kuali besar yang biasa digunakan untuk memasak gula merah.
Ketika rombongan tim kami sampai di kediaman pak Halik, kami disambut hangat oleh keluarga pak Halik dengan jamuan khas petani siwalan yaitu air nira hangat. Setelah kami mengobrol sebentar dengan Pak Halik dan juragan gula yang sering memborong gula merah keluarga Pak Halik, kami pun memulai wawancara.
Dari hasil wawancara dengan Pak Halik, diperoleh informasi bahwa dalam sehari Pak Halik dapat memperolah sekitar tiga kilogram gula. Karena gula merah tergantung pada seberapa banyak hasil nira yang didapat, maka sebenarnya sulit dipastikan seberapa banyak gula yang didapat per hari.
Saat kami menanyakan alasan penebangan pohon siwalan, ia menjawab, “Sebenarnya kami tidak mau menebang pohon siwalan di sekitar sini, tapi karena desakan ekonomi, kami terpaksa melakukan penebangan.”
“Setelah petani melakukan penebangan, apakah ada penanaman kembali dari pihak petani, Pak?” tanya Ibu Mus’idah yang mendampingi kami saat itu. “Kalau penanaman kembali belum ada, karena mayoritas pohon siwalan itu tumbuh dari buah yang jatuh, lalu menjadi bibit baru. Kami sendiri jarang melakukan penanaman kembali, karena terlalu sibuk, sedangkan remaja-remaja sekitar sini sudah mulai tidak peduli dengan pohon siwalan, yah… namanya juga anak muda,” jawabnya.
Usai wawancara dengan Pak Halik, kami melihat Ibu Halik membuat gula merah. Sesekali kami membantu. Saat proses pembuatan gula merah, ada salah satu anggota tim nyeletuk, “Buat gula merah itu susah ya? Mending ntar aku yang bantu makan aja deh.” Kami pun sontak tertawa, setelah dua jam kemudian akhirnya gula merah pun jadi.
Bersama Ibu Halik kami memperoleh banyak pengalaman, dari betapa susahnya membuat gula merah dan dan pahitnya kehidupan petani siwalan.

25 Maret 2009

Siswa SMA 3 Annuqayah Belajar Lapangan tentang Gula Merah dan Jubedhe


Ummul Karimah, siswa XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Sosialiasi dan Promosi Tim Gula Merah School Climate Challenge Competition British Council

GULUK-GULUK—Tim Gula Merah Pohon Siwalan SMA 3 Annuqayah untuk Lomba School Climate Challenge British Council melakukan riset data tentang kemelut pangan gula merah ke bumi Cecce’ Laok Pragaan Sumenep Selasa (24/03) kemarin. Sejatinya tim yang berjumlah 5 siswa dan 2 guru itu berangkat dengan persiapan yang minim, tetapi karena sudah tertunda beberapa kali maka akhirnya mereka berangkat juga.

“Kalau ditunda-tunda terus maka ke belakang kita akan sulit mendapatkan waktu. Bukan mudah mendapatkan nira untuk praktik membuat gula merah, apalagi saat hujan masih sering turut seperti saat ini,” kata Syaiful Bahri, guru pembimbing tim tersebut. Menurut Syaiful, tanpa persiapan pun yang sempurna pun mereka tetap akan bisa melakukan riset di lapangan.

Memang dua hari sebelumnya tim riset telah mengadakan pertemuan. Namun karena mereka belum tahu pasti kapan akan berangkat terjun ke lapangan maka mereka hanya menyiapkan pelajaran untuk penguatan kapasitas saja. Ekatur Rahmah, salah satu anggota tim, mengatakan bahwa ia dengan timnya hanya mengkliping data dan merancang jadwal secara terperinci. Baginya ini merupakan tantangan yang harus ia terjang dengan sukses. “Kami pasti bisa,” tambahnya.

Rombongan berangkat sekitar pukul 10.00 WIB dari sekolah. Dalam waktu setengah jam mereka sampai di tempat tujuan. Mereka disambut dengan senyum lebar oleh Halik, petani gula merah yang menjadi tempat riset kali ini. Kemudian kami disambut dengan nira hangat yang mengusir dahaga.

Alhamdulillah interview berlangsung sukses. Pak Halik dan anaknya yang bernama Hayati itu begitu semangat dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh 2 anggota tim bagian riset data dan dokumentasi. “Mon ghi’ badah se ta’ jelas dhulih tanyaagi, Bhing! Ma’le pas tontas (kalau masih ada yang tak jelas, cepat tanyakan Nak! Agar tuntas),” kata pak Halik dengan logat bumi Cecce’-nya yang khas.

Setelah acara interview selesai, Pak Halik mempraktikkan secara detail cara mengambil nira sampai proses pengolahan selesai. Bahkan ia juga memperkenalkan seluruh nama alat-alat untuk menghasilkan nira.

Ada satu pertanyaan yang membuat semua haru. Yaitu mengenai proses penjualan di pasar. Bila Bu Hayati menjual gula merahnya di pasar, maka harganya berkisar antara Rp 3.500,- atau kadang bila mujur Rp 7.500,-. Namun yang mujur itu jarang mereka peroleh. Belum lagi ketika para pembeli melontarkan tawarannya. Mus’idah, guru pembimbing tim, mengatakan bahwa yang demikian itu membuatnya prihatin. “Bila dibandingkan dengan nilai kerja Bu Hayati sungguh tidak sesuai dengan nilai nominal yang diperoleh,” Mus’idah menambahkan. Tim berpamitan, Bu Hayati mempersilakan kepada mereka untuk membawa gula merah yang mereka buat sendiri saat praktik.

Acara berlangsung tak hanya di situ. Kemudian tim melanjutkan perjalanan yang kedua yaitu ke Desa Karduluk untuk mempelajari cara membuat jubedhe—makanan ringan berbahan gula merah. Hanya sebentar saja tim telah bisa mempraktikkan cara membuat “kurma madura” itu. Jadi acara yang kedua ini tidak berlangsung lama. “Kok hanya sebentar, Nak,” Bu Zainab selaku juragan jubedhe menunjukkan raut wajah yang seakan-akan masih ingin berlama-lama dengan Tim Gula Merah. Namun karena tim masih mempunyai agenda lain, jadi mereka melanjutkan perjalanan pulang. Rombongan tim tiba di Sabajarin pada pukul 14.00 WIB.

Sosialisasi Bahaya Sampah Plastik


Khazinah, siswi XII IPS SMA 3 Annuqayah, Koordinator Produksi dan Distribusi Tim Sampah Plastik School Climate Challenge Competition British Council

Senin, 23 Maret 2009. Treet….. Tepat pukul 09.00 WIB suara bel istirahat pertama berdering memasuki semua celah di SMA 3 Annuqayah. Siswi menghambur keluar kelas, dan saat itu juga Tim Inti Sampah Plastik dan Tim Pendukung berkumpul, mempersiapkan aksi sosialisasi pada tiap-tiap kelas di lingkungan Madaris 3, mulai dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan SMA. Tim inti dan tim bayangan sampah plastik yang berjumlah delapan siswi akan dibagi menjadi empat kelompok dan pada setiap kelompok harus terdiri dari Tim Inti dan Tim Pendukung.
Tepat pukul 09.30 WIB semua kelompok sudah siap bersosialisasi. Semua kelompok menuju sebelah barat Perpustakan Madaris 3 untuk mengambil kardus bekas yang akan dibagikan pada setiap kelas untuk dijadikan tempat sampah plastik. Semua kelompok memasuki kelas-kelas yang sudah mereka bagi sebelumnya.
Tim memulai dari tingkat MI. Saat memasuki kelas satu MI, sepertinya mereka agak kesulitan untuk menjelaskan bahaya sampah plastik kepada anak-anak di kelas itu. Namun kesulitan tersebut tidak berlangsung lama karena sambutan dan respons siswi MI memberikan ide bagi anggota tim. Mereka mulai menceritakan tentang banjir yang diakibatkan oleh tumpukan sampah plastik dan pembuangan sampah plastik yang sembarangan.
Setelah itu mereka mensosialisasikan tata cara membuka bungkus snack yang baik, agar sampahnya masih bisa dimanfaatkan dengan mudah. ”Kalau membuka bungkus snack, pelan-pelan ya.. Bisa dibuka di ujung atas atau di ujung bawah bungkus snack,” ujar Uswatun Hasanah yang sedang bersosialisasi di kelas satu MI sembari memegang bungkus snack. Setelah itu mereka langsung menyerahkan kardus yang akan dijadikan tempat sampah plastik pada tiap kelas. Salah satu siswi kelas satu MI berjanji tidak akan membuang sampah sembarangan setelah mendengar cerita tentang banjir sembari meletakkan bungkus snack ke kardus yang telah disediakan.
Lain halnya yang dialami Zulhatus Sayyidah yang sedang bersosialisasi di kelas enam MI. Berbagai pertanyaan muncul dari beberapa siswi. Mereka menanyakan tentang pemanasan global hingga yang berkaitan dengan sampah plastik. Alhamdililah Zulhatus Sayyidah memberikan jawaban yang jelas dan memberikan rasa puas bagi siswi kelas enam MI.
Kira-kira pukul 10.00 WIB semua telah selesai. Tim inti dan tim bayangan berkumpul kembali di depan perpustakaan menceritakan tentang pengalaman mereka masing-masing sekaligus melepas lelah.
“Sepertinya saya ingin bersosialisasi lagi,” ujar Muflihah, siswi kelas XB SMA 3 Annuqayah yang merupakan anggota Tim Pendukung proyek Sampah Plastik sambil tersenyum penuh semangat.

***

Sulhatus Sayyidah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Desain Tim Sampah Plastik School Climate Challenge Competition British Council

Seusai upacara bendera Senin 23 Maret kemarin, siswi serentak membubarkan barisan dan menyerbu kelas masing-masing. Ada pula yang langsung menuju kantin atau menunggui teman yang pingsan. Tak lama berselang, jam mata pelajaran pun dimulai.
“Tet…,” bel tanda istirahat berdering. Empat anggota Tim Inti Proyek Sampah School Climate Challenge beserta tim pendukung segera berkumpul di depan kelas XI IPA untuk membicarakan tentang sosialisasi bahaya sampah plastik yang akan dilaksanakan pada hari itu juga. Tim juga menyegarkan kembali alur yang akan disampaikan dalam sosialisasi. Disepakati bahwa setiap anggota tim inti akan menggandeng satu orang tim pendukung untuk bersosialisasi di enam belas kelas di lingkungan Madaris 3 Annuqayah. Adapun pembagian kelas-kelasnya:
Khazinah dan Uswatun Hasanah: I MI, VI MI, VII MTs, XA SMA;
Irul Nurjannah dan Habibah : II MI, UX B MTs, XI B SMA, XII IPA;
Siti Nujaimatur Ruqayyah dan Fitriyah : III MI, VIII MTs, XI IPS, XII IPS;
Sulhatus Sayyidah dan Muflihah : IV MI, V MI, IX A MTs, XI IPA SMA
“Selamat dan semoga tugas-tugas kita berjalan dengan lancar, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” demikian Khazinah menutup pertemuan dengan doa dan salam. Karena bel tanda pelajaran belum berdering, maka kami langsung meluncur menuju setiap kelas yang telah disepakati dengan menbawa kardus yang akan dibagikan pada setiap kelas.
Akan tetapi tugas-tugas tersebut tidak terselesaikan hari itu juga karena ada beberapa halangan. Maka kami memutuskan untuk melanjutkannya di hari Selasa pada jam istirahat pertama.

22 Maret 2009

Sesobek Catatan tentang Saya, Sampah Plastik, dan Arti Persahabatan

Ummul Karimah, siswa XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Sosialiasi dan Promosi Tim Gula Merah School Climate Challenge Competition British Council

Jum’at (20/03/2009) kemarin siang adalah hari menyenangkan sekaligus melelahkan. Saya bersama teman-teman PSG memulung sampah di TPA Annuqayah (Taman Kodok) dan TPA Al-Amir. Sungguh begitu indah kebersamaan. Mengingatkan saya pada tahun lalu, 22 April 2008. Hari itu saya dengan teman-teman PSG juga aksi seperti kemarin. Bedanya, dulu kami dibagi menjadi 4 kelompok, sedangkan sekarang karena anggotanya hanya berjumlah 32 maka dibagi menjadi 2 kelompok.
Kami datang untuk menyelamatkan alam. Bila dipikir-pikir, rasanya apa yang kami lakukan memang amat kecil. Tapi bila saya harus memberi harga maka tak dapat saya tentukan nominalnya karena yang besar itu berasal dari yang kecil. Semoga yang kami lakukan itu dapat membantu alam yang sekarang sedang menjerit kepanasan.
Ketika sampah yang kami kumpulkan sudah banyak dan kelompok Al-Amir telah datang bergabung ke TPA Taman Kodok, tentunya kami juga sudah lelah. Lalu kami berpose besama dengan 4 pembimbing. Tempatnya di tengah-tengah lokasi TPA. Momen ini adalah momen yang dapat membuat saya mengenang kisah PSG apabila kelak ketika saya tua saya dapat memandangi hasil cetakan fotonya. Momen yang memang cocok untuk diabadikan. Pemulung yang berdiri di atas sampah dan mendongak menghadap langit. Begitu gagah dan penuh harap akan kedamaian alam yang benar-benar tenteram. Bila diumpamakan seperti Hari Nyepi. Tak ada polusi. Pohon menghirup CO2 dan manusia menghirup O2. Proses valid yang justru kini terbalik karena ulah manusia.
Dalam perjalanan pulang kami melewati batu-batu licin tanjakan curam di sebelah timur TPA. Ada yang menjerit hampir jatuh, ada yang tertawa, dan ada pula yang melinangkan air mata haru akan kisah alam yang begitu mengenaskan. Seharusnya memang haru karena alam adalah sahabat dalam suka duka kita.
Sejenak kami beristirahat melepas lelah, menghilangkan dahaga dengan meminum es gula merah campur kacang ijo. Bersama kami kembali tertawa saling pandang.
Setelah penat berhasil kami usir, maka kami kembali aksi mencuci tumpukan sampah-sampah plastik itu ke kali. Dekat dengan sekolah kami. Rasa lelah yang saya rasa telah hilang mengalir bersama arus di kali itu. Suasana menjadi ramai seperti pasar. Kami main percik-percikan air. Menyenangkan. Seperti kembali pada masa Taman Kanak-Kanak lagi. Sekaranglah kesempatan saya untuk kembali bermain-main melepas semua permasalahan hidup.
Acara ini benar-benar melahirkan berjuta manfaat.
Sesuatu yang kami lakukan setelah itu adalah memenuhi panggilan jiwa yaitu makan bersama. Dari tadi pagi perut saya terus mendendangkan lagu bersyair lapar. Ya, karena paginya saya hanya sarapan mi instan.
Kebersamaan pada saat acara makan bersama berlangsung membuat hati saya tersentuh. Lalu bisikan-bisikan halus mengatakan bahwa saya tak rela jika harus berpisah dengan mereka. Mata yang bening dan indah memancarkan arti persahabatan yang tulus. Tawa yang menggemaskan menumbuhkan inspirasi baru. Merekalah sumber inspirasi saya. Bagaimana bila saya harus berpisah dengan mereka.
Ah. Saya tak boleh hanya memikirkan ini saja.
Karena tenaga telah kembali penuh, maka kami bergegas melanjutkan pekerjaan selanjutnya, yaitu proses penjemuran. Sampah plastik yang sudah kami cuci tadi kini akan dijemur dengan dijahit menggunakan benang. Dalam proses ini saya bersama kawan bernyanyi-nyanyi santai sambil membunuh sepi. Hampir tuntaslah pekerjaan kami, namun kisah ini akan saya abadikan dalam setiap goresan pena perjalanan hidup saya. Selamanya.

Pemulung Sampah Gaul Kembali Aksi Memulung


Siti Nujaimatur Ruqayyah, siswa XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Data & Dokumentasi Tim Sampah Plastik School Climate Challenge Competition British Council

GULUK-GULUK— Tim PSG (Pemulung Sampah Gaul) SMA 3 Annuqayah kembali beraksi memulung sampah-sampah di TPA umum atau yang biasa disebut Taman Kodok dan di TPA kawasan PPA Al-Amir pada hari Jum’at (20/3) kemarin. Sejatinya, kegiatan ini adalah salah satu program proyek PSG dalam mengikuti Lomba School Climate Challenge yang diselenggarakan oleh British Council. Berbeda dengan sebelumnya, peserta aksi memulung kali ini bukan hanya anggota PSG. Selain siswa SMA 3 Annuqayah, aksi ini juga diikuti oleh siswa MTs 3 Annuqayah.
Sekitar pukul 06.45 WIB, para peserta berkumpul di lingkungan Madaris 3 Annuqayah. Peserta terdiri dari 32 orang, meliputi 27 siswa dan 5 orang pendamping. Para pendamping aksi itu kali ini adalah: M. Mushthafa (fasilitator tim PSG), Mus’idah Amien (Pembina OSIS SMA 3 Annuqayah), Nurul Qamariyah, Mamluatul Bariroh, dan Khafiyatul Jannah (ketiganya adalah pengurus PPA Karang Jati Putri).
Sesuai dengan jumlah TPA yang menjadi tempat aksi, para peserta dibagi menjadi dua kelompok. 11 siswa yang didampingi oleh Mus’idah Amien dan Mamluatul Bariroh beraksi di TPA Al-Amir, dan 16 siswa lainnya memulung di TPA Taman Kodok dengan pendamping Nurul Qamariyah dan Khafiatul Jannah. Sedangkan M. Mushthafa mengkoordinasi dua kelompok tersebut.
Sebelum berangkat, peserta berkumpul di halaman SMA 3 Annuqayah untuk mendapatkan arahan dari tim koordinator. “Bagaimana apakah semuanya sudah siap?” sapa Irul Nur Jannah, salah satu tim inti proyek PSG memulai pengarahan. “Siap!” jawab mereka serentak. Rupanya itu adalah cara Irul untuk membakar semangat mereka. “Baiklah, kalau begitu ayo kita awali kegiatan ini dengan berdoa bersama,” lanjutnya. Kemudian tepat pukul 07.00 WIB WIB setelah selesai berdoa dan pengarahan, peserta aksi berangkat berbondong-bondong menuju dua TPA tersebut.
Aksi memulung dimulai. Entah apa karena sudah lama tak beraksi, saat melihat sampah-sampah berserakan, mereka langsung berlomba-lomba, saling berebut dan berusaha menjadi orang yang paling banyak memperoleh sampah. Mereka seperti menemukan harta karun yang sangat berharga. Ini terjadi di kedua TPA tersebut.
Sampah plastik di TPA Al-Amir tergolong sedikit, bila dibandingkan dengan TPA Taman Kodok yang merupakan tempat pembuangan sampah dari beberapa pesantren daerah di Annuqayah. Tak sampai satu jam, aksi memulung di TPA Al-Amir diakhiri. Seperti tak mengenal lelah, kelompok ini kemudian bergabung dengan kelompok TPA Taman Kodok.
Meskipun hari itu didera dengan panas matahari yang menyengat, suasananya masih tetap berwarna dengan semangat dan keceriaan. “Sambil mengisi waktu libur, hitung-hitung ikut beraksi menyelamatkan alam”, kata Amina siswa MTs 3 yang ikut memulung saat itu. Dia tetap tersenyum dan tak menghiraukan perkataan teman-temannya yang menganggap pekerjaan itu hanyalah membuang-buang waktu saja. “Itu urusanku,” jawabnya menimpali.
Akhirnya setelah berlangsung sekitar satu jam, aksi memulung ini diakhiri. Sesudah mengambil gambar untuk dokumentasi, para pemulung itu kembali menapaki jalanan untuk kembali ke sekolah.
Tapi bukan berarti kegiatan telah usai. Mereka hanya meluangkan waktu sebentar untuk beristirahat. Masih ada dua tahap yang harus dijalani. Sampah yang telah dikumpulkan harus dibersihkan terlebih dahulu. Jadi mereka semua berduyun-duyun membawa tumpukan sampah itu ke parit untuk dicuci. Kurang lebih satu jam waktu yang diperlukan dalam bergotong-royong mencuci sampah-sampah tersebut. Hingga akhirnya mereka sadar bahwa perut mereka telah memanggil-manggil sedari tadi untuk dikasihani. Tenaga sudah mulai terkuras.
Tak terasa waktu makan telah tiba. Mereka berkumpul di halaman, berteduh di bawah naungan pohon asam, membentuk lingkaran untuk makan bersama. Akhirnya tenaga mereka sudah pulih. Siap menuntaskan kegiatan di hari itu, yaitu menjemur sampah-sampah yang telah dicuci dengan cara disusun rapi menggunakan jarum dan benang untuk memudahkan penjemuran.
Demikianlah. Sampah-sampah plastik yang telah dibersihkan itu digantungkan di pohon-pohon dan sebagainya di lingkungan sekolah. Beberapa orang tua santri yang sedang mengunjungi putrinya di pondok tampak melihat sampah-sampah tersebut.
Keesokan paginya, sampah-sampah yang telah bersih dan kering itu kemudian dirapikan dan diletakkan dalam kardus. Sampah-sampah plastik itu akan dijinakkan, agar tak cepat melukai bumi. Sampah-sampah itu akan disulap menjadi kriya kerajinan yang bernilai guna.

21 Maret 2009

Tim Pupuk Organik Siapkan Lahan Percobaan Pembuatan Pupuk


Anisah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Riset Tim Pupuk Organik School Climate Challenge Competition British Council

GULUK-GULUK—Tim Pupuk Organik School Climate Challenge British Council SMA 3 Annuqayah Jum’at (20/3) kemarin melakukan persiapan pembuatan pupuk organik yang bertempatkan di lahan kosong di belakang Laboratorium IPA SMA 3 Annuqayah.
Persiapan pengerjaannya dilakukan pada pukul 07.30 WIB, bersamaan dengan aksi mulung Tim Sampah Plastik. Pertama Tim Pupuk Organik ini memulai dengan menyabit rumput dan membuat jalan menuju tempat alokasi. Awalnya lahan tersebut sangat rimbun dengan semak-semak liar tapi kemudian dibersihkan oleh tim pupuk organik untuk dijadikan jalan.
Rencana selanjutnya tim pupuk organik akan melanjutkan dengan tahap penyelesaian gudang itu. Dan rancangan pembuatan gudang tersebut sudah dirancang sebelumnya oleh tim pupuk organik. Rancangan pembuatannya seperti gudang pengomposan agar gudang tersebut tidak terkena air hujan.
Bahan-bahan pembuatan gudang itu akan kebanyakan dari bambu sedangkan atapnya direncanakan memakai jerami atau ilalang.
Tim Pupuk selesai membersihkan lahan pada sekitar pukul 09.00 WIB.

09 Maret 2009

“Buku Curhat” di Perpus Sekolah Saya

Ummul Karimah (XI IPA)

Di tahun 2008 lalu, tepatnya pada tanggal 10 Maret, saya merasa heran melihat tumpukan sepatu di depan Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah. Begitu banyak. Tidak seperti biasanya. Yang biasanya hanya 10-20 pasang sepatu, saat itu kira-kira mencapai 40-an. Keheranan saya semakin bertambah saat siswa tersenyum-senyum ketika saya pandangi dari balik jendela.
Dari balik jendela itu pula tiba-tiba siswa yang tersenyum itu, teman saya, Nujaimah namanya, mengajak saya untuk masuk ke Perpus. Kebetulan saya memang hendak mencari tahu apa yang terjadi. Kemudian terdengar bisikan.
“Ssst…! Sini cepat masuk.”
“Ada apaan sih?”
“Jangan banyak bicara. Ada yang baru di sini. Seru!” terangnya belum begitu jelas.
Percakapan itu masih lekat di ingatan saya. Saya juga ingat, bujukan itu yang membuat saya semakin tertarik dan penasaran untuk masuk bergabung bersama mereka, para pecinta Perpus.
Usai mengisi daftar pengunjung, saya menduga ada acara yang sangat menarik sehingga seluruh siswa yang ada di situ berjejer rapi ke belakang seperti sedang mengantre. Ada apa gerangan? Tampak di bagian terdepan antrean, ada seorang siswa yang sedang menulis.
Saya kira buku berwarna biru itu hanyalah buku sembarangan yang tak jelas maksudnya. Namun setelah saya selidiki sampulnya bertuliskan: BUCUR (Buku Curhat) Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah. Saya agak mengerti, namun belum begitu jelas. Maka dari itu saya bertanya lagi pada Nujaimah yang sebelumnya sudah mengikuti acara launching Bucur tersebut.
“Kawan, ceritakanlah kepadaku tentang buku istimewa itu!”
“Baiklah. Kebetulan tadi saya hadir waktu buku itu diluncurkan di Perpus.” Ia tersenyum sambil menceritakan semuanya pada saya.
Dengan terperinci ia bercerita mengenai tata cara pengisian Bucur yang boleh diisi oleh siapa saja, para pengunjung perpus, baik guru, siswa, mahasiswa, atau siapa pun. Apa yang akan ditulis? Bebas! Tentang buku yang digemari, buku yang dibenci, ‘bertengkar’ mengenai buku, memberikan kritik dan saran untuk Perpus, guru, sekolah, bahkan mencurahkan isi hatinya sekali pun juga boleh, karena, kata salah satu pengurus Perpus yang piket jaga saat itu, para pengisi Bucur yang lain dapat memberikan solusi, dan bagi yang curhat dapat mengambil pertimbangan ke mana ia harus melangkah.
Cukup jelas keterangan dari teman saya itu. Hari itu saya merasa telah menemukan sesuatu yang baru. Saya seperti kedatangan teman baru. Teman yang akan selalu ada ketika saya sedih, teman yang selalu mengerti. Saya bisa mencurahkan tentang cinta saya pada buku, juga tentang penat dan senang yang saya rasa.
Saya semakin yakin pada pernyataan Pak Direktur Madaris 3, yaitu Kiai Faizi, yang mengatakan bahwa perpustakaan adalah “Ibu”. Perpustakaan memberikan banyak informasi pada kita, layaknya guru. Apalagi ditambah dengan diterbitkannya Buku Curhat seperti ini. Perpus akan menampung segala rasa yang orang-orang tumpahkan padanya. Pas sudah perpustakaan di sekolah ini untuk dijuluki sebagai Ibu.
Kini, Ibu Bucur di Perpus sekolah saya telah melahirkan 4 anak. Ada empat bundel Buku Curhat, yang kesemuanya dibuat dari kertas bekas yang dibundel rapi. Ada yang menuliskan komentar, kesan, tanggapan, tentang buku yang dibaca. Ada juga yang menuliskan pertanyaan, kritik dan saran terhadap pengelola perpus dan sekolah, atau curhat masalah pribadi. Ada banyak dialog, tanya-jawab, dan bahkan polemik, di Buku Curhat, dengan gayanya masing-masing.
Seluruh siswa semakin tertarik untuk sering-sering membaca Buku Curhat ini dan mencurahkan tentang kegemaran buku yang mereka baca padanya. Seluruh siswa berlomba-lomba memberikan kritik dan masukan pada pengurus Perpus agar Perpus lebih maju.
Terbitnya Bucur ini menjadi salah satu tips meramaikan Perpus dan budaya baca-tulis. Sebuah tips yang menarik untuk dicoba di perpus yang lain.

08 Maret 2009

Mendampingi Guru-Guru Madaris 3 Annuqayah Belajar Internet

M Mushthafa, Guru SMA 3 Annuqayah

GULUK-GULUK—Meski dengan kondisi kesehatan yang kurang sehat, Sabtu (7/3) siang kemarin, akhirnya saya memaksakan diri untuk hadir bersama sekitar 25 guru Madaris 3 Annuqayah untuk belajar internet. Sekitar dua pekan sebelumnya saya sempat membuat semacam janji dengan beberapa guru yang tampak begitu antusias untuk berkenalan dengan teknologi komunikasi mutakhir ini. Di antara mereka ada yang bilang, “Wah, saya lihat murid-murid di sini sekarang sudah pinter internetan di Perpus. Masa kami kalah dengan mereka.” Saya pun menjanjikan bahwa sebelum liburan Maulid saya akan mendampingi mereka belajar internet.
Acara belajar internet bareng Sabtu siang kemarin dimulai sekitar pukul 10.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 12.30 WIB. Tempatnya di Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah. Sebelum masuk ke penjelasan yang agak teknis tentang internet, saya memberi semacam pengantar tentang internet. Saya ingin para guru memahami alur, logika, dan cara kerja internet, sehingga mereka dapat memahami “hakikat” internet.
Sebelum acara dimulai, dan beberapa guru sudah ada yang datang di tempat acara, sempat ada seorang guru yang melontarkan komentar menarik. “Pokoknya internet masih kalah sama malaikat Munkar dan Nakir,” katanya. Di sesi pengantar, saya menjelaskan bahwa internet itu adalah cara komunikasi baru berbasis teknologi yang cepat dan mudah. “Jadi, apa yang termuat di dunia maya ini ada yang menyajikan—ya, manusia juga—yang tentu saja bisa baik, benar, salah, dan semacamnya,” begitu saya memaparkan. “Nah, kita bisa menjadi penikmat informasi yang disajikan orang-orang itu. Lebih dari itu, kita juga bisa berbuat lebih, dengan membuat sajian juga yang bisa dinikmati oleh orang lain sedunia,” lanjut saya.
Materi internet saya fokuskan pada browsing, email, chatting, dan secara khusus tentang penggunaan mesin pencari (search engine). Saya ajak guru-guru membuka Ensiklopedi Wikipedia, baik dalam versi bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Indonesia, juga bahasa Jawa. Saya coba guru-guru chatting dengan Kiai Faizi, Direktur Madaris 3 Annuqayah, yang kebetulan sedang online. Tak lupa saya mencoba teknologi webcam dan berbincang dengan suara. Saat chat via webcam sambil berbicara dengan Kiai Faizi, Kiai Masyhudah, salah seorang guru senior yang hadir dan cukup aktif bertanya, iseng minta kiriman rokok Surya 12. Di kamera Kiai Faizi memperlihatkan sebungkus Surya 12 yang dijanjikan untuk Kiai Masyhudah.
Setelah presentasi secukupnya, guru-guru diberi kesempatan untuk praktik. Kebetulan di Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah ada dua unit komputer yang sudah terjaring internet menggunakan fasilitas WiFi Annuqayah. Untuk praktik, guru-guru juga menggunakan laptop. Jadi, ada 3 komputer yang digunakan untuk praktik. Saat praktik, beberapa guru mencoba membuat akun email dan saling berkirim surat. Ada juga yang mencoba browsing ke situs Pemkab Sumenep dan mencoba menuliskan saran perihal pendidikan di Sumenep.
Meski semua guru belum sempat mencoba praktik, kegiatan belajar internet bareng ini diakhiri sekitar 12.30 WIB. Yang jelas, dengan modal pengetahuan sekadarnya ini, diharapkan nanti guru-guru Madaris 3 Annuqayah sudah tak terlalu bingung untuk mencoba berselancar di internet menggunakan komputer di kantor-kantor unit pendidikan di Sabajarin yang sudah terjaring dengan WiFi Annuqayah. Karena tidak semua guru bisa hadir di acara kemarin, kemungkinan pelatihan serupa akan diselenggarakan kembali. Selain itu, rencananya di lain waktu saya akan menyelenggarakan pelatihan internet yang lebih spesifik, seperti tentang blogging, dan sebagainya.

Tulisan ini dikutip dari www.rindupulang.blogspot.com

Sanggar Pelangi MI 3 Adakan Tadabur Alam


Muhammad-Affan, Waka Kesiswaan MI 3 Annuqayah, Guru SMA 3 Annuqayah

GULUK-GULUK—Jum'at tanggal 6 Maret 2009 kemarin Sanggar Pelangi Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah mengadakan kegiatan tadabur alam di Bukit Lancaran. Kegiatan ini diikuti oleh 13 siswi MI 3 Annuqayah dan didampingi empat orang fasilitator dari Sanggar Pelangi dan unit kegiatan lain di MI 3 Annuqayah. Materi kegiatannya meliputi, menggambar panorama alam, berbagi cerita dan diskusi tentang alam, menulis dan membaca puisi dengan topik seputar alam juga.
Selama kegiatan, anak-anak terlihat sangat antusias. Mereka belajar sambil bersenda gurau dengan riang. Sesekali mereka memandangi panorama bebukitan yang menghampar indah di utara dengan menggunakan binocular sambil menikmati makanan ringan. Pada sesi menulis puisi, fasilitator meminta anak-anak untuk memperhatikan panorama sekitar kemudian menuliskannya dalam bentuk puisi dan dibacakan secara bergiliran.
Sanggar Pelangi MI 3 Annuqayah memiliki beberapa kegiatan, di antaranya, menggambar, menulis dan membaca puisi, drama, debat, dan shalawat. Tadabur alam merupakan kegiatan kali kedua yang sudah dilaksanakan oleh komunitas Sanggar Pelangi. Aktivitas belajar sambil bermain yang dilaksanakan di alam terbuka diyakini para fasilitator sebagai media terbaik untuk mendekatkan siswi-siswi MI 3 Annuqayah dengan alam.
Selain Sanggar Pelangi, Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah juga memiliki program kursus bahasa Arab yang dilaksanakan setiap Kamis sore, kursus Matematika dan bahasa Inggris setiap Jum'at pagi.

06 Maret 2009

Mencari Data dan Informasi tentang Lingkungan di Koran dan Internet

Siti Nujaimatur Ruqayyah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Data & Dokumentasi Tim Sampah Plastik School Climate Challenge Competition British Council

Selama sekitar tiga hari, yakni 1 hingga 3 Maret kemarin, saya bersama-sama tim proyek School Climate Challenge SMA 3 Annuqayah melakukan pencarian data tentang lingkungan dan hal-hal yang berkaitan dengan proyek masing-masing. Sesuai arahan guru pendamping kami, M. Mushthafa, kami mencari data di koran (Kompas dan Jawa Pos) di sekolah kami.
Riset data ini kami lakukan dengan membagi tugas. Saya sendiri bertugas mencari tulisan yang berkaitan dengan isu lingkungan, sebagian lagi bertugas menggunting. Sengaja kami bekerja pada malam hari, karena pada siang hari kami harus sekolah dan mengerjakan tugas-tugas yang lain. Tentunya timbunan koran yang sangat banyak itu tidak mungkin selesai hanya dalam 1 malam. Akhirnya kami meneruskannya pada malam selanjutnya hingga berlanjut selama tiga hari.
Saya sebagai koordinator data dan dokumentasi Tim Sampah Plastik merasa bertanggungjawab untuk mengurus semua ini. Untung saja para siswa yang juga bergiat dalam peduli lingkungan juga ikut membantu kami. Jadi beban pekerjaan kami bisa berkurang.
Akhirnya setelah semua tulisan selesai digunting, kami tinggal memisah data yang diperoleh sesuai dengan proyek masing-masing. Proyek saya mengumpulkan data tentang sampah plastik.
Banyak sekali informasi dari data yang kami peroleh. Data yang telah terkumpul ini dapat kami gunakan sebagai bahan untuk memperkaya wawasan tentang lingkungan khusunya bahaya sampah plastik.
Selain dari mengkliping, kami juga memperoleh data dari mengakses internet. Data internet yang terkumpul kemudian dicetak dan dibundel sebagai buku panduan. Masing-masing dari kami memperoleh buku tersebut untuk dipelajari sebagai bahan penguat proses sosialisasi dan kampanye yang akan kami laksanakan.