29 Mei 2014

Informasi Penerimaan Siswa Baru SMA 3 Annuqayah Tahun Pelajaran 2014/2015


Lembar informasi Penerimaan Siswa Baru SMA 3 Annuqayah Tahun Pelajaran 2014/2015 bisa diunduh di tautan ini.

26 Mei 2014

Pembacaan Shalawat Menandai Berakhirnya Kegiatan OSIS

Jamilatur Rohma, XI IPS 2 SMA 3 Annuqayah

Guluk-Guluk­­­­—Pada hari Sabtu, 24 Mei 2014 diadakan penutupan aktivitas seluruh kegiatan kesiswaan yang dilaksanakan oleh OSIS SMA 3 Annuqayah pada tahun pelajaran 2013/2014. Penutupan aktivitas ini ditandai dengan pembacaan shalawat oleh siswa SMA 3 Annuqayah yang menjadi perwakilan dari kelas masing-masing. Pembacaan shalawat dilaksanakan setiap pagi dalam waktu sepekan.

Acara pembacaan shalawat ini dimulai sekitar pukul 07.00 WIB dengan durasi waktu yang diberikan kira-kira 15 menit. Adanya pembacaan Shalawat ini selain menandai berakhirnya semua kegiatan OSIS SMA 3 Annuqayah juga merupakan ajang dan kesempatan untuk setiap kelas untuk menunjukkan kreasinya.

Kelas XI IPA mendapat giliran pertama untuk menampilkan pembacaan shalawat. Dengan mengikutkan seluruh siswa kelas XI IPA, mereka memulai penampilannya di depan semua siswa yang menonton dengan menyanyikan satu qasidah. Pembacaan shalawat dipimpin oleh Siti Wahidah.

Setelah pembacaan shalawat, Waka Kesiswaan SMA 3 Annuqayah,  Mus’idah Amin, mengumumkan bahwa nanti akan ada pemenang untuk untuk pembacaan shalawat yang terbaik dan terkompak yang akan diumumkan pada waktu penyerahan rapor di akhir tahun pelajaran.

Selain itu, juga akan ada pengumuman kelas terbersih dan terjorok, dan kelas yang membaca ayat hirzi terkompak mulai pada semester kedua tahun pelajaran 2013/2014 ini.

24 Mei 2014

Tantangan Membaca untuk Siswa Pelosok Desa

Catatan dari Nurul Huda 2 Pakandangan Barat, Bluto, Sumenep


Habibullah Salman, guru SMA 3 Annuqayah, tinggal dan mengajar di Nurul Huda 2, Pakandangan Barat, Bluto, Sumenep

Selesai acara seminar literasi yang diadakan SMA 3 Annuqayah tanggal 24 April lalu, kami pulang setidaknya dengan dua hal penting. Tidak hanya penting tapi juga, bagi kami, terbilang baru. Dua hal tersebut adalah ide tentang Reading Challenge (tantangan membaca) dan sekardus buku yang sesak dengan 90 buku bacaan terbungkus plastik.

Ide dan buku ini bagi saya sangat berarti sekali. Sekardus buku itu adalah harta karun yang begitu mudah kami dapatkan sekaligus begitu kami butuhkan untuk menambah nutrisi perpustakaan kami yang hingga kini hanya berisi 160 buku lawas. Kami sangat berterima kasih kepada SMA 3 Annuqayah yang telah mengadakan acara seminar plus sedekah kardusan buku. Terus terang dengan minimnya dana yang kami miliki, sulit bagi kami untuk beli buku baru—apalagi sampai sekardus. Biasanya, kalau kami harus membeli buku, kami harus pergi ke Kampung Ilmu di Surabaya. Di sana kami bisa meminimalkan bujet dan memaksimalkan aset.

Ide tentang Reading Challenge yang dilontarkan Pak Satria Dharma, narasumber seminar literasi di SMA 3 Annuqayah yang juga ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI), sangat menarik minat siswa kami. Mereka sangat antusias untuk mengikuti tantangan tersebut. Tidak tanggung-tanggung, kami mematok 10 buku habis dibaca dan diulas dalam bentuk tulisan selama sebulan setengah saja. Untuk tingkat Madrasah Ibtidaiyah tidak perlu diulas dalam bentuk tulisan, cukup dengan lisan. Waktunya dari tanggal 1 Mei hingga 15 Juni. Padahal sejak tanggal 2 Juni hingga 15 Juni ada ujian semester plus hari remedi. Praktis selama setengah bulan itu mereka harus fokus pada ujian.

Entah apa yang ada di benak mereka. 12 hari setelah pengumuman, sudah ada 3 anak MI yang telah selesai menuntaskan tantangan. Sementara untuk tingkatan SMP dan MA, masing-masing siswa berhasil membaca dan mengulas tiga hingga empat buku. Subhanallah, padahal ini masih 12 hari. Setiap ulasan yang mereka tulis saya usahakan untuk diketik dan menempelkannya di papan pengumuman. Banyak siswa yang senang tulisannya ditampilkan. Siswa yang ulasannya belum ditampilkan kerap bertanya kapan giliran tulisan mereka bisa tampil juga.

Fenomena ini, bagi kami, sangat mengejutkan. Mereka adalah anak pelosok desa yang baru tahun ini memiliki bahan pustaka tanpa gedung perpustakaan. Buku-buku yang ada sekarang diletakkan di etalase kantin bersebelahan dengan tumpukan kerupuk dan pentol.

Alasan awal mengapa harus ada bahan pustaka di sekolah kami sebenarnya sangat sederhana, yaitu agar anak tetap di sekolah ketika guru tidak masuk. Sebelum ada bahan buku, mereka keluar kelas main petak umpet, kejar-kejaran, sehingga kadang mengganggu kelas lain. Kadang juga mereka diam duduk ngerumpi. Bahkan, karena rumah mereka dekat dengan sekolah, kadang mereka pulang.

Siswa bermain di luar kelas ketika jam masuk kelihatannya kurak enak dipandang. Diputuskanlah untuk membeli buku yang sekiranya menarik minat mereka. Jadi, adanya perpustakaan di sekolah kami tidak lahir dari pandangan ilmiah bahwa perpustakaan adalah jantung sekolah, buku adalah jendela dunia, sekarang zaman informasi dan buku merupakan salah satu syarat menciptakan kemajuan. Bukan itu. Adanya perpustakaan di sekolah kami hanya karena gurunya sering tidak ada.

Karena itulah kami tidak memilih dan memilah buku yang boleh dibaca dan tidak. Yang penting buku itu menarik dan murah, kami beli. Kami juga tidak berharap akan lahir kutu buku sebagaimana kami tidak merancang bahwa mereka akan membaca secara permanen, dalam arti bahwa baik ada guru atau tidak mereka tetap membaca buku.

Bahwa mereka bisa membawa buku ke rumah dan membacanya di waktu luang yang mereka miliki, itu di luar bayangan kami semula. Tetapi apa yang mereka lakukan sekarang sungguh melebihi kesederhanaan harapan kami dan melampaui yang bisa kami bayangkan.

Setiap hari, tantangan membaca ini mengubah rutinitas kehidupan mereka. Nyaris setiap siswa yang masuk kelas tidak hanya membawa buku pelajaran tanpa diselipkan buku bacaan yang mereka pinjam di perpustakaan. Ketika jam istirahat, ada suasana berbeda. Beberapa siswa terlihat khusuk membaca buku di emperan sekolah. Jikalau mereka bermain, di samping mereka ada buku.

Beberapa hari yang lalu, keponakan saya bikin saya haru. Dia membawa buku yang diselipkan di tas ibunya yang hendak melayat. Keponakan saya masih kelas 3 MI. Ketika tulisan ini dibuat dia sudah membaca 9 dari 10 buku yang dilombakan.

Bagi saya, sekali lagi, hal demikian benar-benar luar biasa. Ini tidak hanya dilihat dari lompatan daya baca mereka yang quantum; dari siswa yang jarang baca langsung doyan baca 10 buku dalam jangka sesingkat itu, namun juga dari ketebalan buku yang "terpaksa” kami sediakan. Kami bilang  "terpaksa" karena ketebalan bukunya bagi pembaca pemula terasa berat, terutama tingkat SMP dan Madrasah Aliyah. Kisaran bukunya adalah 150 halaman hingga 370 halaman. Kami terpaksa menyediakan buku setebal itu karena itulah buku yang ada dan baru (yang 90 persen pemberian Diva Press via SMA 3 Annuqayah). Sekitar ada 16 judul dengan 42 eksemplar.

Itu masih mending, untuk tingkat MI kami hanya punya 9 judul buku dengan 9 eksemplar. Jadi kurang satu. Terpaksa kami mengambil satu buku lawas yang kemungkinan besar sudah mereka baca, untuk menggenapi 10.

Bagi mereka yang berhasil menyelesaikan tantangan ini, kami berjanji untuk memberikan sertifikat, medali, dan juga buku. Ketika kami ditanya tentang buku apa yang akan diberikan, apakah buku tulis atau buku bacaan, kami hanya bilang, "Lihat saja nanti." Kami menduga mereka sangat berharap diberi buku bacaan karena nilainya yang lebih istimewa daripada buku tulis yang sudah biasa mereka punya. Tapi kami juga harus melihat bujet yang sebenarnya sangat tipis sehingga kami belum memastikan buku yang akan kami berikan sebagai hadiah buat mereka.

Kami juga bilang kepada mereka bahwa membaca buku pasti bikin orang pintar walaupun mereka tidak sekolah atau sekolah di mana pun saja. Sekolah belum tentu bikin pintar, terutama jika gurunya sering tidak masuk—apalagi jika mereka tidak pernah baca buku. Alangkah hebatnya jika ada anak yang bersekolah dan rajin baca buku. Mereka akan jadi manusia luar biasa.

Kami yakin, tantangan membaca ini adalah langkah awal yang patut kami syukuri, meskipun memang tidak semua siswa senang bersemangat membaca buku, walaupun hanya sebagian yang senang baca buku. Ini langkah awal yang tidak menutup kemungkinan akan jadi wabah literasi yang menulari siswa lain. Sebagian saja dari mereka yang rajin baca buku sudah cukup membuat kami bahagia.

Kami, setelah melihat semangat baca mereka, tidak lagi melihat adanya bahan pustaka dengan tujuan sederhana. Visi kami sudah lebih tinggi lagi. Kami berencana akan membukukan ulasan buku yang telah mereka buat. Mereka senang mendengar rencana kami tersebut. Meminjam bahasa Pak Dardiri, salah satu narasumber dalam seminar literasi  di SMA 3 Annuqayah, lewat buku kami hendak merawat mimpi-mimpi siswa kami yang tentu sama tingginya dengan siswa yang bersekolah di kota.

Biarlah mereka sekarang tinggal di pelosok desa. Kami yakin dengan buku yang sering mereka baca, pikiran mereka akan menjelajahi dunia bersama mimpi tinggi mereka yang semakin lama mendekati kenyataan. Kami lihat mimpi mereka sudah bermekaran. Kuncup bunganya terlihat indah sejak mereka memupuknya dengan buku-buku.


16 Mei 2014

Siswa SMA 3 Annuqayah Ditantang Membaca




Jamilatur Rohma, XI IPS 2 SMA 3 Annuqayah

Guluk-GulukSemangat membaca dan menulis di kalangan siswa semakin memprihatinkan. Siswa yang membaca buku-buku berkualitas pun semakin berkurang, baik karena kurang tersedianya buku-buku berkualitas atau karena dalam diri siswa memang tidak tertanam kesadaran akan pentingnya kebiasaan membaca.

Untuk menjawab persoalan tersebut, SMA 3 Annuqayah membuat sebuah program yang bertujuan membumikan semangat literasi siswa. Program tersebut dinamai “Tantangan Membaca”.

Tantangan membaca yang resmi diumumkan pada tanggal 10 Mei lalu merupakan lanjutan rencana dan aksi nyata sekolah setelah mengadakan Seminar Literasi yang bertajuk “Memajukan Kehidupan Bangsa Dengan Jejaring Literasi di Sekolah” yang dilaksanakan pada hari Kamis, 24 April 2014.

Dalam program Tantangan Membaca ini siswa ditantang untuk membaca minimal 5 buku dan membuat ulasan atau rangkuman dari buku yang telah dibaca dalam rentang waktu 10 Mei-10 Juni 2014. Sedangkan bahan bacaannya adalah buku-buku yang telah disediakan di perpustakaan kelas. Buku-buku itu merupakan buku yang telah dipilih oleh sekolah untuk menjadi bahan bacaan siswa.

Sebelum program ini diluncurkan, siswa menyambut baik adanya program perpustakaan dalam kelas dengan sangat antusias. Dengan program ini, sekolah menempatkan lemari kecil berisi buku-buku terpilih di tiap kelas. Perpustakaan dalam kelas ini menjadi obat bagi kemalasan siswa untuk membaca buku.

“Bagus sekali, selama ini saya jarang ke perpustakaan Madaris karena malas  masih harus jalan panas-panas, dan walaupun ada jam kosong takut ada tugas dari guru dan saya tidak mendengarnya karena asyik di perpus,” kata Siti Romlah, siswa kelas XI IPA.

Dalam program Tantangan Membaca, siswa yang tuntas membaca dan menulis minimal 5 buku akan mendapatkan penghargaan dari sekolah berupa sertifikat. Siswa yang siap mempresentasikan hasil bacaannya pada tanggal 12-19 Juni akan mendapatkan buku gratis dari sekolah.

Program ini disambut sangat baik oleh semua siswa bukan hanya karena akan mendapatkan buku dan sertifikat, tapi ketuntasan membaca minimal 5 buku ini akan menjadi poin untuk pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan akan dipertimbangkan untuk pelajaran yang terkait dengan tema buku yang dibaca.

“Menurut saya, dengan adanya Tantangan Membaca ini, siswa bisa semakin rajin membaca. Selain itu bisa membuat siswa belajar menulis, dan nantinya juga bisa dapat buku gratis dari sekolah dan juga dapat mempengaruhi nilai raport,” komentar Mabrurotul Hasanah, siswi kelas XII IPS 2.

Program in sangat membantu untuk menanamkan cinta buku di kalangan siswa SMA 3 Annuqayah. Para siswa selalu tampak membaca aatau paling tidak membawa buku bacaan dalam setiap jam istirahat atau setiap ada jam kosong.