18 Mei 2009

Pendampingan Tim Sampah Plastik SCC di MA Sumber Payung Ganding


Siti Nujaimatur Ruqayyah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Data & Dokumentasi Tim Sampah Plastik School Climate Challenge Competition British Council

GULUK-GULUK—Tim proyek Sampah Plastik School Climate Challenge Competition British Council SMA 3 Annuqayah melakukan pendampingan ke MA Sumber Payung Ganding dalam rangka sosialisasi bahaya sampah plastik. Pendampingan ini kami laksanakan selama tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama kami laksanakan pada hari Jum’at (17/4) kemarin.
Saya dan tim inti lainnya (Khazinah, Irul Nur Jannah, Sulhatus Sayyidah), tim pendukung (Muflihah, Uswatun Hasanah, Fitriyah) proyek sampah plastik didampingi oleh Ketua OSIS SMA 3 Annuqayah berangkat sekitar jelang pukul setengah delapan pagi. Kami menempuh perjalanan yang berjarak sekitar 3 km itu dengan mengendarai angkutan umum. Begitu pula M. Mushthafa, pendamping tim proyek saya, turut menyertai. Namun sayang dia tidak bisa mengikuti acara tersebut sepenuhnya. Hari itu dia mengisi acara Pelatihan Kepenulisan di MA Sumber Payung Ganding.
Sesampainya di sana OSIS MA Sumber Payung segera menyambut dan mempersilakan kami untuk memasuki ruangan yang telah tertata rapi. Para siswa pun berbondong-bondong berdatangan memasuki ruangan.
Sekitar pukul 08.00 WIB acara pembukaan dimulai dengan dipandu pembawa acara dari MA Sumber Payung setelah kami bersama-sama menyepakati tentang format acara yang akan dilaksanakan. Acara pembukaan itu kami isi dengan sambutan dari Ketua OSIS MA Sumber Payung dan Ketua OSIS dari sekolah kami. Acara itu juga diisi dengan penampilan berupa pembacaan puisi dan penampilan dari sanggar yang ada di sana. Kami sangat tertarik dengan penampilan mereka. Artinya selain sosialisasi kami juga dapat sharing bersama dengan mereka tentang kegiatan di sana.
Sosialisasi bahaya sampah plastik ini mendapatkan sambutan hangat dari siswa MA Sumber Payung Ganding. Titin Naqiyatin, Ketua OSIS MA Sumber Payung, dalam sambutannya mengatakan bahwa mereka sangat bangga dan sangat berterima kasih karena tim kami mau bekerja sama dengan mereka.
Kemudian setelah pembukaan selesai, selanjutnya acara dipasrahkan kepada kami. Dari sosialisasi ini kami berupaya untuk menumbuhkan semangat dan kepedulian mereka pada lingkungan, terutama sampah plastik. Saya juga menuturkan pengalaman kami dalam komunitas PSG (Pemulung Sampah Gaul), mulai dari proses terbentuknya PSG hingga komunitas kami ini mengikuti proyek School Climate Challenge Competition British Council.
“Kami berharap kerja sama ini dapat melahirkan komitmen cinta lingkungan di komunitas siswa Sumber Payung pada umumnya,” ucap Khazinah.
Siswa MA Sumber Payung sudah mengungkapkan keinginannya. Mereka ingin mengubah pola hidup mereka yang suka membuang sampah di sungai. Ini membuat kami merasa senang dan tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Kami langsung menyatakan bersedia mendampingi kegiatan cinta lingkungan di sana. Dua minggu berikutnya kami akan kembali. Kemudian kami membagi mereka menjadi empat kelompok. Mereka berjanji pada pertemuan selanjutnya akan mengumpulkan sampah plastik dan menyediakan bahan-bahan lainnya sendiri.
Setelah acara selesai, saya dan teman-teman masih menyempatkan diri untuk melihat parit di dekat komplek MA Sumber Payung, tempat yang biasa mereka gunakan sebagai TPA. Saya merasa prihatin melihat pemandangan itu. Parit terlihat jernih, tapi di dalamnya terdapat banyak tumpukan sampah.
Pertemuan kedua kami laksanakan pada hari Jum’at 1 Mei 2009. Ini adalah tindak lanjut dari sosialisasi pada pertemuan sebelumnya (17/4). Kali ini kami mendampingi siswa MA Sumber Payung belajar memanfaatkan sampah plastik. Seperti pertemuan sebelumnya, kami mengisi kegiatan ini tanpa kehadiran guru pendamping. Mungkin kami memang sengaja dilatih untuk belajar mandiri. Kami berangkat hanya berlima yakni empat anggota tim inti (saya, Khazinah, Irul Nur Jannah, Sulhatus Sayyidah) dan satu orang dari tim pendukung (Habibah).
Saat kami datang, tampak siswa MA Sumber Payung sudah menunggu-nunggu kedatangan kami. Ternyata generasi MA Sumber Payung ini benar-benar ingin segera memproduksi tas dari sampah plastik. Berbagai bahan telah mereka persiapkan. senyum saya berkembang saat melihat tumpukan sampah yang telah dikumpulkan. “Ini sampah sudah setengah bulan yang lalu saya kumpulkan,” seloroh Azkiyah, salah satu peserta yang hadir pada acara pendampingan itu. Kemudian acara dimulai tepat pukul 08.30 WIB.
Sesuai dengan arahan guru pendamping kami, bahwa sebelum praktik dimulai, acara harus diisi dengan materi tentang perubahan iklim dan cinta lingkungan pada umumnya. Namun hanya beberapa siswa saja yang tampil bertanya atau sekadar memberi tanggapan, karena mereka sudah tak sabar ingin segera beraksi. Saat acara inti akan dimulai, mereka bersorak-sorai gembira.
Pada acara inti ini kami menuntun mereka, memberikan pengenalan teknis tentang pembuatan tas dari sampah plastik. Sekitar pukul 10.30 WIB, acara itu diakhiri. Tak terasa sudah dua jam kami. Sebelum meninggalkan tempat, kami membuat kesepakatan bersama bahwa pada perjumpaan selanjutnya setiap kelompok harus membuat tas plastik minimal satu buah.
Dua pekan berikutnya, yakni 15 Mei kemarin, adalah pertemuan terakhir. Pada pertemuan ini kami isi dengan mereview dan mempertajam diskusi pada pertemuan sebelumnya. Mulai dari apa itu global warming, penyebab, dampak, dan solusi dan penanganannya agar bumi yang kita huni ini tidak bertambah rusak.
Akan tetapi tampaknya semangat mereka mulai surut. Kami merasakan hal ini sejak memasuki ruangan kelas. Ketika memasuki ruangan, ternyata tak ada seorang siswa pun di sana. Kami harus menunggu lama dalam kelas dan pesertanya pun semakin berkurang. “Awalnya kami semangat untuk mengikuti langkah yang kalian lakukan. Tapi karena kurangnya alat-alat pendukung, semangat kami kembali berkurang,” aku Srihandayani, salah satu peserta dalam sosialisasi tersebut.
Namun kami merasa lega, karena ternyata di tengah kesulitan mencari alat-alat produksi masih ada sebagian peserta yang berhasil membuat tas dan tempat pensil tanpa menggunakan mesin jahit meskipun masih belum sepenuhnya selesai. Tapi saya sempat iri karena hasil pertama mereka ini lebih baik dari hasil pertama kami saat masih menggunakan jahitan manual. Ahh... tidak apa-apa yang penting saya berhasil mengajak mereka untuk mengikuti jejak mereka.
Untuk membangun kembali semangat mereka yang telah berkurang, kami membawa mereka untuk menyelami kisah perjuangan kami. Mulai ketika komunitas kami baru berdiri, kurangnya peralatan untuk menindak lanjuti sampah plastik yang telah dipungut dari tempat sampah, minimnya dana, serta adanya keterbatasan kami dalam mendesain sebuah kerajinan. "Kami percaya bahwa kalian juga bisa terus maju," kata saya sambil menggepalkan tangan dengan mimik yang menggebu-gebu.
Sebelum mengakhiri pertemuan terakhir, kami mempersilakan seluruh peserta mengungkapkan kesan-kesannya selama mengikuti acara tersebut serta pesan untuk kami.
Tak hanya peserta yang mengungkapkan pesan dan kesannya tapi secara bergantian kami juga melakukan hal serupa. Cara ini bisa membantu kami untuk dijadikan bahan evaluasi diri kami pribadi dan sejauh mana tim kami melangkah.
Setelah berlangsung sekitar dua jam, acara ini diakhiri. Sesudah mengambil gambar untuk dokumentasi, kami segera berpamitan untuk kembali ke sekolah.

Tidak ada komentar: