Halimatus Zahroh, XB SMA 3 Annuqayah
Kamis, 27
Desember 2012
Perjalanan
menuju Yogyakarta untuk mengikuti Social
Justice Youth Camp (SJYC) yang diselenggarakan oleh Indonesia Social
Justice Network (ISJN) banyak hambatan yang harus saya lewati. Di antaranya
di Terminal Bus Surabaya, di sana banyak penumpang yang akan menuju
Yogyakarta. Mungkin karena hari libur dan hampir tahun baru. Tiga bus
yang sudah dipersiapkan tidak cukup memuat penumpang yang ada. Termasuk saya dan Bu Mus’idah, guru SMA 3 Annuqayah yang ikut mendampingi. Namun, akhirnya saya bisa melewati rintangan tersebut dengan ikut
ojek langsung menuju ke garasi bus.
Jum’at, 28 Desember 2012
Jum’at pagi pukul 06.30
WIB saya sampai ke tempat tujuan. Beberapa
menit kemudian saya berangkat lagi menuju homestay. Letaknya di Desa Penting Sari, Sleman. Di
sana saya memunim air ramuan khas Yogyakarta. Setelah itu saya istirahat dan
beberapa lama kemudian semua peserta SJYC berkumpul untuk membuka acara dan membahas
apa yang ingin dipelajari terkait masalah
lingkungan. Tapi, acara dimulai dengan
perkenalan dan membentuk kelompok belajar dengan cara
partisipatoris. Di
sana saya perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan suasana yang baru. Kami
belajar membentuk kelompok belajar yang aktif sebagai pertanda bahwa kami turut
bertanggung jawab dalam proses pelajaran tersebut.
Acara hari
pertama sudah selesai. Saya dan peserta yang lain kembali ke homestay
untuk istirahat, shalat dan mandi. Di homestay
saya dan peserta yang lain terkejut dan tidak berani untuk mandi karena airnya
sangat dingin. Namun, mau tidak mau kami harus mandi. Setelah kami mandi saya
dan peserta yang lain mewawancarai pemilik rumah yang dekatnya 12 km dari Gunung
Merapi. Sungguh tempat dan suasana di luar homestay cukup dingin,
apalagi cuaca hujan.
Sabtu, 29 Desember 2012
Sabtu pukul 07.00 WIB suasana pagi yang indah dipenuhi dengan embun yang
menembus jiwaku. Pagi
ini saya dan peserta yang lain memulai lagi pembahasan tentang mengenali lingkungan
alam. Nah, di sana kami menuju beberapa tempat di tempat wisata di Desa Penting Sari.
Tujuan pertama
yaitu ke rumah salah satu warga, tempat mengkonsumsi kopi dengan alat
tradisional. Saya lihat
alatnya cukup praktis, tanpa mesin. Langkah pertama proses
pembuatan kopi adalah pengeringan buah kopi.
Tapi
buahnya harus yang merah agar mudah dalam pengolahan dan agar rasanya lebih
nikmat. Yang kedua, penyemaian biji kopi yang sudah kering dan dibersihkan
kulitnya. Ketiga,
proses penggorengan biji kopi tanpa minyak goreng dan memakan waktu sekitar 30
menit. Setelah masak, biji kopi tersebut ditumbuk pakai lesung sampai benar-benar
halus. Setelah selesai proses penyaringan agar biji kopi yang masih belum halus
dihaluskan lagi. Jadi, kopi siap disaji. Nah, di sana saya dapat merasakan air
kopi hangat tanpa bahan campuran lain, hanya dicampur gula pasir saja. Rasanya sangat
nikmat dan rasanya beda dengan kopi pabrik. Dengan itu saya dapat pengetahuan baru
dan dapat mengenal lingkungan alam kita.
Perjalanan kedua
kami menuju ke tempat pembuatan jamur yang terbuat dari pohon Sengon. Setelah kami
mewawancarai
pemilik pohon Sengon dan pengkonsumsi jamur, kami jadi tahu bahwa
jamur itu banyak manfaatnya. Salah
satunya dapat menyembuhkan penyakit kanker, hepatitis,
dan lainnya.
Setelah itu kami
melanjutkan perjalanan ketiga yaitu menuju ke pembuatan pupuk. Nah, ternyata
pembuatan pupuk sangat sederhana, hanya mengumpulkan sampah-sampah organik, seperti daun-daun
kering dan sayuran busuk. Plastik tidak ikut dikumpulkan. Terus sampah-sampah organik itu dicincang sampai halus dan ditempatkan ke suatu
wadah, diberi air sekitar 50 ml, dan kemudian ditutup dengan
plastik agar sampah tersebut cepat membusuk. Setelah beberapa hari kemudian sampah
organik pun sudah menjadi pupuk.
Perjalanan ketiga
selesai, kami kembali ke tempat peristirahatan dan istirahat beberapa menit. Perjalanan
selanjutnya menuju ke sungai lahar dingin Gunung
Merapi. Dulu tempat
tersebut bukan sungai tetapi tempat persawahan warga.
Tapi
karena lahar dingin dan batu-batu yang besar dan
kecil dari Gunung
Merapi mengalir ke tempat persawahan tersebut,
akhirnya jadilah sungai lahar yang kemudian dibangun oleh
Belanda. Namun, sekarang tidak ada, karena sudah runtuh.
Setelah itu kami
menuju ke persawahan salah satu petani desa wisata Penting Sari. Di sana kami belajar bagaimana cara
membajak sawah dengan memakai hewan yaitu sapi atau
kerbau tanpa mesin yang disebut traktor. Petani di sana masih menggunakan hewan
untuk membajak sawah. Di
sana kami juga belajar cara menanam padi dan belajar untuk berani kotor.
Setelah kami
menuju pulang ke homestay, kami menemukan watu
dakon di dalam hutan wisata Penting Sari. Mengapa
dinamakan watu dakon? Karena dulu menurut orang Jawa watu
itu adalah batu dan dakon adalah salah satu permainan yang mempunyai 14 lubang. Permainan
tersebut disukai anak-anak.
Menurut
salah satu warga di situ,
dulu watu dakon itu
adalah tempat Sunan Kalijaga bertapa. Batunya sangat besar. Namun, batu
tersebut terbelah menjadi dua bagian. Tapi salah satu belahannya hilang entah
ke mana.
Terbelahnya
batu tersebut karena dulu tempat batu tersebut adalah tempat persawahan. Jadi,
warga pun terpaksa membelahnya. Sampai
sekarang pun salah satu belahan batu tersebut tidak ditemukan. Nah, saya juga mendapatkan pelajaran sejarah. Kami pun
melanjutkan perjalanan untuk pulang ke homestay, karena sudah hampir malam dan waktunya
untuk istirahat.
30 Desember 2012
Ahad pukul 07.30 WIB suasana pagi sama seperti hari
kemarin, dipenuhi dengan embun. Pagi itu kami
bersiap
menuju pantai Samas. Semua barang dikemas untuk meninggalkan homestay. Kami
pun makan bersama dengan kakak panitia dan semua pendamping.
Perjalanan
menuju
ke pantai Samas memerlukan waktu berjam-jam. Sampai ke
pantai Samas kami dapat pengetahuan baru lagi yaitu tentang “hormat
dan tanggung jawab terhadap alam” dan “pengurangan
risiko
bencana”. Ternyata pantai Samas adalah pantai yang terkotor di Yogyakarta. Di
sana kami pun membersihkan sampah-sampah yang
berserakan. Sampah-sampah
tersebut berasal dari rumah warga di sekitar sungai-sungai
yang mengalir ke pantai Samas.
Udara di pantai
Samas sangat panas sekali. Di sana banyak warga sekitar tidak peduli dengan
lingkungannya sendiri. Mereka tidak berpikir
betapa bahayanya apabila terjadi bencana akibat perbuatan sendiri. Betapa
besarnya kerugian yang dialami seperti tempat tinggal, harta benda, keluarga
dan lain-lain.
Namun, mereka juga tidak sadar bahwa betapa untungnya jika pantai Samas tersebut
menjadi pantai favorit karena keindahan dan kebersihannya. Tapi tingkat
kesadaran masyarakat sekitar kurang.
Setelah ke
pantai Samas kami semua berkumpul menuju tempat peristirahatan dan mendaur
ulang sampah pantai tersebut dengan mengolahnya menjadi hiasan yang lucu dan indah. Sebenarnya
jika sampah-sampah
pantai tersebut didaur ulang lagi maka akan mendapatkan hasil yang lumayan
banyak. Namun, masyarakat sekitar tampak kurang kreatif. Akibat
sampah-sampah
warga, laut pun menjadi tercemar. Jadi, kebiasaan seperti itu tidak bisa
dibiarkan, karena akan berdampak buruk terhadp lingkungan kita.
Di sana kami
tidak hanya ke pantai Samas dan belajar
mendaur ulang sampah,
tetapi juga belajar mengamati dampak sampah
terhadap penyu. Ternyata
sampah yang terdapat di pantai dapat mengganggu kehidupan penyu
sehingga
penyu
di sana tidak muncul di pesisir pantai akibat sampah yang menumpuk.
Perjalanan kami
pun selesai dan waktunya seluruh peserta untuk bertukaran kado. Setelah
pertukaran kado kami semua menulis apa yang ingin dilakukan setelah mendapatkan
pelatihan tersebut selama 2,5 hari.
Pelajaran yang
saya dapat di acara SJYC ini saya bisa
melakukan perubahan terhadap lingkungan terutama saya harus mengubah keadaan
lingkungan sekitar. Saya
akan mengembangkan ide sebuah rencana aksi untuk menciptakan lingkungan yang
penuh dengan kebersihan dan keindahan. Jadi, saya akan bekerja sama agar lebih
dalam perkembangan masalah lingkungan.
Puisi tentang
keindahan alam
Ku bangga
menjadi anak Indonesia
“Hutan, gunung
dan lautan,
Itulah alam
Indonesia,
Di tanah
khatulistiwa,
Dan banyak
tangan yang jahil,
Dan merusak
keindahan alam Indonesia,
Hutan, gunung
dan lautan,
Kita harus
menjaga keindahan alam
dan menjaga
Indonesia.”
Guluk-Guluk, 14 Januari 2013
2 komentar:
catatan perjalanan yang menyenangkan. lain kali, catatan perjalanan ke tempat tujuan dipisah dengan catatan dengan kegiatan, ya! biar semakin seru.
Benar.
Seru!
Posting Komentar