Guluk-Guluk—Di Indonesia, telah muncul genre
baru dalam dunia sastra yaitu, puisi esai. Puisi esai merupakan gabungan dari dua karya tulis berbeda, yakni puisi dan esai. Berhubung puisi esai merupakan aliran baru
dalam dunia sastra, maka diadakanlah Workshop Penulisan
Puisi Esai di tiga tempat yaitu Bandung, Yogyakarta, dan Madura. Acara ini
diadakan oleh Jurnal Sajak yang bekerja sama dengan Bengkel Puisi Annuqayah.
Awalnya workshop
penulisan puisi esai di Annuqayah akan dilaksanakan setelah workshop di Yogyakarta. Karena acara yang dijadwalkan
bertepatan dengan bulan Ramadan,
pihak Annuqayah meminta agar workshop diadakan sebelum bulan Ramadan lantaran saat
Ramadan Annuqayah akan sepi. Dan akhirnya workshop di Madura diadakan pada Sabtu (14/7) kemarin bertempat di kampus Instika Putra.
Beberapa siswa dan guru dari SMA 3
Annuqayah berkesempatan mengikuti acara ini.
Sebelum acara dimulai, K. M. Faizi, M.Hum.,
memberi sedikit pembukaan dan minta maaf karena acara terlambat dimulai
berhubung penyaji pada acara tersebut sampai di Annuqayah
pada hari Sabtu (14/7) pukul 01.10 WIB dini hari.
Dalam penyajian workshop ini,
Jamal D. Rahman menjelaskan bahwa puisi esai saat ini merupakan percobaan dalam
khazanah puisi Indonesia. Dan saat ini puisi esai masih belum menemukan penulis
“brilian” seperti Chairil Anwar dan WS Rendra.
Yang menjadi pertanyaan salah
seorang peserta workshop, mahasiswi Instika, adalah tentang perbedaan
narasi dengan puisi esai. Jamal D. Rahman menjawab, “Puisi esai
sebenarnya adalah puisi yang bercerita. Bedanya, puisi esai ditambah dengan catatan
kaki.” Di sinilah catatan kaki berfungsi sebagai jembatan antara fiksi
dan fakta.
Materi dari Jamal D. Rahman berakhir
pukul 11.45 WIB. Penyajian
dilanjutkan kembali pada pukul 14.00 WIB.
Sebagian besar waktu digunakan Jamal D. Rahman untuk sesi tanya
jawab.
Dalam Jurnal Sajak nomor 3 tahun II 2012, Denny JA memaparkan bahwa ada lima platform puisi esai. Pertama, puisi esai
mengeksplorasi sisi batin individu yang sedang berada dalam sebuah konflik sosial. Kedua, puisi esai menggunakan bahasa yang mudah
dipahami. Ketiga, puisi esai adalah fiksi. Keempat, puisi esai tidak hanya
lahir dari imajinasi penyair tapi hasil riset minimal realitas sosial. Dan kelima, puisi esai berbabak dan panjang.
Namun kelima platform di atas bukan
hal yang wajib ada. Tapi hanya sebagai tuntunan yang mudah dikenali jika seseorang membuat puisi esai.
Untuk mendukung lahirnya puisi esai
ini maka Jurnal Sajak mengadakan lomba menulis puisi esai yang digagas
oleh Denny JA.
Sayangnya pada acara workshop kemarin keterlambatan dimulainya acara membuat
beberapa sesi tidak terlaksana sebagaimana mestinya.
“Puisi yang bagus adalah puisi yang
tidak mudah dilupakan,” kata Agus R. Sarjono, fasilitator pada Sabtu sore kemarin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar