29 April 2014

Membaca untuk Menulis



Maimunah Ilyas, guru SMA 3 Annuqayah


Setiap orang pasti percaya; membaca dapat memperluas pengetahuan, sekalipun ia primitive, kolot dan tak terpelajar. Mereka tidak akan menolak terhadap pernyataan tersebut. Bukankah orang tua lebih mudah mengabulkan permintaan putra-putrinya untuk beli buku, dari pada minta uang untuk beli baju atau asesoris lainya. Tapi sebaliknya tidak setiap orang percaya; menulis dapat berbagi pengetahuan.

Dua pernyataan di atas ini sebenarnya gambaran pengalaman saya tentang membaca dan menulis. Usia enam tahun saya sudah lancar membaca. Kemampuan yang sangat jarang dimiliki oleh anak-anak sebaya saya waktu itu (tahun 1983). Kebetulan orang tua saya seorang guru sehingga kemampuan membaca bisa lebih cepat saya kuasai ketimbang anak-anak yang lain.

Terus terang walaupun saya masih kanak-kanak tapi saya sudah punya kebanggaan dengan kelebihan saya itu, sehingga ke mana-mana saya selalu suka bawa buku untuk diperlihatkan kepada teman-teman termasuk orang tua mereka bahwa saya sudah bisa membaca.

Di usia kanak-kanak saya sudah bisa bercerita tentang anak-anak padang pasir, anak-anak kutub (Eskimo), Negeri Belanda (kincir angin dan tanggul-tanggulnya), anak-anak Pegunungan Andres dan lain-lain. Itu judul-judul buku cerita anak yang sering saya baca pada waktu itu. Penulis cerita anak yang sangat saya kenal saat itu, Mansur Samin. Nama itu sudah sejak saya masih belum lancar membaca sering saya eja, karena setiap kali saya membaca buku, tulisan-tulisan yang ada di cover depan saya eja terlebih dahulu. Jadi di usia anak-anak saya sudah percaya; membaca dapat memperluas pengetahuan.

Barangkali karena suka membaca itu saya suka menulis. Semula saya tidak berfikir bahwa menulis dapat berbagi pengetahuan, bahkan walaupun tulisan saya sudah dimuat di media massa (Rubrik Sastra : MPA ;1995), pernyataan itu belum menjadi kesimpulan tujuan menulis saya. Saya menulis tujuannya hanya sekedar ingin menulis, menuangkan emosi dan uneg-uneg , seperti halnya mencatat pelajaran untuk ingat. Jadi saya menulis untuk mengingat sesuatu yang tidak ingin saya lupakan, itu saja. Baru setelah saya jadi mahasiswi, aktif di Perguruan Tinggi, sering dapat tugas dari dosen ; membuat makalah, presentasi makalah, saya sadar, menulis dapat berbagi pengetahuan.

So, di awal tulisan ini saya katakan „tidak setiap orang percaya, menulis dapat berbagi pengetahuan. Dan memang seandainya setiap orang (pelajar dan terpelajar) berfikir (percaya) menulis dapat berbagi pengetahuan, niscaya mereka yang punya hobi membaca akan sekaligus punya hobi menulis, punya hobi berbagi pengetahuan dengan yang lain. Bahkan saya percaya, semua siswi-siswi SMA 3 Annuqayah semuanya hobi membaca. Tapi apakah mereka juga punya hobi menulis, punya hobi berbagi pengetahuan dengan yang lain?, punya keinginan membaca untuk menulis dan menulis untuk dibaca? Mari kita buktikan!

Karduluk, 23 April 2014

1 komentar:

M. Faizi mengatakan...

buku-buku yang Anda maksud, seperti "Anak-anak Padang Pasir" mungkin adalah Hassan, Anak Padang Pasir. Itu buku Inpres.