Maimunah Ilyas, guru SMA 3
Annuqayah
Setiap orang pasti percaya; membaca
dapat memperluas pengetahuan, sekalipun ia primitive, kolot dan tak
terpelajar. Mereka tidak akan menolak terhadap pernyataan tersebut. Bukankah
orang tua lebih mudah mengabulkan permintaan putra-putrinya untuk beli buku,
dari pada minta uang untuk beli baju atau asesoris lainya. Tapi sebaliknya
tidak setiap orang percaya; menulis dapat berbagi pengetahuan.
Dua pernyataan di atas ini
sebenarnya gambaran pengalaman saya tentang membaca dan menulis. Usia enam
tahun saya sudah lancar membaca. Kemampuan yang sangat jarang dimiliki oleh
anak-anak sebaya saya waktu itu (tahun 1983). Kebetulan orang tua saya seorang
guru sehingga kemampuan membaca bisa lebih cepat saya kuasai ketimbang anak-anak
yang lain.
Terus terang walaupun saya
masih kanak-kanak tapi saya sudah punya kebanggaan dengan kelebihan saya itu,
sehingga ke mana-mana saya selalu suka bawa buku untuk diperlihatkan kepada
teman-teman termasuk orang tua mereka bahwa saya sudah bisa membaca.
Di usia kanak-kanak saya sudah
bisa bercerita tentang anak-anak padang pasir, anak-anak kutub (Eskimo), Negeri
Belanda (kincir angin dan tanggul-tanggulnya), anak-anak Pegunungan Andres dan
lain-lain. Itu judul-judul buku cerita anak yang sering saya baca pada waktu
itu. Penulis cerita anak yang sangat saya kenal saat itu, Mansur Samin. Nama
itu sudah sejak saya masih belum lancar membaca sering saya eja, karena setiap
kali saya membaca buku, tulisan-tulisan yang ada di cover depan saya eja terlebih
dahulu. Jadi di usia anak-anak saya sudah percaya; membaca dapat memperluas
pengetahuan.
Barangkali karena suka membaca
itu saya suka menulis. Semula saya tidak berfikir bahwa menulis dapat berbagi
pengetahuan, bahkan walaupun tulisan saya sudah dimuat di media massa (Rubrik
Sastra : MPA ;1995), pernyataan itu belum menjadi kesimpulan tujuan
menulis saya. Saya menulis tujuannya hanya sekedar ingin menulis, menuangkan
emosi dan uneg-uneg , seperti halnya mencatat pelajaran untuk ingat. Jadi saya
menulis untuk mengingat sesuatu yang tidak ingin saya lupakan, itu saja. Baru
setelah saya jadi mahasiswi, aktif di Perguruan Tinggi, sering dapat tugas dari
dosen ; membuat makalah, presentasi makalah, saya sadar, menulis dapat
berbagi pengetahuan.
So, di awal tulisan ini saya
katakan „tidak setiap orang percaya, menulis dapat berbagi pengetahuan. Dan
memang seandainya setiap orang (pelajar dan terpelajar) berfikir (percaya)
menulis dapat berbagi pengetahuan, niscaya mereka yang punya hobi membaca akan
sekaligus punya hobi menulis, punya hobi berbagi pengetahuan dengan yang lain.
Bahkan saya percaya, semua siswi-siswi SMA 3 Annuqayah semuanya hobi membaca.
Tapi apakah mereka juga punya hobi menulis, punya hobi berbagi pengetahuan
dengan yang lain?, punya keinginan membaca untuk menulis dan menulis untuk
dibaca? Mari kita buktikan!
Karduluk, 23 April 2014
1 komentar:
buku-buku yang Anda maksud, seperti "Anak-anak Padang Pasir" mungkin adalah Hassan, Anak Padang Pasir. Itu buku Inpres.
Posting Komentar