29 Juni 2009
Madaris 3 Annuqayah Adakan Soft-Launching Klub Astronomi
Fandrik Hs Putra, Kontributor Blog Annuqayah
GULUK-GULUK—Madaris 3 Annuqayah memperkenalkan sebuah komunitas baru di lingkungannya, yaitu klub astronomi. Klub Astronomi ini diluncurkan pada Ahad malam (28/6) kemarin. Lahirnya klub tersebut diharapkan bisa memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada para siswi Madaris 3 Annuqayah mengenai alam semesta dan juga bisa melengkapi kegiatan Duta Lingkungan di SMA 3 Annuqayah pada khususnya, dan bermanfaat untuk Annuqayah pada umumnya.
“Jika sekarang Madaris 3 sudah mempunyai klub pencinta alam yang orientasinya pada lingkungan, kali ini kami meluncurkan klub yang akan menjelajah langit (Klub Astronomi),” ungkap M Mushthafa, guru SMA 3 Annuqayah saat mengantarkan acara pada malam itu.
Soft-launching Klub Astronomi tersebut ditempatkan di aula Madaris 3 Annuqayah yang diikuti oleh sekitar 60 lebih undangan, antara lain guru Madaris 3 Annuqayah, perwakilan guru Madrasah Annuqayah yang lain dari MI sampai SLTA, dan madrasah-madrasah sekitar Annuqayah (Guluk-Guluk, Ganding, Pragaan).
Sebagai penyaji pada kesempatan itu adalah Hendro Setyanto, Direktur Mobile Observatory Indonesia yang juga aktif di Observatorium Bosscha Bandung. Kehadiran Mas Hendro—begitu sapaan akrabnya—di Annuqayah adalah yang kedua kalinya.
“Saya dari Lamongan langsung ke sini. Maunya sampai di Surabaya saya akan lewat di jembatan Suramadu, tapi jalannya ditutup, terpaksa naik kapal dan itu menyita waktu yang banyak. Makanya saya datang terlambat,” jelasnya ketika acara baru dimulai pada pukul 20.38 WIB.
Pada kesempatan itu, Mas Hendro mengajak para undangan yang hadir bersama-sama mengelilingi jagad raya dengan menggunakan simulasi video yang ditampilkan melalui LCD proyektor. Ia menjelaskan banyak hal tentang astronomi, seperti tentang proses perbedaan pergantian siang dan malam di berbagai belahan bumi.
“Kita enak berada di garis khatulistiwa. Perbedaan siang dan malam relatif sama. Coba bandingkan di negara yang lebih dekat dengan daerah kutub; siang bisa lebih lama dari pada malam. Kalau kita berpuasa di sana, berbuka puasa itu sekaligus makan sahur, malamnya lebih sedikit,” tuturnya.
“Seperti yang diungkapkan oleh K.H. Hasyim Muzadi ketika beliau berada di Rusia, fiqih khatulistiwa tidak bisa diterapkan di sana. Waktu di sana tidak sama dengan yang ada di Indonesia. Nah! Bagaimana jika menentukan waktu shalat kalau mengacu pada fiqih khatulistiwa?” ungkapnya lagi.
Kemudian Mas Hendro lebih jauh lagi mengenalkan beberapa bagian dari astronomi, seperti astronomi dan astrologi, meteor dan mitos pengkabulan doa, serta komponen-kompunen yang membentuk antariksa secara umum dengan merujuk kepada ayat al-Qur’an, yang kesemuanya menimbulkan decak kagum atas kebesaran dan keagungan Sang Maha Pencipta. “Tata surya kita ini adalah sebagian kecil dari tata surya lain yang ada di angkasa,” tandasnya.
Setelah penyajian dan dialog selesai pada sekitar pukul 22.00 WIB, para undangan diajak langsung melihat bintang yang bertaburan di langit dengan menggunakan teropong Sky Watcher milik Klub Astronomi Madaris 3 Annuqayah. Di halaman SMA 3 Annuqayah itu, para undangan diajak bergantian melihat bintang-bintang di angkasa, berbagai rasi, termasuk planet Jupiter, sambil dijelaskan oleh Mas Hendro.
Meski Klub Astronomi itu sudah dibentuk, menurut K M Faizi, M.Hum, klub tersebut masih belum punya nama, dan penanggung jawab serta keanggotaannya juga masih belum jelas.
”Namanya masih belum resmi, ini hanya soft-launching saja dan penanggung jawabnya masih belum definitif, tapi kami sudah mengantongi pilihan nama klub ini, yaitu Andromeda. Penanggung jawabnya sudah diusulkan juga. Ada Bapak Naufan (MTs 3 Annuqayah), Bapak Saiful Bahri, Bapak Mahmudi, dan Ibu Bekti Utami (SMA 3 Annuqayah),” ungkap Direktur Madaris 3 Annuqayah itu. Menurut Kiai Faizi, peluncuran resminya mungkin akan dilaksanakan di awal tahun pelajaran nanti.
Tulisan ini dikutip dari Blog Annuqayah.
28 Juni 2009
MI 3 Annuqayah Menggelar Lepas Pisah
Muhammad-Affan, Waka Kesiswaan MI 3 Annuqayah, Guru SMA 3 Annuqayah
Pada hari sabtu, 27 Juni 2009, MI 3 Annuqayah menggelar lepas pisah. Acara ini dilaksanakan di Aula Madaris III dan dihadiri oleh para guru MI, undangan perwakilan masing-masing lembaga satuan pendidikan di lingkungan Madaris III Annuqayah, serta seluruh siswi MI 3 Annuqayah.
Dalam sambutannya, Kepala Sekolah MI 3 Annuqayah, Bapak H. Mahfud Manaf, A.Ma, menyayangkan beberapa siswi yang kurang aktif terutama dalam kegiatan ekstra di MI 3 Annuqayah. “Tahun ini MI 3 Annuqayah memiliki banyak kegiatan ekstra, seperti Sanggar Pelangi, Kursus Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Matematika, dan lain-lain. Tapi kenapa koq masih ada yang tidak ikut ya…” katanya, dengan nada bertanya. “Padahal, semua kegiatan ini dilaksanakan secara gratis, tanpa uang pendaftaran, khusus untuk anak-anakku MI 3 Annuqayah. Tapi saya memaklumi. Mungkin mereka terbentur dengan kegiatan pondok. Tahun depan MI 3 Annuqayah akan mengatur jadwal, sehingga siswi-siswi MI 3 Annuqayah, khususnya yang kelas VI, bisa mengikuti kegiatan ekstra dengan maksimal,” lanjutnya.
Zahratun Ni’am, atau yang biasa dipanggil Zaza, sekaligus yang dipercaya untuk menjadi ketua panitia lepas pisah saat ini, merasa sangat menikmati dengan acara Lepas Pisah MI tahun ini. “Acara lepas pisah tahun ini asyik. Kami dan teman-teman didampingi mbak-mbak panitia bekerja sendiri untuk menyiapkan acara ini. Mulai dari pengetikan surat, konsumsi, persiapan ruangan, sampai menghubungi narasumber,” katanya.
Acara lepas pisah ditutup dengan rangkaian penampilan siswi-siswi MI 3 Annuqayah.
27 Juni 2009
Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah Sumenep
M. Mushthafa, Guru SMA 3 Annuqayah, Kepala Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep
Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep—yang merupakan salah satu unit perpustakaan di lingkungan Pondok Pesantren Annuqayah yang melayani tiga satuan pendidikan, yakni Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah, Madrasah Tsanawiyah 3 Annuqayah, dan SMA 3 Annuqayah (3 unit pendidikan ini total memiliki 400 murid.
Adapun Pesantren Annuqayah memiliki 6.000 santri/pelajar, yang 4.000 di antaranya menetap/mondok)—dalam dua tahun terakhir ini mencoba melakukan pembenahan dan pengembangan secara lebih serius.
Pembenahan dimulai pada awal tahun pelajaran 2006/2007. Awalnya, kondisi Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah lebih tepat jika disebut gudang. Di samping gedungnya yang sangat sederhana dan “konvensional”, koleksi dan kegiatannya nyaris tak berkembang.
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengubah penampilan perpustakaan agar menjadi menarik minat siswa untuk berkunjung. Interior dan tata desainnya dipermak. Catnya tidak putih sebagaimana ruang kelas pada umumnya.
Dengan langkah ini, perpustakaan diharapkan dapat menarik untuk dikunjungi. Hasilnya, dengan jam buka 07.30-11.30 dan 14.00-16.00 setiap hari, dalam satu bulan pertama pengunjung perpustakaan berkisar antara 80-250 orang per hari.
Untuk mempertahankan grafik kunjungan siswa, ada dua langkah utama yang menjadi perhatian pengelola Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah. Yang pertama berkaitan dengan pengadaan koleksi bahan kepustakaan.
Dalam masalah pengadaan koleksi ini, di tengah situasi minimnya ketersediaan alokasi dana sekolah untuk perpustakaan terutama di sekolah-sekolah swasta di pedesaan, pemilihan koleksi pustaka harus efektif dan tepat sasaran.
Pengelola perpustakaan harus cermat memanfaatkan alokasi dana yang tersedia untuk mendapatkan koleksi yang bagus, tepat sasaran, dan relatif murah.
Untuk tujuan maksimalisasi pemilihan koleksi bahan pustaka di perpustakaan sekolah, dibutuhkan wawasan kepustakaan yang cukup bagus. Perkembangan mutakhir dunia perbukuan juga harus terus diikuti.
Kebijakan penambahan koleksi perpustakaan harus selaras dengan tujuan mendasar perpustakaan sekolah, yakni sebagai pendukung kegiatan pembelajaran.
Untuk itu, secara sederhana perpustakaan sekolah mestinya bisa menjawab pertanyaan semacam ini: apakah di perpustakaan sekolah ini sudah ada buku-buku yang dapat membantu siswa untuk lebih memahami pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggris, sejarah, fisika, biologi, ekonomi, sosiologi, dan seterusnya?
Pertanyaan sederhana ini dapat menjadi pemandu bagi perpustakaan untuk menambah koleksi-koleksi bukunya.
Dalam praktiknya, pengelola perpustakaan bisa meminta masing-masing guru pelajaran untuk mengajukan semacam permintaan, kira-kira buku apa yang perlu dikoleksi perpustakaan madrasah.
Jika misalnya si guru tidak bisa mengajukan judul, bisa dengan gambaran tentang buku macam apa yang diperlukan untuk mendukung mata pelajaran yang bersangkutan, sehingga selanjutnya pengelola perpustakaan yang mengusahakan.
Peluang untuk melakukan integrasi aktivitas kelas dengan unit perpustakaan tampak semakin terbuka jika kita mempertimbangkan mulai semakin semaraknya penerbitan buku-buku ilmiah populer yang muatannya cukup dapat dicerna oleh siswa dan disajikan dengan pengemasan yang tak lagi konvensional.
Sejumlah buku ilmiah populer yang belakangan terbit menggunakan visualisasi yang menarik, atau disajikan dengan gaya bertutur yang mudah dipahami, terutama oleh anak usia sekolah.
Selain pertimbangan kesesuaian dengan tujuan keberadaan perpustakaan sekolah, penambahan koleksi juga mempertimbangkan buku-buku yang menarik dan menggugah untuk dibaca, terutama oleh mereka yang minat bacanya masih lemah.
Untuk itu, pengelola Perpustakaan Madaris 3 meminta masukan dari banyak pihak tentang koleksi buku yang dapat disebut “pembangkit minat baca” ini.
Contoh buku yang masuk dalam kategori ini adalah Muhammad karya Martin Lings (Serambi), Laskar Pelangi karya Andrea Hirata (Bentang), Ganti Hati karya Dahlan Iskan (JP Books), dan sebagainya.
Keterbatasan dana membuat pengurus Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah berupaya untuk mendapatkan koleksi buku yang bagus dan murah.
Untuk itu, pengurus bekerja sama dengan alumni Annuqayah yang sedang menempuh studi di Yogyakarta pada khususnya dan kota lainnya untuk memanfaatkan momen pameran buku yang biasanya menyediakan diskon besar-besaran dari berbagai penerbit terkemuka, seperti Kelompok Gramedia, Mizan, Serambi, dan sebagainya.
Sampai saat ini, koleksi Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah terbilang masih sedikit, yakni sekitar 1000 judul dan 1200 eksemplar.
Namun demikian, dengan penambahan koleksi yang cukup mendapat perhatian khusus, ketersediaan koleksi yang tepat sasaran dan menarik ini didukung dengan langkah kedua, yakni upaya untuk menjadikan perpustakaan sekolah sebagai perpustakaan aktif.
Secara reguler, Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan rutin yang tujuannya adalah agar koleksi yang ada di perpustakaan dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Tujuan lebih jauh adalah untuk menjadikan perpustakaan sebagai tempat belajar, berekspresi, dan bereksplorasi.
Berikut ini kegiatan rutin yang diselenggarakan di Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah.
Pembacaan Cerpen atau Penggalan Novel
Setiap Rabu sore, ada siswa yang membacakan cerpen atau penggalan novel yang mereka pilih sendiri. Sebagai selingan, kadang ada guru yang juga membacakan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendorong dan mempromosikan buku menarik yang dibacakan untuk juga dibaca oleh siswa yang lain.
Setelah pembacaan, ada semacam apresiasi dan diskusi oleh peserta yang hadir. Kegiatan pembacaan cerpen ini ke depan rencananya secara terpisah akan dikembangkan menjadi Klub Buku, yakni kegiatan yang secara khusus mendiskusikan buku-buku yang sudah dibaca oleh siswa.
Apresiasi Film
Setiap Jum’at pagi (di Pesantren Annuqayah, liburan sekolah adalah hari Jum’at, bukan Minggu) paling cepat setiap dua pekan, Perpustakaan Madaris 3 menggelar acara nonton film.
Film yang diputar dipilih sedemikian rupa yang memiliki nilai edukatif, berkaitan dengan buku dan pembelajaran, atau memiliki nilai keistimewaan yang lain. Melalui kegiatan ini siswa didorong untuk belajar mengapresiasi dan menganalisis film yang ditonton.
Di antara film yang pernah diputar adalah Ca-Bau-Kan, Naga Bonar Jadi 2, The Da Vinci Code, Dead Poet Society, Freedom Writer, The Burning Season, dan sebagainya.
Klub Menerjemah
Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah juga memiliki Klub Menerjemah, yang menjadi tempat siswa untuk berlatih menerjemah teks bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Kegiatannya dilaksanakan setiap Jum’at sore.
Sejauh ini, buku yang sudah diterjemahkan adalah Nasreddin: The Clever Man dan Nasreddin: The Wise Man karya Sugeng Hariyanto (Kanisius). Teknisnya, setiap penggalan cerita dalam buku itu diterjemahkan oleh dua orang siswa, yang kemudian dipresentasikan dan dibahas bersama.
Naskah terjemahan yang sudah dibahas kemudian ditempel di Mading Raksasa (Marak) yang disediakan di lingkungan sekolah. Dan semua naskah sedang dikompilasi dan disunting kembali untuk dijadikan semacam “buku” sebagai bentuk dokumentasi.
Buku Curhat dan Catatan Pembaca Buku
Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah juga ingin mendorong agar siswa dapat berekspresi terutama dari apa yang mereka baca di perpus dan atau dapat menjadi tempat bagi siswa untuk belajar menulis.
Untuk itu, pengurus perpustakaan menyediakan Buku Curhat (Bucur) dan Catatan Pembaca Buku. Dalam Buku Curhat, anak-anak dapat berekspresi menuliskan komentar, kesan, tanggapan, tentang buku yang dibaca. Siswa juga menuliskan pertanyaan, kritik dan saran terhadap pengelola perpus dan sekolah, atau curhat masalah pribadi.
Sedangkan Catatan Pembaca Buku disediakan khusus bagi para peminjam buku koleksi khusus. Perlu diketahui bahwa sementara ini Perpustakaan Madaris 3 menggunakan sistem tertutup. Koleksi buku hanya boleh dibaca di tempat, kecuali Koleksi Khusus yang jumlahnya sekitar 250 judul.
Nah, mereka yang meminjam Koleksi Khusus ini diwajibkan untuk menuliskan pengalaman mereka membaca buku yang dipinjam dalam buku Catatan Pembaca Buku.
Respons siswa ternyata sungguh bagus. Buku Curhat dan Catatan Pembaca Buku setiap hari aktif diisi oleh siswa. Bahkan, secara tak diduga siswa secara kreatif mengisi Buku Curhat tidak hanya dengan teks, tapi dengan gambar, dekorasi yang menghiasi teks, dan ilustrasi.
Dalam beberapa kesempatan, di Buku Curhat kadang terjadi dialog antara siswa yang kadang juga direspons oleh seorang guru, baik itu menyangkut masalah pribadi atau berkaitan dengan pelajaran.
Siswa yang aktif mengisi Catatan Pembaca Buku tiap dua bulan diberi kenang-kenangan atau sovenir dari Perpustakaan.
Upaya lain untuk mendorong aktivitas perpus di antaranya adalah dengan menempelkan ulasan buku yang diambil dari media massa (internet).
Buku yang dipilih terutama buku-buku yang masih kurang mendapat perhatian dan kurang dibaca oleh siswa. Pengelola perpus mencari naskah resensi tersebut melalui internet yang dalam 8 bulan terakhir sudah dapat dinikmati di perpustakaan, meski cuma dengan 1 komputer dan belum gratis (tapi dengan tarif yang cukup terjangkau).
Selain itu, secara temporer Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah juga menggelar berbagai kegiatan pendukung yang terkait dengan kepustakaan dan atau kepenulisan, seperti Pelatihan Menulis, Pelatihan Metode Penelitian Kepustakaan, dan sebagainya.
Tulisan ini dimuat di website IndonesiaBuku 24 Juni 2009.
09 Juni 2009
Abidah el-Khalieqy di Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah
Diskusi dengan Abidah el-Khalieqy (penulis novel Perempuan Berkalung Sorban) di Perpustakaan Madaris 3 Annuqayah pada hari Senin, 31 Mei 2009
K. M. Faizi, M. Hum, memberi pengantar sebelum diskusi dengan Abidah el-Khalieqy
Penyerahan kenang-kenangan dari Pemulung Sampah Gaul (PSG) SMA 3 Annuqayah untuk Abidah el-Khalieqy
K. M. Faizi, M. Hum, memberi pengantar sebelum diskusi dengan Abidah el-Khalieqy
Penyerahan kenang-kenangan dari Pemulung Sampah Gaul (PSG) SMA 3 Annuqayah untuk Abidah el-Khalieqy
08 Juni 2009
The Use of Agricultural Waste as an Organic Fertilizer
Organic Fertilizer Team School Climate Challenge Competition
SMA 3 Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep Indonesia
The majority of Madura people are farmer. In recent time, they use to fertilize their land by chemical fertilizer. They threw away agricultural waste that can be used as a basic material for organic fertilizer. In other side, their dependencies to chemical fertilizer gave economical and environmental effects. Few months ago, the price of chemical fertilizer was expensive—apart from a complex problem of distribution among the farmers—and it was hard to be found. In fact, the chemical fertilizer also degrades the quality of soil and could bring a loss for the farmers.
From this background of situation, we set up a series of activities in a climate challenge project—namely “The Use of Agricultural Waste as an Organic Fertilizer”—so that the farmers especially in Madura utilize the agricultural waste as an organic fertilizer to support their work. Actually, traditional farmers in Madura in past time make use of any organic materials as a fertilizer. But the shift of paradigm in the farmers’ mind pulled out their environmental awareness.
For about four months, we had managed some environmental programs and activities to achieve this objective. Those programs include socialization in several school communities and people association around Sumenep district to promote the use of agricultural waste as an organic fertilizer. This program aimed to spread out information and environmental awareness among people.
Our other main activity in this project is production of organic fertilizer with straw as a basic material. In this process of production, students learned and had scientific experiment that could be a valuable experience for them. During this project, our team had done two experiments/productions in our school. The organic fertilizer that we produced had already tested in our laboratory, and the result is positive.
Responses from school communities and people were very good. They not only supported our project, but they also stated that they want to make the same project in their communities. Such statement appeared in the socializations and exhibition that we had held. Based on this fact, we planned to have assistances more intensely to farmers to produce and use organic fertilizer with straw as a basic material.
Another support from our project came from mass media. Radar Madura, popular local newspaper in Madura, wrote about our activities at two editions. Beside that, Madura Channel and TVRI also came into our school and broadcasted our project.
(Summary of Project for School Climate Challenge Competition British Council Indonesia 2009)
07 Juni 2009
TVRI dan Madura Channel Meliput Kegiatan Tim Pupuk Organik SCC SMA 3 Annuqayah
Siti Mailah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Sosialisasi Tim Pupuk Organik School Climate Challenge Competition British Council
Pada hari Sabtu 6 Juni 2009 kemarin, kami Tim Pupuk Organik School Climate Challenge Competition British Council SMA 3 Annuqayah kedatangan tamu dari stasiun TV Madura Channel dan juga TVRI. Mereka hendak meliput kegiatan kami, yakni membuat pupuk organik dari limbah pertanian.
Kami sempat bingung, karena saat tim liputan Madura Channel dan TVRI tiba di SMA 3 Annuqayah, salah satu guru pembimbing kami masih ada kegiatan di rumah dan harus dijemput. Tapi, setelah pembimbing kami datang, kami sangat senang karena peliputan tersebut dapat berlangsung dengan lancar.
Mereka melihat dan meninjau langsung ke tempat pembuatan pupuk organik kami di utara Laboratorium IPA. Mereka meminta kami untuk melakukan praktik langsung bagaimana cara membuat pupuk organik dari jerami. Alhamdulillah segala bahan yang diperlukan tersedia, sisa dari kegiatan pameran kemarin. Setelah praktik tersebut selesai, mereka mewawancarai salah satu guru pembimbing dan anggota tim kami.
Kami tim pupuk organik merasa bangga, dengan kedatangan stasiun TV Madura Channel dan TVRI. Kami merasa semakin optimis dan bersemangat untuk terus mensosialisasikan kegiatan dan produk pupuk kami, karena dengan begitu jaringan kami semakin luas. Tujuan utama kami adalah untuk menyadarkan masyarakat tentang bahaya pupuk kimia dan masyarakat bisa mengurangi pemakaian pupuk kimia seoptimal mungkin. Kita harus mendorong masyarakat untuk mengolah limbah pertanian untuk dijadikan pupuk organik.
Pada hari Sabtu 6 Juni 2009 kemarin, kami Tim Pupuk Organik School Climate Challenge Competition British Council SMA 3 Annuqayah kedatangan tamu dari stasiun TV Madura Channel dan juga TVRI. Mereka hendak meliput kegiatan kami, yakni membuat pupuk organik dari limbah pertanian.
Kami sempat bingung, karena saat tim liputan Madura Channel dan TVRI tiba di SMA 3 Annuqayah, salah satu guru pembimbing kami masih ada kegiatan di rumah dan harus dijemput. Tapi, setelah pembimbing kami datang, kami sangat senang karena peliputan tersebut dapat berlangsung dengan lancar.
Mereka melihat dan meninjau langsung ke tempat pembuatan pupuk organik kami di utara Laboratorium IPA. Mereka meminta kami untuk melakukan praktik langsung bagaimana cara membuat pupuk organik dari jerami. Alhamdulillah segala bahan yang diperlukan tersedia, sisa dari kegiatan pameran kemarin. Setelah praktik tersebut selesai, mereka mewawancarai salah satu guru pembimbing dan anggota tim kami.
Kami tim pupuk organik merasa bangga, dengan kedatangan stasiun TV Madura Channel dan TVRI. Kami merasa semakin optimis dan bersemangat untuk terus mensosialisasikan kegiatan dan produk pupuk kami, karena dengan begitu jaringan kami semakin luas. Tujuan utama kami adalah untuk menyadarkan masyarakat tentang bahaya pupuk kimia dan masyarakat bisa mengurangi pemakaian pupuk kimia seoptimal mungkin. Kita harus mendorong masyarakat untuk mengolah limbah pertanian untuk dijadikan pupuk organik.
06 Juni 2009
Conservation of Javanese Sugar (Siwalan Tree): Local Solution for Climate Challenge
Javanese Sugar Team School Climate Challenge Competition
SMA 3 Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep Indonesia
Siwalan tree (Borassus flabellifer) is one of a local species in Madura. Madura people take advantage of it for many functions. The leaves used for making mats, bucket, etc, and the wood used as a building material. Siwalan tree also supplies a kind of sugar namely Javanese sugar (gula merah, gula Jawa). These products become as an income and financial support for some Madura people. Meanwhile, in recent time, Javanese sugar was starting to be isolated. As a result, people’s appreciation to siwalan tree degraded, and the further impact was logging of siwalan tree.
From this background of situation, we set up a series of activities in a climate challenge project—namely “Conservation of Javanese Sugar (Siwalan Tree): Local Solution for Climate Challenge”—so that Madura people have a positive appreciation to the siwalan tree and Javanese sugar. Conservation of siwalan tree had a broad impact—not only about environmental and economics purpose, but also cultural aspect. Madura people have many traditional food used Javanese sugar as an ingredient.
For about four months, we had managed some environmental programs and activities to achieve this objective. Those programs include socialization in several school communities and people association around Sumenep district to promote the use of Javanese sugar and to stop logging activities. Socialization held not only by sharing and discussing this issue with people and students. As a concrete action, our team used to provide tradisional food used Javanese sugar as an ingredient in our school activities. We also collected many recipes for this kind of food and in the exhibitions we had very good appreciations from people and students. By these activities, we have been spreading out environmental awareness through conservation of siwalan tree issue.
Our other important activity in this project is field research about the problem of this effort of conservation. We had done two field research in two villages, Cecce’ (Aeng Panas) Pragaan and Banuaju Batang-Batang. These two villages are the center of producer of Javanese sugar. Many valuable information and experiences we’ve got in these observations. We also tried to convey environmental messages to the people in these researches.
To assure sustainability of this project, we planned to recruit new cadres in our school, organize capacity building for our team and community, develop educational network on environmental issues in Sumenep, and develop this issue with another important problem concerning local food and plantation.
(Summary of Project for School Climate Challenge Competition British Council Indonesia 2009)
SMA 3 Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep Indonesia
Siwalan tree (Borassus flabellifer) is one of a local species in Madura. Madura people take advantage of it for many functions. The leaves used for making mats, bucket, etc, and the wood used as a building material. Siwalan tree also supplies a kind of sugar namely Javanese sugar (gula merah, gula Jawa). These products become as an income and financial support for some Madura people. Meanwhile, in recent time, Javanese sugar was starting to be isolated. As a result, people’s appreciation to siwalan tree degraded, and the further impact was logging of siwalan tree.
From this background of situation, we set up a series of activities in a climate challenge project—namely “Conservation of Javanese Sugar (Siwalan Tree): Local Solution for Climate Challenge”—so that Madura people have a positive appreciation to the siwalan tree and Javanese sugar. Conservation of siwalan tree had a broad impact—not only about environmental and economics purpose, but also cultural aspect. Madura people have many traditional food used Javanese sugar as an ingredient.
For about four months, we had managed some environmental programs and activities to achieve this objective. Those programs include socialization in several school communities and people association around Sumenep district to promote the use of Javanese sugar and to stop logging activities. Socialization held not only by sharing and discussing this issue with people and students. As a concrete action, our team used to provide tradisional food used Javanese sugar as an ingredient in our school activities. We also collected many recipes for this kind of food and in the exhibitions we had very good appreciations from people and students. By these activities, we have been spreading out environmental awareness through conservation of siwalan tree issue.
Our other important activity in this project is field research about the problem of this effort of conservation. We had done two field research in two villages, Cecce’ (Aeng Panas) Pragaan and Banuaju Batang-Batang. These two villages are the center of producer of Javanese sugar. Many valuable information and experiences we’ve got in these observations. We also tried to convey environmental messages to the people in these researches.
To assure sustainability of this project, we planned to recruit new cadres in our school, organize capacity building for our team and community, develop educational network on environmental issues in Sumenep, and develop this issue with another important problem concerning local food and plantation.
(Summary of Project for School Climate Challenge Competition British Council Indonesia 2009)
05 Juni 2009
Uji Laboratorium Pupuk Organik dari Jerami
Anisah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Riset Tim Pupuk Organik School Climate Challenge Competition British Council
Kepedulian kami terhadap lingkungan apalagi terhadap limbah pertanian tidak berhenti setelah lomba School Climate Challenge British Council selesai. Meskipun lomba tersebut sudah berakhir, tapi di hari Rabu (3/6) kemarin, kami Tim Pupuk Organik masih sempat untuk melakukan penelitian meskipun di waktu itu kami sibuk dengan mengerjakan laporan akhir lomba tersebut.
Kami meneliti pupuk organik yang kami buat karena kami ingin mengetahui, apakah pupuk organik buatan kami itu sudah berhasil apa tidak? Kami mengujinya dengan memakai termometer untuk mengukur suhunya dan memakai alat seperti kertas untuk mengukur berapa pHnya. Jika hasilnya positif, berarti pupuk buatan kami sudah berhasil.
Kami melakukan pengujian itu di Laboratorium IPA SMA 3 Annuqayah. Kami meneliti pupuk buatan kami tersebut bersama tiga siswa dan guru pembimbing kami, Bekti Utami. Ternyata, pH dari pupuk yang kami teliti 8, sedangkan suhunya 45 derajat celcius, dan itu menunjukkan bahwa pupuk kami berhasil.
Hari itu merupakan hari bahagia bagi kami. Selain percobaan kami berhasil, ternyata kegiatan kami juga dimuat di media cetak, Radar Madura.
Sesudah penelitian, kami langsung rujak bersama dengan tim SCC yang lainnya. Dan hal itu merupakan sesuatu yang tidak pernah kami lupakan.
Kepedulian kami terhadap lingkungan apalagi terhadap limbah pertanian tidak berhenti setelah lomba School Climate Challenge British Council selesai. Meskipun lomba tersebut sudah berakhir, tapi di hari Rabu (3/6) kemarin, kami Tim Pupuk Organik masih sempat untuk melakukan penelitian meskipun di waktu itu kami sibuk dengan mengerjakan laporan akhir lomba tersebut.
Kami meneliti pupuk organik yang kami buat karena kami ingin mengetahui, apakah pupuk organik buatan kami itu sudah berhasil apa tidak? Kami mengujinya dengan memakai termometer untuk mengukur suhunya dan memakai alat seperti kertas untuk mengukur berapa pHnya. Jika hasilnya positif, berarti pupuk buatan kami sudah berhasil.
Kami melakukan pengujian itu di Laboratorium IPA SMA 3 Annuqayah. Kami meneliti pupuk buatan kami tersebut bersama tiga siswa dan guru pembimbing kami, Bekti Utami. Ternyata, pH dari pupuk yang kami teliti 8, sedangkan suhunya 45 derajat celcius, dan itu menunjukkan bahwa pupuk kami berhasil.
Hari itu merupakan hari bahagia bagi kami. Selain percobaan kami berhasil, ternyata kegiatan kami juga dimuat di media cetak, Radar Madura.
Sesudah penelitian, kami langsung rujak bersama dengan tim SCC yang lainnya. Dan hal itu merupakan sesuatu yang tidak pernah kami lupakan.
04 Juni 2009
Saving the Earth from the Hazard of Plastic Rubbish: Toward Ecofriendly Life Style
Plastic Rubbish Team School Climate Challenge Competition
SMA 3 Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep Indonesia
Contemporary people have a minor sensitivity to conduct with nature. They used to do something and had no painstaking consideration about the impact of their behavior. The massive use of plastic as a popular package in Indonesian society in general illustrated their unawareness about the hazard of plastic rubbish. Plastic packages are not just unfriendly to the environment but also dangerous to human health. Kompas (August 6, 2008), national daily newspaper, reported that during 2008, 2.1 ton million of plastic and any product made of plastic had produced, and 952 ton thousand of it was used as packages, and 80% of it was potential to be dangerous waste. Plastic gives a practicality of use to the people but has no good impact for the nature.
From this background of situation, we set up a series of activities in a climate challenge project—namely “Saving the Earth from the Hazard of Plastic Rubbish: Toward Ecofriendly Life Style”—to anticipate serious threat of plastic rubbish. This project aimed to disseminate information and awareness concerning to the hazard of plastic rubbish among school communities and others, so that the students and people will have a concrete contribution to save the earth and give a simple, precise, consistent, and integrative responses to the climate challenge.
For about four months, we had managed some environmental programs and activities to achieve this objective. Those programs include socialization in several school communities and people association around Sumenep district, television and radio talk show, etc. This program aimed to spread out information about the hazard of plastic rubbish. We also had collected plastic rubbish from Annuqayah landfill near our school as a campaign against plastic rubbish.
Our socialization and campaign had succeed decreasing plastic rubbish around school and people’s neighbourhood by reuse the rubbish to be a creative accessories, like school bag, etc. The production of these creative accessories was just as a medium to arise people’s awareness about the hazard of plastic rubbish. By doing this activity, we had received good support from school communities and people to reduce increasing volume of plastic rubbish by collecting the rubbish and give it to our team to be produced. We also sold those products in an exhibition, so we also had a financial support for our own environmental activities.
The best achievement of out project is about support and response from school communities and people in general. Some schools that were our partner—we socialize there—now are trying to develop the same environmental activities in their schools.
To assure sustainability of this project, we planned to recruit new cadres in our school, organize capacity building for our team and community, develop educational network on environmental issues in Sumenep, and other supporting activities and programs.
(Summary of Project for School Climate Challenge Competition British Council Indonesia 2009)
SMA 3 Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep Indonesia
Contemporary people have a minor sensitivity to conduct with nature. They used to do something and had no painstaking consideration about the impact of their behavior. The massive use of plastic as a popular package in Indonesian society in general illustrated their unawareness about the hazard of plastic rubbish. Plastic packages are not just unfriendly to the environment but also dangerous to human health. Kompas (August 6, 2008), national daily newspaper, reported that during 2008, 2.1 ton million of plastic and any product made of plastic had produced, and 952 ton thousand of it was used as packages, and 80% of it was potential to be dangerous waste. Plastic gives a practicality of use to the people but has no good impact for the nature.
From this background of situation, we set up a series of activities in a climate challenge project—namely “Saving the Earth from the Hazard of Plastic Rubbish: Toward Ecofriendly Life Style”—to anticipate serious threat of plastic rubbish. This project aimed to disseminate information and awareness concerning to the hazard of plastic rubbish among school communities and others, so that the students and people will have a concrete contribution to save the earth and give a simple, precise, consistent, and integrative responses to the climate challenge.
For about four months, we had managed some environmental programs and activities to achieve this objective. Those programs include socialization in several school communities and people association around Sumenep district, television and radio talk show, etc. This program aimed to spread out information about the hazard of plastic rubbish. We also had collected plastic rubbish from Annuqayah landfill near our school as a campaign against plastic rubbish.
Our socialization and campaign had succeed decreasing plastic rubbish around school and people’s neighbourhood by reuse the rubbish to be a creative accessories, like school bag, etc. The production of these creative accessories was just as a medium to arise people’s awareness about the hazard of plastic rubbish. By doing this activity, we had received good support from school communities and people to reduce increasing volume of plastic rubbish by collecting the rubbish and give it to our team to be produced. We also sold those products in an exhibition, so we also had a financial support for our own environmental activities.
The best achievement of out project is about support and response from school communities and people in general. Some schools that were our partner—we socialize there—now are trying to develop the same environmental activities in their schools.
To assure sustainability of this project, we planned to recruit new cadres in our school, organize capacity building for our team and community, develop educational network on environmental issues in Sumenep, and other supporting activities and programs.
(Summary of Project for School Climate Challenge Competition British Council Indonesia 2009)
03 Juni 2009
Dengan Kreativitas, Sampah-Sampah Plastik itu Tak Terbuang Begitu Saja
Sulhatus Sayyidah, siswi XI IPA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Desain Tim Sampah Plastik School Climate Challenge Competition British Council
Sampah-sampah plastik yang terkumpul di Markas Tim Proyek SCC berasal dari berbagai tempat di sekitar kami, seperti dari pengelola warung/kantin/pusat belanja, dari kelas-kelas di lingkungan Madaris 3 Annuqayah, hasil memulung dari TPA (20 Maret lalu), pondok sekitar sekolah, dari guru, dan sebagainya.
Ketika kami mengunjungi salah satu toko di lingkungan Annuqayah, Raihan, salah satu penjaga Toko Mubarok Annuqayah, menawarkan sampah plastiknya yang sengaja dikumpulkan untuk kami buat kerajinan. Mereka semangat untuk mengumpulkan sampah plastiknya. Akan tetapi kami tidak bisa mengambilnya secara rutin. Karena untuk menuju toko Mubarok, kami harus mendapatkan izin dari pengasuh. Selain dari Toko Mubarok, kami juga mendapatkan sampah plastik dari Toko Yayasan Annuqayah.
Rumah tangga sekitar sekolah juga ikut berperan dalam penyediaan sampah plastik di tim kami. Bungkus minyak goreng dan deterjen merupakan salah satu dari sampah rumah tangga yang mereka sumbangkan. Kami tidak secara langsung mendatangi mereka. Tapi mereka sendiri yang berinisiatif, menawarkan, dan mengantarkan langsung pada kami karena bagi mereka daripada dibuang dan menjadi sampah yang mengotori lingkungan lebih baik dimanfaatkan ulang menjadi benda unik dan gaul.
Jam istirahat di sekolah biasa digunakan guru-guru di sekolah kami untuk berkunjung ke markas (bengkel kerja) kami. Karena pada jam-jam istirahat, kami selalu meluangkan waktu untuk sekadar menyapu, menggunting plastik, ataupun menjahit. Kedatangan mereka ke markas kami tak hanya berkunjung saja, tapi juga kadang sambil membawa sampah plastik dari rumahnya. Mayoritas sampah yang mereka bawa adalah bungkus sabun cuci dan makanan ringan.
Pondok di sekitar sekolah juga menjadi target kami. Siti Mailah, koordinator Seksi Kebersihan PP Annuqayah Karang Jati Putri, ikut membantu kami dalam mengumpulkan sampah plastik. Kebetulan dia juga terlibat di proyek SCC, yakni di Tim Pupuk Organik. Sebelum mengantarkan ke Markas, biasanya ia terlebih dahulu memilah sampah-sampah yang sekiranya masih bisa dimafaatkan ulang. Terdapat aneka ragam plastik yang ia kumpulkan. Mulai dari bungkus permen, sabun cuci, pasta gigi, bahkan bungkus pembalut pun ia kumpulkan.
Dari berbagai sumber itulah, sampah-sampah plastik tersebut kami olah menjadi kriya kerajinan, seperti tas, dan sebagainya. Produksi pertama dimulai sejak 7 April 2009. Target produksi dalam program kami ini mengalami keterlambatan, karena markas (bengkel kerja) yang semula diprioritaskan akan rampung pada pertengahan Maret, ternyata tidak selesai.
Sambil menunggu renovasi usai, kami hanya bisa mempersiapkan alat dan bahan produksi. Setelah sekian hari menunggu rampungnya markas, pada 29 Maret 2009 kami bahu-membahu membersihkan maskas yang berukuran 3,5 m persegi tersebut. Dua buah Mesin, 5 kardus sampah plastik yang telah dicuci, dan alat-alat menjahit lainnya yang semula disimpan di rumah salah satu guru SMA 3 Annuqayah kami pindah ke markas. Tuhan kembali menguji kesabaran kami. Belum sempat memproduksi sebuah tas pun, ternyata salah satu mesin yang akan langsung kami gunakan rusak dan 1 mesin jahit lainnya butuh perbaikan ulang.
Tas pertama produksi kami adalah tas yang dibuat dari bungkus permes KIS, dengan desain yang sangat sederhana. Terus semangat dan berusaha merupakan salah satu usaha kami untuk memproduksi tas yang lebih indah dan baik agar dapat mengurangi angka pertambahan sampah yang terus melonjak. Walaupun hanya dengan 1 buah mesin jahit yang tak sempurna itu kami bisa memproduksi tas kedua, yang dibuat dari bungkus makanan ringan Serena Snack. Hasilnya bisa dibilang lebih baik dari sebelumnya.
Akhirnya, pada hari Ahad, 12 April 2009, kedua mesin bermasalah tersebut diperbaiki pada salah seorang tetangga di sekolah kami yang ahli, yakni Bapak Ismail. Berkat bantuannya, akhirnya kami bisa berkreasi kembali.
Jam istirahat sekolah merupakan waktu yang sangat berguna untuk kami. Selain bisa memproduksi tas, kami juga bisa membimbing siswa yang berminat untuk belajar menjahit. Tidak hanya siswa SMA, siswa MTs pun tak segan untuk belajar menjahit di markas kami.
Selain itu kami mendapat pinjaman sebuah mesin jahit dari salah satu rumah tangga di sekitar sekolah yang kebetulan tidak termanfaatkan. Hal ini sangat membantu proses berjalannya kegiatan produksi.
Dalam perjalanan produksi, sempat ada seorang guru dari sekolah lain di lingkungan Annuqayah, yakni dari Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Putra, yang ikut menyumbangkan sampah plastik untuk diolah menjadi tas. Bahkan dia menyatakan keinginannya untuk menjalin kerja sama: dia memasok sampah plastik, kami membuat tas, dan kemudian dijual dengan harga tertentu.
Dalam jangka waktu 52 hari, yakni hingga akhir Mei, kami berhasil membuat 18 tas, 4 tempat pencil, 2 tempat laptop, dan 1 dompet. Tentu saja, tas-tas dan hasil karya yang lain bukan tujuan utama kami. Ini hanya alat saja, untuk mengingatkan bahwa sampah plastik bisa dimanfaatkan, karena jika tidak, ia bisa membahayakan lingkungan kita.
02 Juni 2009
Pameran Kreativitas untuk Masa Depan Bumi yang Hijau
M Mushthafa, guru SMA 3 Annuqayah, fasilitator/pendamping Tim Sampah Plastik School Climate Challenge Competition British Council SMA 3 Annuqayah
Ahad (31/5) kemarin, tiga proyek kegiatan School Climate Challenge (SCC) Competition British Council SMA 3 Annuqayah mengadakan perhelatan penutupan dan pameran kegiatan. Acara intinya adalah presentasi perjalanan dan pencapaian masing-masing proyek kegiatan yang telah berlangsung selama lebih dari tiga bulan, tepatnya dimulai dari sekitar pertengahan Februari hingga akhir Mei kemarin.
Masing-masing tim yang mengikuti kompetisi tingkat nasional ini terdiri dari lima orang guru dan siswa. Ketiga tim itu adalah Tim Sampah Plastik (satu guru empat siswa), Tim Gula Merah (dua guru tiga siswa), dan Tim Pupuk Organik (dua guru tiga siswa). Mereka bekerja dengan didukung oleh siswa-siswa yang lain di luar anggota tim inti. Demikian pula, kegiatan penutupan kemarin melibatkan panitia teknis di luar anggota tim inti.
Anak-anak berupaya untuk menyajikan dan mengemas acara ini dengan unik dan menarik. Dengan kata lain, momentum acara ini dijadikan sebagai ajang penumpahan kreativitas berbagai potensi yang dimiliki siswa di SMA 3 Annuqayah. Karena itu, mulai dari desain undangan, anak-anak sudah mulai menampilkan satu terobosan kreasi yang cukup menendang. Undangan untuk acara ini dibuat dari bahan kardus bekas dan dihias secara manual dengan krayon dan pernak-pernik lainnya. Teks undangannya pun tak biasa. Selain dilipat sedemikian rupa sehingga menjadi unik, teks undangan terkesan ditempel di atas koran yang memuat berita tentang isu-isu lingkungan. Panitia mengerjakan undangan yang dibuat sebanyak lebih dari 150 eksemplar ini selama dua hari dengan mengerahkan tak kurang dari 10 siswa yang dipandang memiliki cita rasa seni yang baik.
Demikian pula, Paduan Suara Madaris 3 Annuqayah (Paramarta) dalam kegiatan ini tampil dengan lagu himne dan mars Madaris 3 Annuqayah, ditambah dengan satu lagu spesial bertema lingkungan yang dicipta oleh Muhammad Affan, guru Pendidikan Seni di SMA 3 Annuqayah. Paramarta berlatih dan mempersiapkan untuk acara ini selama kurang lebih tiga hari.
Selain itu, tata panggung dan setting tempat pameran dirancang oleh tim yang bertugas dengan cukup unik pula. Ketiga tim secara simbolis hadir dalam ornamen dan dekorasi yang dibuat anak-anak. Panggung, misalnya, dihias dengan daun dan buah siwalan, dan di bagian dasarnya diberi tumpukan jerami. Sementara itu, huruf yang dibuat dekorasi di panggung dibuat dari sampah plastik, dan di bagian bawah dihias dengan jerami sehingga dari kejauhan mengesankan seperti rumput yang membentang.
Tak hanya panggung, ketiga stan pameran masing-masing tim juga memperkuat simbol-simbol proyek yang dikerjakannya. Foto-foto dan berita kegiatan yang ditempel di masing-masing stan dipasang sedemikian rupa dengan menggunakan atau berhiaskan unsur sampah plastik, siwalan, dan jerami.
Khusus untuk kreasi penataan panggung, tempat, dan kelengkapan acara, saya terasa kurang jika hanya memberi panitia dua jempol!
Alur acara kemarin sebenarnya cukup sederhana. Seremoni acara dimulai tepat pukul 09.15 WIB, sebagaimana telah dirancang sebelumnya oleh panitia. Sebelum itu, para tamu undangan yang tiba di tempat dipersilakan untuk berkunjung ke tiga stan tim proyek untuk melihat dokumentasi dan hasil kegiatan mereka. Di stan mereka dilayani oleh masing-masing anggota tim yang siap memberi penjelasan terperinci tentang segala sesuatu berkaitan dengan perjalanan proyek tim.
Kabid Dikmen Diknas Sumenep, M. Sudirman, yang datang cukup awal, bersama beberapa pejabat lain, seperti Camat Guluk-Guluk dan perwakilan dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumenep, tampak antusias menyaksikan kreativitas anak-anak. Pak Ya’kub dan Pak Nasir, pimpinan SMA 3 Annuqayah, menemani mereka berkeliling stan. Sebagai bekal awal, panitia memberikan laporan singkat ketiga tim yang sudah ditulis dan digandakan kepada mereka.
Perwakilan dari BLH bahkan tampak tertarik dengan tulisan-tulisan anak-anak tim yang cukup banyak menceritakan berbagai aktivitas mereka selama tiga bulan. Dia menyatakan minatnya untuk meminta kopi tulisan anak-anak.
Acara seremoni sebelum presentasi berlangsung sekitar 45 menit, sehingga presentasi dimulai sekitar pukul 10.00 WIB. Saya sebagai koordinator guru pendamping SCC memandu sesi ini. Sebelum mempersilakan semua anggota tim untuk naik ke panggung dan presentasi, saya memberi pengantar singkat tentang masalah tantangan perubahan iklim dan bagaimana ketiga tim ini berupaya memberi solusi. Tentang konteks lomba, saya sudah menyampaikannya saat memberi kata sambutan.
Saya sempat khawatir dengan sesi presentasi ini, karena anak-anak tidak punya waktu yang cukup untuk membuat persiapan khusus dan berlatih presentasi. Mereka juga sibuk menyiapkan stan dan persiapan teknis lainnya sehingga mereka hanya sempat menyiapkan laporan singkat tertulis 2-3 lembar saja. Memang, mereka telah cukup terbiasa presentasi dalam kegiatan sosialisasi di masing-masing proyek di berbagai tempat. Tapi di acara ini hadir para pejabat dan pimpinan-pimpinan lembaga, dan acaranya cukup besar.
Presentasi dimulai dari Tim Sampah Plastik. Saat mulai presentasi, saya dapat menangkap sedikit perasaan tegang dan kurang lepas dalam diri mereka, sehingga mereka kurang bisa berimprovisasi dan agak mengandalkan catatan yang mereka buat. Anak-anak, terutama dari kedua tim lain, tampak dapat menangkap kegelisahan saya. Dan untung, dua tim yang lain dapat lebih lepas mempresentasikan kegiatan proyek mereka. Bahkan, Tim Gula Merah ada yang presentasi dengan bahasa Inggris sekitar tiga menit.
Alhamdulillah, Tim Pupuk Organik dapat menampilkan presentasi yang sangat lepas dan cukup mengalir. Mereka tampak nothing to lose. Sesekali dicampur dengan bahasa Madura dan bumbu guyon, sehingga para hadirin senyum-senyum dan tertawa kecil.
Presentasi masing-masing tim diiringi dengan slide gambar-gambar kegiatan yang sudah disiapkan sebelumnya dan dikendalikan dari laptop di depan saya. Meski tidak tampak sangat jelas karena terik matahari yang cukup menyengat, gambar-gambar itu juga membantu melengkapi presentasi anak-anak.
Presentasi berlangsung sekitar hampir satu jam. Begitu selesai, saya mengambil alih kendali acara dan mencoba memancing hadirin untuk menanggapi perjalanan kegiatan semua proyek, dan terutama mengenai rencana tindak lanjut yang dirancang.
Empat penanggap pertama adalah “para pembesar”. Dimulai dari Pak Rahem (Camat Guluk-Guluk), Pak Dirman (Diknas Sumenep), Pak Ya’kub (Kepala SMA 3 Annuqayah), dan terakhir H.A. Pandji Taufiq, tokoh lingkungan dan aktivitas sosial yang kini menjabat sebagai Ketua Yayasan Annuqayah.
Pak Camat memberi tanggapan yang cukup panjang lebar. Dia menanggapi satu persatu untuk tiga tim. Secara umum, perspektifnya memang tampak kental sebagai birokrat. Dia, misalnya, mengingatkan bahwa ada instansi-instansi pemerintah yang bisa dimintai partisipasi dalam kegiatan masing-masing tim. Kepada masing-masing tim dia memberi masukan khusus. Untuk Tim Sampah Plastik, dia bertanya: yang mana kegiatan daur ulangnya. Untuk Tim Pupuk Organik, dia menanyakan apakah pupuk organiknya sudah diuji coba digunakan untuk tanaman tertentu. Untuk Tim Gula Merah, dia mengkritik mengapa memilih pohon siwalan dan bukan pohon kelapa. Sementara potensi di Kecamatan Guluk-Guluk lebih banyak pohon kelapa. Pak Camat juga mempertanyakan keterlibatan siswa yang lain di luar tim proyek ini.
Pak Dirman dari Diknas Sumenep lebih banyak menekankan pada soal keberlanjutan kegiatan ini ke depan. Sedang Pak Ya’kub, Kepala SMA 3 Annuqayah, secara retoris menambahkan soal kegiatan tiga proyek ini yang tak menggunakan uang dari sekolah. Tampaknya Pak Ya’kub ingin menunjukkan bahwa kegiatan tanpa uang pun bisa terlaksana, dan bahwa anak-anak bisa mandiri menyiasati hal semacam itu.
Pak Panji, yang menjadi penanggap terakhir di sesi pertama, menggarisbawahi komentar retoris Pak Ya’kub: bahwa yang paling penting itu semangat dan kerja keras, bukan uang. Selain itu, Pak Panji juga mengapresiasi kegiatan ketiga tim proyek ini dengan sangat positif, terutama dalam menginspirasi kita semua, baik sebagai individu, kepala keluarga, pimpinan lembaga pendidikan, instansi pemerintah, dan sebagainya, untuk peduli dan melek dengan masalah-masalah lingkungan di sekitar kita. “Jika anak-anak SMA 3 Annuqayah ini bisa berbuat sesuatu untuk menyebarkan kepedulian lingkungan dengan terutama hanya bermodal semangat, mestinya lembaga pendidikan yang lain juga bisa melakukan hal serupa,” tegasnya.
Pak Panji memberi penekanan-penekanan substantif atas kegiatan ketiga tim proyek ini, sehingga beberapa tampak dapat menjawab pertanyaan dari penanggap sebelumnya. Selain itu, Pak Panji juga memberikan gambaran tentang tantangan masalah-masalah lingkungan di sekitar kita yang membutuhkan kepedulian. “Di Kabupaten Sumenep saja, urusan sampah masih belum menjadi prioritas, sehingga kota Sumenep saja sampai sekarang belum punya TPA yang resmi. Demikian juga, di Annuqayah, yang dihuni oleh sekitar enam ribu pelajar, yang menurut perhitungan kasar saya setiap hari bisa ‘menghasilkan’ sampah sekitar 2 ton, masalah sampah belum menjadi prioritas,” tegasnya.
Alhamdulillah, anak-anak dapat menanggapi keempat tanggapan ini dengan baik. Soal dukungan dana, anak-anak menceritakan bagaimana mereka di antaranya mendapatkan dukungan dari luar atas dasar capaian kegiatan peduli lingkungan yang sudah dilaksanakan sebelumnya, sehingga untuk kegiatan ini pendanaan proyek sama sekali bukan dari kas sekolah. Untuk dicatat, organ peduli lingkungan di SMA 3 Annuqayah terbentuk pada 2006 lalu, dengan nama Duta Lingkungan, yang kemudian disusul dengan Pemulung Sampah Gaul (PSG) pada April 2008, yang fokus pada penanganan sampah plastik. Selain itu, dalam beberapa kegiatan proyek, tim mendapatkan dukungan finansial dari mitra mereka di lapangan. Saat tampil mengudara di Ganding FM 104.10, misalnya, anak-anak justru mendapat ganti transportasi dan bahkan uang saku. Demikian juga, saat ke Madrasah Aliyah Nasy’atul Muta’allimin Gapura, anak-anak juga mendapat ganti transportasi. Bagi kami, hal ini menunjukkan bahwa dua mitra lembaga tersebut menunjukkan kepedulian, dukungan, dan komitmen yang sama atas kegiatan kami. Ini semakin jelas saat seusai acara penutupan Ahad kemarin, Ganding FM menyiarkan ulang sesi presentasi anak-anak di gelombang radio mereka.
Keterlibatan dan dukungan komunitas lain, termasuk di lingkungan SMA 3 Annuqayah, juga dijelaskan cukup panjang lebar oleh anak-anak. Saat beraktivitas, ketiga tim tak bekerja sendiri, tapi juga didukung oleh siswa yang lain di sekolah. Secara khusus, tim memang berupaya untuk mendorong keterlibatan siswa secara lebih luas. Tim Gula Merah, misalnya, saat bersosialisasi tentang gula merah di sekolah juga meminta partisipasi siswa yang lain untuk menyumbangkan menu makanan tradisional berbahan gula merah untuk didokumentasikan. Demikian juga, Tim Sampah Plastik meminta siswa untuk juga meletakkan sampah plastik di sekolah di tempat khusus untuk diolah menjadi kriya kreatif.
Keberlanjutan masing-masing proyek menjadi tantangan tersendiri yang juga ditanggapi oleh ketiga tim. Pada sesi kedua, salah seorang guru pendamping, Mus’idah Amien (pendamping Tim Gula Merah) mengemukakan komentar menarik. “Kami tidak ingin menjadi lelaki mata keranjang. Kami akan terus konsisten mengerjakan dan mengembangkan proyek kami masing-masing agar dapat lebih baik,” tuturnya, yang disambut dengan tepuk tangan meriah.
Pada sesi kedua, penanggap semua berasal dari sekolah. Tim SCC Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Putri juga berbagi pengalaman tentang kegiatan mereka. Beberapa pertanyaan bersifat agak teknis. Dan semuanya ditanggapi dengan baik oleh ketiga tim.
Presentasi diakhiri pada pukul 12.10 WIB. Setelah ditutup dengan doa, para hadirin kembali dipersilakan untuk kembali menyaksikan stan pameran. Kali ini, stan Tim Gula Merah telah dilengkapi dengan dua puluh empat macam makanan tradisional berbahan gula merah yang langsung diserbu oleh pada undangan. Para pengunjung tak hanya datang untuk mencicipi makanan tradisional itu, tapi juga ada yang bertanya resep dan cara pembuatannya.
Stan Tim Pupuk Organik dan Sampah Plastik juga ramai dikunjungi undangan. Ada yang langsung berbincang dengan tim yang bersiap di stan masing-masing, dan ada pula yang melihat-lihat foto dan arsip berita yang ditulis anak-anak. Tim Sampah Plastik kemarin juga menjual produk tas yang berhasil dibuat, dan beberapa produk sempat laku terjual. “Harganya masih agak mahal,” kata salah seorang pengunjung yang tampak ngebet untuk membeli salah satu produk.
Secara spontan, Mus’idah, salah satu guru pendamping proyek SCC, menyiarkan acara ini lewat pengeras suara sambil meminta komentar dan kesan beberapa tamu undangan. Menjelang pukul satu siang, pada undangan meninggalkan tempat acara satu persatu. Sebelum meninggalkan tempat, banyak di antara mereka yang menuliskan kesan-kesannya di lembaran yang disediakan panitia dan diserahkan saat mereka baru tiba.
Setelah acara benar-benar selesai, panitia dan seluruh tim proyek SCC mengadakan rapat evaluasi singkat, dan juga menyinggung persiapan penyusunan laporan lengkap kegiatan SCC untuk dikirimkan ke British Council Jakarta. Tentu saja, anak-anak dari ketiga tim pada khususnya merasa lega karena acara penutupan dan pameran kegiatan SCC ini dapat berlangsung dengan sukses. Kerja keras dan tenaga yang terkuras beberapa hari ini yang sempat membuat kami kadang lupa makan tampak impas terbayar. Alhamdulillah.
Dikutip dari: http://rindupulang.blogspot.com/2009/06/pameran-kreativitas-untuk-masa-depan.html
Ahad (31/5) kemarin, tiga proyek kegiatan School Climate Challenge (SCC) Competition British Council SMA 3 Annuqayah mengadakan perhelatan penutupan dan pameran kegiatan. Acara intinya adalah presentasi perjalanan dan pencapaian masing-masing proyek kegiatan yang telah berlangsung selama lebih dari tiga bulan, tepatnya dimulai dari sekitar pertengahan Februari hingga akhir Mei kemarin.
Masing-masing tim yang mengikuti kompetisi tingkat nasional ini terdiri dari lima orang guru dan siswa. Ketiga tim itu adalah Tim Sampah Plastik (satu guru empat siswa), Tim Gula Merah (dua guru tiga siswa), dan Tim Pupuk Organik (dua guru tiga siswa). Mereka bekerja dengan didukung oleh siswa-siswa yang lain di luar anggota tim inti. Demikian pula, kegiatan penutupan kemarin melibatkan panitia teknis di luar anggota tim inti.
Anak-anak berupaya untuk menyajikan dan mengemas acara ini dengan unik dan menarik. Dengan kata lain, momentum acara ini dijadikan sebagai ajang penumpahan kreativitas berbagai potensi yang dimiliki siswa di SMA 3 Annuqayah. Karena itu, mulai dari desain undangan, anak-anak sudah mulai menampilkan satu terobosan kreasi yang cukup menendang. Undangan untuk acara ini dibuat dari bahan kardus bekas dan dihias secara manual dengan krayon dan pernak-pernik lainnya. Teks undangannya pun tak biasa. Selain dilipat sedemikian rupa sehingga menjadi unik, teks undangan terkesan ditempel di atas koran yang memuat berita tentang isu-isu lingkungan. Panitia mengerjakan undangan yang dibuat sebanyak lebih dari 150 eksemplar ini selama dua hari dengan mengerahkan tak kurang dari 10 siswa yang dipandang memiliki cita rasa seni yang baik.
Demikian pula, Paduan Suara Madaris 3 Annuqayah (Paramarta) dalam kegiatan ini tampil dengan lagu himne dan mars Madaris 3 Annuqayah, ditambah dengan satu lagu spesial bertema lingkungan yang dicipta oleh Muhammad Affan, guru Pendidikan Seni di SMA 3 Annuqayah. Paramarta berlatih dan mempersiapkan untuk acara ini selama kurang lebih tiga hari.
Selain itu, tata panggung dan setting tempat pameran dirancang oleh tim yang bertugas dengan cukup unik pula. Ketiga tim secara simbolis hadir dalam ornamen dan dekorasi yang dibuat anak-anak. Panggung, misalnya, dihias dengan daun dan buah siwalan, dan di bagian dasarnya diberi tumpukan jerami. Sementara itu, huruf yang dibuat dekorasi di panggung dibuat dari sampah plastik, dan di bagian bawah dihias dengan jerami sehingga dari kejauhan mengesankan seperti rumput yang membentang.
Tak hanya panggung, ketiga stan pameran masing-masing tim juga memperkuat simbol-simbol proyek yang dikerjakannya. Foto-foto dan berita kegiatan yang ditempel di masing-masing stan dipasang sedemikian rupa dengan menggunakan atau berhiaskan unsur sampah plastik, siwalan, dan jerami.
Khusus untuk kreasi penataan panggung, tempat, dan kelengkapan acara, saya terasa kurang jika hanya memberi panitia dua jempol!
Alur acara kemarin sebenarnya cukup sederhana. Seremoni acara dimulai tepat pukul 09.15 WIB, sebagaimana telah dirancang sebelumnya oleh panitia. Sebelum itu, para tamu undangan yang tiba di tempat dipersilakan untuk berkunjung ke tiga stan tim proyek untuk melihat dokumentasi dan hasil kegiatan mereka. Di stan mereka dilayani oleh masing-masing anggota tim yang siap memberi penjelasan terperinci tentang segala sesuatu berkaitan dengan perjalanan proyek tim.
Kabid Dikmen Diknas Sumenep, M. Sudirman, yang datang cukup awal, bersama beberapa pejabat lain, seperti Camat Guluk-Guluk dan perwakilan dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumenep, tampak antusias menyaksikan kreativitas anak-anak. Pak Ya’kub dan Pak Nasir, pimpinan SMA 3 Annuqayah, menemani mereka berkeliling stan. Sebagai bekal awal, panitia memberikan laporan singkat ketiga tim yang sudah ditulis dan digandakan kepada mereka.
Perwakilan dari BLH bahkan tampak tertarik dengan tulisan-tulisan anak-anak tim yang cukup banyak menceritakan berbagai aktivitas mereka selama tiga bulan. Dia menyatakan minatnya untuk meminta kopi tulisan anak-anak.
Acara seremoni sebelum presentasi berlangsung sekitar 45 menit, sehingga presentasi dimulai sekitar pukul 10.00 WIB. Saya sebagai koordinator guru pendamping SCC memandu sesi ini. Sebelum mempersilakan semua anggota tim untuk naik ke panggung dan presentasi, saya memberi pengantar singkat tentang masalah tantangan perubahan iklim dan bagaimana ketiga tim ini berupaya memberi solusi. Tentang konteks lomba, saya sudah menyampaikannya saat memberi kata sambutan.
Saya sempat khawatir dengan sesi presentasi ini, karena anak-anak tidak punya waktu yang cukup untuk membuat persiapan khusus dan berlatih presentasi. Mereka juga sibuk menyiapkan stan dan persiapan teknis lainnya sehingga mereka hanya sempat menyiapkan laporan singkat tertulis 2-3 lembar saja. Memang, mereka telah cukup terbiasa presentasi dalam kegiatan sosialisasi di masing-masing proyek di berbagai tempat. Tapi di acara ini hadir para pejabat dan pimpinan-pimpinan lembaga, dan acaranya cukup besar.
Presentasi dimulai dari Tim Sampah Plastik. Saat mulai presentasi, saya dapat menangkap sedikit perasaan tegang dan kurang lepas dalam diri mereka, sehingga mereka kurang bisa berimprovisasi dan agak mengandalkan catatan yang mereka buat. Anak-anak, terutama dari kedua tim lain, tampak dapat menangkap kegelisahan saya. Dan untung, dua tim yang lain dapat lebih lepas mempresentasikan kegiatan proyek mereka. Bahkan, Tim Gula Merah ada yang presentasi dengan bahasa Inggris sekitar tiga menit.
Alhamdulillah, Tim Pupuk Organik dapat menampilkan presentasi yang sangat lepas dan cukup mengalir. Mereka tampak nothing to lose. Sesekali dicampur dengan bahasa Madura dan bumbu guyon, sehingga para hadirin senyum-senyum dan tertawa kecil.
Presentasi masing-masing tim diiringi dengan slide gambar-gambar kegiatan yang sudah disiapkan sebelumnya dan dikendalikan dari laptop di depan saya. Meski tidak tampak sangat jelas karena terik matahari yang cukup menyengat, gambar-gambar itu juga membantu melengkapi presentasi anak-anak.
Presentasi berlangsung sekitar hampir satu jam. Begitu selesai, saya mengambil alih kendali acara dan mencoba memancing hadirin untuk menanggapi perjalanan kegiatan semua proyek, dan terutama mengenai rencana tindak lanjut yang dirancang.
Empat penanggap pertama adalah “para pembesar”. Dimulai dari Pak Rahem (Camat Guluk-Guluk), Pak Dirman (Diknas Sumenep), Pak Ya’kub (Kepala SMA 3 Annuqayah), dan terakhir H.A. Pandji Taufiq, tokoh lingkungan dan aktivitas sosial yang kini menjabat sebagai Ketua Yayasan Annuqayah.
Pak Camat memberi tanggapan yang cukup panjang lebar. Dia menanggapi satu persatu untuk tiga tim. Secara umum, perspektifnya memang tampak kental sebagai birokrat. Dia, misalnya, mengingatkan bahwa ada instansi-instansi pemerintah yang bisa dimintai partisipasi dalam kegiatan masing-masing tim. Kepada masing-masing tim dia memberi masukan khusus. Untuk Tim Sampah Plastik, dia bertanya: yang mana kegiatan daur ulangnya. Untuk Tim Pupuk Organik, dia menanyakan apakah pupuk organiknya sudah diuji coba digunakan untuk tanaman tertentu. Untuk Tim Gula Merah, dia mengkritik mengapa memilih pohon siwalan dan bukan pohon kelapa. Sementara potensi di Kecamatan Guluk-Guluk lebih banyak pohon kelapa. Pak Camat juga mempertanyakan keterlibatan siswa yang lain di luar tim proyek ini.
Pak Dirman dari Diknas Sumenep lebih banyak menekankan pada soal keberlanjutan kegiatan ini ke depan. Sedang Pak Ya’kub, Kepala SMA 3 Annuqayah, secara retoris menambahkan soal kegiatan tiga proyek ini yang tak menggunakan uang dari sekolah. Tampaknya Pak Ya’kub ingin menunjukkan bahwa kegiatan tanpa uang pun bisa terlaksana, dan bahwa anak-anak bisa mandiri menyiasati hal semacam itu.
Pak Panji, yang menjadi penanggap terakhir di sesi pertama, menggarisbawahi komentar retoris Pak Ya’kub: bahwa yang paling penting itu semangat dan kerja keras, bukan uang. Selain itu, Pak Panji juga mengapresiasi kegiatan ketiga tim proyek ini dengan sangat positif, terutama dalam menginspirasi kita semua, baik sebagai individu, kepala keluarga, pimpinan lembaga pendidikan, instansi pemerintah, dan sebagainya, untuk peduli dan melek dengan masalah-masalah lingkungan di sekitar kita. “Jika anak-anak SMA 3 Annuqayah ini bisa berbuat sesuatu untuk menyebarkan kepedulian lingkungan dengan terutama hanya bermodal semangat, mestinya lembaga pendidikan yang lain juga bisa melakukan hal serupa,” tegasnya.
Pak Panji memberi penekanan-penekanan substantif atas kegiatan ketiga tim proyek ini, sehingga beberapa tampak dapat menjawab pertanyaan dari penanggap sebelumnya. Selain itu, Pak Panji juga memberikan gambaran tentang tantangan masalah-masalah lingkungan di sekitar kita yang membutuhkan kepedulian. “Di Kabupaten Sumenep saja, urusan sampah masih belum menjadi prioritas, sehingga kota Sumenep saja sampai sekarang belum punya TPA yang resmi. Demikian juga, di Annuqayah, yang dihuni oleh sekitar enam ribu pelajar, yang menurut perhitungan kasar saya setiap hari bisa ‘menghasilkan’ sampah sekitar 2 ton, masalah sampah belum menjadi prioritas,” tegasnya.
Alhamdulillah, anak-anak dapat menanggapi keempat tanggapan ini dengan baik. Soal dukungan dana, anak-anak menceritakan bagaimana mereka di antaranya mendapatkan dukungan dari luar atas dasar capaian kegiatan peduli lingkungan yang sudah dilaksanakan sebelumnya, sehingga untuk kegiatan ini pendanaan proyek sama sekali bukan dari kas sekolah. Untuk dicatat, organ peduli lingkungan di SMA 3 Annuqayah terbentuk pada 2006 lalu, dengan nama Duta Lingkungan, yang kemudian disusul dengan Pemulung Sampah Gaul (PSG) pada April 2008, yang fokus pada penanganan sampah plastik. Selain itu, dalam beberapa kegiatan proyek, tim mendapatkan dukungan finansial dari mitra mereka di lapangan. Saat tampil mengudara di Ganding FM 104.10, misalnya, anak-anak justru mendapat ganti transportasi dan bahkan uang saku. Demikian juga, saat ke Madrasah Aliyah Nasy’atul Muta’allimin Gapura, anak-anak juga mendapat ganti transportasi. Bagi kami, hal ini menunjukkan bahwa dua mitra lembaga tersebut menunjukkan kepedulian, dukungan, dan komitmen yang sama atas kegiatan kami. Ini semakin jelas saat seusai acara penutupan Ahad kemarin, Ganding FM menyiarkan ulang sesi presentasi anak-anak di gelombang radio mereka.
Keterlibatan dan dukungan komunitas lain, termasuk di lingkungan SMA 3 Annuqayah, juga dijelaskan cukup panjang lebar oleh anak-anak. Saat beraktivitas, ketiga tim tak bekerja sendiri, tapi juga didukung oleh siswa yang lain di sekolah. Secara khusus, tim memang berupaya untuk mendorong keterlibatan siswa secara lebih luas. Tim Gula Merah, misalnya, saat bersosialisasi tentang gula merah di sekolah juga meminta partisipasi siswa yang lain untuk menyumbangkan menu makanan tradisional berbahan gula merah untuk didokumentasikan. Demikian juga, Tim Sampah Plastik meminta siswa untuk juga meletakkan sampah plastik di sekolah di tempat khusus untuk diolah menjadi kriya kreatif.
Keberlanjutan masing-masing proyek menjadi tantangan tersendiri yang juga ditanggapi oleh ketiga tim. Pada sesi kedua, salah seorang guru pendamping, Mus’idah Amien (pendamping Tim Gula Merah) mengemukakan komentar menarik. “Kami tidak ingin menjadi lelaki mata keranjang. Kami akan terus konsisten mengerjakan dan mengembangkan proyek kami masing-masing agar dapat lebih baik,” tuturnya, yang disambut dengan tepuk tangan meriah.
Pada sesi kedua, penanggap semua berasal dari sekolah. Tim SCC Madrasah Aliyah 1 Annuqayah Putri juga berbagi pengalaman tentang kegiatan mereka. Beberapa pertanyaan bersifat agak teknis. Dan semuanya ditanggapi dengan baik oleh ketiga tim.
Presentasi diakhiri pada pukul 12.10 WIB. Setelah ditutup dengan doa, para hadirin kembali dipersilakan untuk kembali menyaksikan stan pameran. Kali ini, stan Tim Gula Merah telah dilengkapi dengan dua puluh empat macam makanan tradisional berbahan gula merah yang langsung diserbu oleh pada undangan. Para pengunjung tak hanya datang untuk mencicipi makanan tradisional itu, tapi juga ada yang bertanya resep dan cara pembuatannya.
Stan Tim Pupuk Organik dan Sampah Plastik juga ramai dikunjungi undangan. Ada yang langsung berbincang dengan tim yang bersiap di stan masing-masing, dan ada pula yang melihat-lihat foto dan arsip berita yang ditulis anak-anak. Tim Sampah Plastik kemarin juga menjual produk tas yang berhasil dibuat, dan beberapa produk sempat laku terjual. “Harganya masih agak mahal,” kata salah seorang pengunjung yang tampak ngebet untuk membeli salah satu produk.
Secara spontan, Mus’idah, salah satu guru pendamping proyek SCC, menyiarkan acara ini lewat pengeras suara sambil meminta komentar dan kesan beberapa tamu undangan. Menjelang pukul satu siang, pada undangan meninggalkan tempat acara satu persatu. Sebelum meninggalkan tempat, banyak di antara mereka yang menuliskan kesan-kesannya di lembaran yang disediakan panitia dan diserahkan saat mereka baru tiba.
Setelah acara benar-benar selesai, panitia dan seluruh tim proyek SCC mengadakan rapat evaluasi singkat, dan juga menyinggung persiapan penyusunan laporan lengkap kegiatan SCC untuk dikirimkan ke British Council Jakarta. Tentu saja, anak-anak dari ketiga tim pada khususnya merasa lega karena acara penutupan dan pameran kegiatan SCC ini dapat berlangsung dengan sukses. Kerja keras dan tenaga yang terkuras beberapa hari ini yang sempat membuat kami kadang lupa makan tampak impas terbayar. Alhamdulillah.
Dikutip dari: http://rindupulang.blogspot.com/2009/06/pameran-kreativitas-untuk-masa-depan.html
01 Juni 2009
Percobaan Pembuatan Pupuk Organik yang Kedua
Khoyyimah, siswi XA SMA 3 Annuqayah, Koordinator Produksi Tim Pupuk Organik School Climate Challenge Competition British Council
Jum’at (29/5) kemarin, kami, Tim Pupuk Organik SCC, melakukan pemotongan jerami dibuat percobaan pembuatan pupuk yang kedua. Kami didampingi oleh kedua guru pendamping kami, yaitu Ibu Bekti Utami dan Bapak Mahmudi—keduanya selalu setia mendampingi kami.
Kami mendapatkan jerami tersebut dari guru pendamping kami. Beliau membawa dari rumahnya. Akan tetapi, salah satu di antara teman kami yang juga ikut menyumbangkan jerami dari rumahnya. Dia juga terlibat dalam Tim Pupuk SCC.
Pada mulanya, kami agak kesulitan untuk mendapatkan alat-alat pemotongan jerami tersebut, sehingga kami berusaha mencarinya ke pondok-pondok yang ada di sekitar sekolah kami. Akhirnya kami menemukan pinjaman pisau dan gunting rumput.
Setelah pemotongan jerami tersebut hampir selesai, kami mencari pupuk kandang yang akan dicampurkan dengan jerami itu. Kami pun berusaha mencarinya dengan meminta ke tetangga dekat sekolah kami. Orang yang kami mintai pun menanyakan, pupuk kandang tersebut akan dijadikan apa. Dan kami menjelaskan bahwa pupuk kandang tersebut akan kami jadikan bahan pembuatan pupuk organik.
Dia tampak senang dan kagum, bahwa kami di sekolah tidak hanya belajar di dalam kelas saja,tapi mereka bilang bahwa sekolah kami sangat peduli dengan masyarakat yang pada saat ini memang sedang kesulitan pupuk yang semakin mahal. Dan masyarakat sangat berharap agar sekolah kami tidak berhenti setelah lomba saja, akan tetapi mereka mengharap kegiatan kami ini akan terus berlanjut sampai masyarakat menyadari agar tidak tergantung pada pupuk kimia dan dapat memanfaatkan limbah pertanian di sekitar mereka.
Langganan:
Postingan (Atom)