Lu’luil Maknun, XII IPS 1 SMA 3 Annuqayah
Membaca merupakan sebuah ‘kebutuhan’ yang tentunya tidak lepas dari keseharian kita, baik itu membaca buku, koran, majalah, atau membaca dalam artian yang lebih sederhana seperti membaca slogan di jalan, iklan, dan lain sebagainya. Membaca merupakan suatu pekerjaan yang dapat kita lakukan di mana saja dan kapan saja kita mau, di perpustakaan, di kantor, di jalan, dan lain sebagainya selama media yang mau kita baca itu ada. Namun pada umumnya, tempat yang identik dengan membaca adalah perpustakaan. Karena di perpustakaan seseorang bisa menemukan buku yang ia cari lalu membacanya.
Perpustakaan yang menjadi pusat kegiatan membaca di sekolah jarang sekali yang dapat menantang siswanya untuk gemar dan rajin membaca. Apalagi bagi siswa yang memang tidak memiliki kebiasaan membaca. Oleh sebab itu, perpustakaan di sekolah kebanyakan hanya menjadi sekedar formalitas yang dikunjungi siswa apabila mendapat tugas dari guru.
Lebih dari itu, dalam pengamatan saya selama sekolah SMA, ketika seorang siswa memasuki ruang perpustakaan buku bacaan yang dipilih oleh siswa mayoritas adalah buku-buku ‘berjiwa muda’ yang tentunya mereka sukai untuk dibaca, seperti novel, cerpen, yang berbau cinta, magis, yang bergaya alay sampai lebay. Yang mengherankan adalah bagaimana mereka bisa membaca buku (novel) yang rata-rata endingnya pasti sudah mereka ketahui?
Memilih bahan bacaan yang monoton, apalagi berupa bahan bacaan yang memiliki—katakanlah—tingkat manfaat yang minim tentu akan menimbulkan beberapa persoalan khususnya terhadap pembaca sendiri. Siswa yang cenderung selalu memilih bahan bacaan yang monoton secara tidak langsung akan membuat perbendaharaan mereka mengenai bacaan-bacaan yang berkualitas sedikit sekali.
Oleh karena itu dalam hal ini siswa perlu dibimbing untuk membaca bahan bacaan yang bermutu yang sekiranya bisa menambah perbendaharaan wawasan intelektual mereka. Misalnya buku-buku fiksi yang memang ditulis oleh pengarang terkenal dan juga terjamin kualitas karya-karyanya.
Pada akhir tahun ajaran 2013/2014, SMA 3 Annuqayah meluncurkan program baru di bidang literasi yang berupaya bukan hanya untuk ‘membimbing’ siswa membaca, tapi juga ‘menantang’ siswa dalam membaca. Di dalam program yang disebut “Tantangan Membaca” buku-buku yang ditawarkan (baca: ditantangkan) kepada siswa bukanlah sembarang buku yang dengan begitu saja ditawarkan kepada siswa, tapi dalam hal ini pihak sekolah masih melakukan verifikasi terhadap buku-buku yang sekiranya cocok, pantas, dan mudah dicerna untuk diberikan kepada siswa sebagai bahan bacaan. Bahkan pihak sekolah bukan hanya melakukan verikasi secara sepihak, melainkan terkadang juga meminta masukan dari orang-orang yang memang paham terhadap dunia bacaan, sehingga dengan begitu kecil sekali kemungkinan dalam program Tangan Membaca ini siswa mendapatkan buku yang kurang layak atau kurang pantas bagi siswa.
Di dalam “Tantangan Membaca”, selain dituntut untuk menyelesaikan lima buku dalam tempo satu bulan, siswa juga ditantang untuk merangkum sekaligus mempresentasikan hasil bacaannya secara terbatas. Dalam hal ini tentunya sudah terlihat sekali apa manfaat dari program Tantangan Membaca, yang selain ditantang untuk membaca ‘cepat’ siswa juga ditantang untuk berani membuat rangkuman dan juga berani untuk mempresentasikan.
Ketika melakukan sesi presentasi siswa akan dites melalui beberapa macam pertanyaan yang terkait dengan buku yang dipresentasikan, sehingga nantinya akan tampak kelihatan apakah siswa benar-benar membaca buku itu atau tidak, apakah siswa benar-benar memahami isi bahan bacaan dalam buku itu atau tidak.
Pertanyaan yang mungkin muncul dibenak pembaca adalah: apakah progam “Tantangan Membaca” ini nantinya tidak akan mengganggu perpustakaan yang memang sudah menjadi pusat bacaan di sekolah? Jawabannya tentu tidak. Pertama, yang perlu kita ingat adalah tujuan utama dalam program “Tantangan Membaca” ini yaitu untuk mengembangkan literasi yang ada di SMA 3 Annuqayah. Kedua, program “Tantangan Membaca” ini tidak akan mengganggu ‘waktu perpus’, karena waktu perpus hanya dibuka pada jam-jam sekolah, sedangkan “Tantangan Membaca” bukunya bisa dibawa ke rumah atau ke pondok masing-masing siswa untuk dibaca.
Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa “Tantangan Membaca” ini merupakan sebuah program yang dapat memancing adrenalin siswa di bidang literasi. Bagi mereka yang tidak terbiasa presentasi tentunya ini merupakan momentum yang memberikan mereka kesempatan untuk belajar bagaimana caranya memberikan penjelasan yang tepat dan baik. Selain itu, merangkum buku tentunya bukanlah hal yang mudah bagi mereka-mereka yang belum terbiasa. Namun rupanya di dalam “Tantangan Membaca” ini siswa harus belajar sekaligus terbiasa dengan kegiatan merangkum.
Selamat mencoba dan selamat ditantang ….!
1 komentar:
tulisan yang bagus, rapi dan runtut
Posting Komentar