Sumarwi, Staf Sekretariat PP Annuqayah, santri PPA Nirmala
Seri Diskusi Video Conference Lintas-Benua (1) yang dilaksanakan oleh OSIS SMA 3 Annuqayah bertempat di Laboratorium IPA Sabtu (22/10) kemarin betul-betul menghipnotis saya agar juga terbang ke Eropa setelah nanti saya lulus S1 dari Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika), Guluk-Guluk, Sumenep.
Semenjak M. Musthafa, salah satu alumnus beasiswa Erasmus Mundus datang dari Eropa, kami mendapat banyak informasi dan cerita mengenai sistem pembelajaran di Eropa, seakan-akan beliau menegaskan bahwa sistem pembelajaran di Eropa itu lebih baik dari Indonesia. Indahnya Eropa yang punya banyak musim menjadi selingan cerita menarik. Begitulah yang saya yakini selama ini dan semoga itu terbukti benar.
Semuanya berawal dari mimpi. Mimpi itu yang akan membuat kita semangat mengerjakan sesuatu yang bisa mengantarkan kita meraih mimpi itu. Dengan mimpi kita akan menjadi manusia yang mempunyai tujuan. Tidak seperti sampah yang dibawa angin, tak tentu arahnya ia mau ke mana. Bahwa dalam hidup itu sebuah perjalanan dan harus punya tujuan, sangat masuk akal sekali.
Saat ini saya—mungkin bukan cuma saya—sedang bermimpi bisa belajar di Eropa. Semangat itu semakin berkobar ketika saya mengikuti sesi diskusi kemarin. Namun dalam pikiran saya ada yang mengganjal. Bisakah seorang saya sampai ke sana dengan keterbatasan kemampuan yang ada? Artinya kemampuan bahasa Inggris kurang memadai, begitu pula dengan bahasa Arab. Lebih pasnya mungkin bisa disebut setengah-setengah. Ada banyak pertanyaan yang kemudian berseliweran di dalam pikiran saya, mulai dari ketakutan, kecemasan, dan khawatir ini dan itu. Pikiran-pikiran itu seakan membuat saya bingung.
“Manusia itu cenderung takut kepada apa yang tidak dimengerti karena dia tidak dapat mengontrolnya.” Kira-kira begitu kata Bang Mauritz.
Dan sepintas pernyataan itu benar karena kebanyakan kita takut berbuat salah dan salah. Padahal melakukan kesalahan pada masa-masa belajar itu bukanlah suatu yang jelek dan dosa.
Saya teringat dengan tulisan besar yang dipampang di salah satu pintu masuk sekolah di Pondok Pesantren Annuqayah, “Tidak ada jaminan kesuksesan namun tidak mencobanya adalah jaminan sebuah kegagalan (Bill Clinton)”. Pernyataan ini senada dengan apa yang Bang Mauritz nyatakan kemarin. Misalnya untuk kita tahu bahwa kita mempunyai bakat di bidang menyanyi jalan satu-satunya adalah Mencoba, Mencoba dan terus Mencoba.
Kami semua sangat antusias sekali mengikuti dan mendengarkan dengan seksama sesi diskusi kemarin. Bang Mauritz semangat, kami pun juga semangat. Namun bukan karena Bang Mauritz semangat kami menjadi semangat, jika kami demikian berarti kami terpaksa semangatnya, he he. Tidak lain apa yang disampaikan Abang sederhana sekali, namun sangat gampang dipahami. Itu yang membuat kami bertahan meski sampai 2 jam lebih dan tidak terasa waktu sudah sore. Memang benar apa yang dikatakan Abang, tidak ada orang males mengerjakan sesuatu yang ia sukai.
Apa saya dengar dari diskusi kemarin sepertinya memberikan saya semangat baru bahkan lebih dari itu, mungkin sebuah pencerahan. Menatap masa depan lebih pasti meski tidak ada jaminan kesuksesan.
Satu hal lagi yang membuat saya salut kepada Bang Mauritz, yaitu mengenai manusia yang paling berbahaya (lingkaran pengaruhnya lebih besar dari lingkaran kepeduliannya) dan yang paling bermanfaat bagi sesamanya (lingkaran kepeduliannya lebih besar dari lingkaran pengaruhnya). Saya kemudian bertanya pada diri sendiri, mungkin Bang Mauritz tidak pernah berpikir tentang pahala yang akan didapatkan ketika membantu sesamanya, namun karena lingkaran kepeduliannya lebih besar dari pada lingkaran pengaruhnya maka membantu sesamanya menjadi semangatnya.
Diskusi kemarin yang dilaksanakan lebih dari 2 jam lebih (14.00 s.d. 16.30 WIB) tidak membuat semangat Bang Mauritz surut. Kami pun juga ingin terus dimotivasi agar semangat belajar terus merajalela hingga impian itu bisa digapai, namun karena waktu kami kemarin sudah sangat sore sangat tidak mungkin untuk dilanjutkan. Semoga kita bisa ketemu di lain waktu yang lebih baik.
Terakhir, tidak salah bukan Bang jika saya juga bermimpi ingin belajar di Eropa? Usaha agar mimpi itu bisa digapai harus segera dilakukan apapun itu karena tidak ada kata terlambat untuk belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar