28 Oktober 2010

Peran Pemulung Sampah Gaul

Ach. Qusyairi Nurullah, Peneliti di The Pencil Connection Madura

Isu global tentang adanya perubahan iklim (climate change) yang ditandai dengan adanya kenaikan emisi gas hingga 70% dari tahun 1970 hingga 2004 merupakan indikasi nyata dari krisis lingkungan yang banyak dibicarakan masyarakat dunia akhir-akhir ini. Seperti data yang telah dirilis oleh pihak PBB tentang Perubahan Iklim (UNFFFC), menyatakan bahwa rata-rata temperatur global telah naik 1,3 derajat Fahrenheit (setara dengan 0,72 derajat Celcius) dalam 100 tahun terakhir. Rata-rata permukaan air laut mengalami kenaikan hingga 0,175 centimeter setiap tahun sejak 1961. Diperkirakan sekitar 20-30% species tumbuh-tumbuhan dan hewan berisiko punah jika temperatur naik 2,7 derajat Fahrenheit (setara 1,5 derajat Celcius).

Para ahli lingkungan mengatakan bahwa perubahan iklim itu terjadi karena hancurnya tatanan ekosistem. Perubahan iklim yang lebih dikenal dengan pemanasan global (global warming) menjadi kecelakaan permanen yang hingga kini belum teratasi. Keyakinan umum masyarakat menyebutkan, bahwa krisis lingkungan yang ekstrim dan mengancam kehidupan orang banyak ini merupakan efek domino dari perkembangan teknologi yang tidak memperhatikan eksistensi lingkungan. Negara-negara maju sebagai penggerak lahirnya berbagai jenis teknologi pun menjadi kambing hitam.

Krisis lingkungan yang meresahkan banyak kalangan ini semakin diperparah oleh tindakan manusia yang tidak bertangung jawab. Dari 1980 hingga 2004, manusia melakukan perusakan hutan dan penambangan liar yang menjadi penyebab berbagai bencana besar. Ada tak kurang dari 1.150 kali bencana terjadi dalam kurun waktu tersebut.

Indonesia yang diharapkan menjadi paru-paru dunia dalam mengurangi dampak emisi global ternyata juga menjadi negara pengeksploitir hutan terbesar sedunia. Penebangan hutan secara liar di Indonesia kian tak terkendali. Sehingga, selama puluhan tahun terjadi penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Hasil penafsiran Citra Landsat tahun 2000, menunjukkan sekitar 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan.

Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa diperkirakan masih sekitar 9 juta hektar. Pada akhir tahun 1980-an, tutupan hutan alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektar atau 7 persen dari luas total Pulau Jawa. Saat ini, penutupan lahan di pulau Jawa masih tinggal 4 %. Pulau Jawa sejak tahun 1995 telah mengalami defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap tahunnya.

Eksistensi hutan sebagai satu-satunya paru dunia yang memberikan oksigen pada manusia tentu saja memerlukan perawatan yang baik dan konsisten agar tetap lestari. Membiarkan hutan tergunduli sama halnya dengan menghendaki bencana alam itu terjadi. Karena itu, sikap kurang ramah terhadap lingkungan sekitar mesti dipikir kembali dan diiris sepenuh hati, sehingga tercipta mentalitas peduli lingkungan yang tinggi dan melahirkan sikap empati terhadap alam.

Mendekatkan anak pada lingkungan

Kerusakan lingkungan yang terjadi bukan semata-mata proses alamiah, tetapi tidak lepas dari ulah tangan manusia. Mentalitas eksploitatif terhadap alam merupakan masalah serius yang mesti ditangani secara serius pula. Hal ini terjadi karena alam masih saja dianggap sebagai sesuatu yang terpisah dari kehidupan manusia. Di sinilah peran penting pendidikan menjadi sangat urgen. Pada kondisi kronis seperti ini, dunia pendidikan dituntut tidak hanya menjadi lembaga yang mencetak manusia arif terhadap manusia dan mengenali siapa Tuhannya, tetapi juga mampu memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap lingkungannya.

Selama ini, para aktivis lingkungan seringkali menggunakan pendekatan birokrasi dalam rangka menghidupkan gerakan peduli lingkungan. Meski akhir-akhir ini terlihat adanya pelibatan institusi agama, seperti kerjasama Yayasan KEHATI dengan Nahdlatul Ulama (NU) dalam Pogram Konservasi Alam melalui Pesantren. Hal itu bisa dimaknai sebagai sebuah perkembangan, namun tetap saja masih terasa timpang. Gerak pikir kaum aktivis lingkungan masih dipenuhi oleh logika bahwa untuk mengatasi masalah besar harus menggunakan pendekatan kepada institusi yang besar pula. Karena itu, proses menumbuhkembangkan kepedulian lingkungan pada diri anak didik di lembaga pendidikan menjadi langkah strategis yang perlu digarap pula oleh para aktivis lingkungan.

Memotret Pendidikan sadar Lingkungan di SMA 3 Annuqayah

Kesadaran akan pentingnya mendekatkan anak didik pada lingkungan alam sekitar agaknya disadari oleh pengelola lembaga pendidikan tingkat SMA di Madaris 3 Annuqayah. Lembaga pendidikan yang terletak di pulau Madura Kabupaten Sumenep Kecamatan Gulu-Guluk, Desa Guluk-Guluk ini, bisa dikatakan satu-satunya lembaga pendidikan tingkat SMA di wilayah Kabupaten Sumenep yang mendorong proses penumbuhkembangan kepedulian lingkungan kepada anak didiknya melalui komunitas Pemulung Sampah Gaul (PSG). Komunitas ini menjadi wadah bagi siswa untuk turut serta menyelesaikan persoalan lingkungan hidup di sekitarnya. Prinsip mereka adalah melakukan penyelamatan lingkungan di tingkat lokal untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan secara global (global warming local cooling).

Dalam tubuh PSG ini, terdapat tiga tim yang bergerak pada wilayah yang berbeda: Tim Pertama, Tim Sampah Plastik. Misi besar tim ini adalah upaya menyelamatkan bumi dari bahaya sampah plastik, karena plastik merupakan jenis sampah yang paling sulit lebur dengan tanah.

Faktanya, banyak dampak buruk dari sampah plastik ini. Menurut catatan Kompas (6/8/2008), volume sampah yang cukup tinggi akan berpotensi menjadi limbah yang berbahaya bagi kehidupan manusia. Sampah juga berpotensi menurunkan kualitas tanah dan air karena terkontaminasi oleh partikel-partikel plastik itu sendiri. Tumpukan plastik yang tidak dikelola secara baik juga akan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang berdampak pada pemanasan global. Sebagai tambahan, untuk memproduksi plastik, dibutuhkan sekitar 12 juta barel minyak dan 14 juta pohon setiap tahunnya, angka yang fantastis, tapi tidak hemat energi untuk barang yang berbahaya ini.

Dalam upaya mewujudkan misinya, tim Sampah Plastik ini memulai dengan menyiapkan tiga tempat sampah yang berbeda, yaitu: tempat sampah anorganik kering, anorganik basah, dan sampah organik. Sampah yang telah dipilah didaur ulang menjadi alat yang dapat digunakan kembali: seperti membuat tas, jas lengan, tempat pensil, sandal, dan sajadah dan jenis alat yang lainnya.

Tim Kedua, adalah Tim Pupuk Organik. Misi besar yang diusung adalah mengajak seluruh lapisan masyarakat sekitar sekolah untuk memanfaatkan limbah pertanian menjadi pupuk organik. Penggunaan pupuk organik menjadi agenda penyelamatan ekosistem tanah yang dirusak oleh bahan-bahan pupuk kimia. Tidak hanya itu, tanaman yang dibiakkan dengan pupuk kimia itu pastinya akan mengandung unsur kimia pula, sehingga bila dimakan akan merugikan terhadap kesehatan. Mimpi mulia membuat pupuk dari bahan organik inilah yang pada akhirnya mengantarkan tim ini dinobatkan sebagai juara 5 dalam lomba School Climate Challenge British Council Competition se-Indonesia.

Tim ini mulai memproduksi pupuk organik dan hasilnya ditunjukkan kepada masyarakat. Cara ini digunakan untuk mengajak mereka menggunakan pupuk yang murah, ramah lingkungan dan mudah dibuat oleh mereka sendiri.

Tim Ketiga, adalah Tim Gula Merah. Misi besarnya ialah Mengonservasi Gula Merah Pohon Siwalan. Tim ini dibentuk berdasarkan temuan bahwa pohon siwalan di wilayah Madura terancam punah. Pohon ini banyak ditebang untuk dijadikan kayu bakar. Pohon yang ditebang tidak diganti dengan tanaman Siwalan yang baru. Pada akhirnya, hal ini memengaruhi terhadap produktifitas pembuatan gula merah.

Atas dasar itulah, maka konservasi Pohon Silawan tidak hanya soal pengurangan dampak pemanasan global, tapi juga soal pelestarian tanaman lokal di Madura. Apabila kelestarian Pohon Siwalan ini terjaga, maka masyarakat dapat mengambil banyak manfaat darinya. Misalnya dengan membuat gula merah, atau membuat tikar, timba dan lain sebagainya dari daunnya.

Yang perlu disadari dan dipahami dari PSG ini, bukan pada karya yang dihasilkan dari tiap-tiap tim, tetapi bagaimana upaya sekolah dalam melatih siswa agar memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungan dan dapat menjadi pahlawan lingkungan di sekitarnya. Inilah yang mesti diapresisasi dan bahkan direplikasi oleh berbagai lembaga pendidikan yang lain.

Penutup

Laju krisis lingkungan yang kian mencuat sebenarnya bermula dari tidak adanya kesadaran mencintai lingkungan itu sendiri. Pola pikir yang tidak menghargai dan memperhatikan eksistensi lingkungan sebagai bagian dari kehidupan manusia harus diubah dan ditata kembali dengan rapi. Dalam konteksi ini maka penting menanamkan nilai-nilai sadar lingkungan sejak dini kepada anak-anak. Hal ini bisa dilakukan secara bertahap di lembaga pendidikan.

Sebagai contoh kasus, gerakan pendidikan sadar lingkungan seperti yang dijalankan di SMA 3 Annuqayah dengan PSG-nya adalah potret penanaman nilai-nilai cinta alam bagi anak didik yang perlu ditumbuhkembangkan di lembaga lainnya.

Akhirnya, kita perlu senantiasa menjaga sumber daya alam. Sebab alam bukanlah warisan nenek moyang, tetapi titipan untuk anak cucu mendatang. Bila gerakan di tingkat lokal terus berkembang, maka krisis di tingkat global akan terselesaikan dengan sendirinya. (*)

Tulisan ini dikutip dari Web Media Indonesia.

27 Oktober 2010

Sanggar Pelangi MI 3 Annuqayah Belajar Korespondensi


Muhammad-Affan, Waka Kesiswaan MI 3 Annuqayah

Guluk-Guluk—Selasa sore (26/10) kemarin, beberapa siswi yang tergabung dalam komunitas sanggar pelangi Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah berkumpul di Star, laboratorium belajar yang biasa digunakan untuk melangsungkan kegiatan ekstrakurikuler oleh siswi-siswi MI 3 Annuqayah.

Sore itu mereka belajar dan praktik materi surat-menyurat (korespondensi). Korespondensi adalah aktivitas mengirim surat kepada kerabat dan sanak saudara. Biasanya, korespondensi ditulis tangan dan dikirm melalui layanan pos. Seiring dengan laju perkembangan dunia teknologi dan kebutuhan informasi yang serba cepat, tradisi korespondensi mulai tergerus dan digantikan dengan layanan pesan singkat (short message service).

Kegiatan pada sore itu merupakan upaya kecil Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah untuk merawat dan menumbuhkembangkan kembali tradisi tulis-menulis. ”Dengan korespondensi, anak-anak jadi tahu bahwa dulu, sebelum berkembang teknologi telepon selular, kakak-kakak mereka menggunakan media korespondensi untuk mengirim kabar kepada kerabat dan sanak saudara,” kata Mega ESY, tutor Sanggar Pelangi sore itu.

Kegiatan yang dimulai pukul 15.30 WIB itu diikuti sembilan belas siswi dari berbagai kelas. Biasanya, mereka datang awal setelah adzan Ashar berkumandang. Seringkali terlebih dahulu mereka berkumpul sambil berbagi cerita sebelum kegiatan dilangsungkan. Di akhir pertemuan, surat-surat dibaca satu persatu oleh tutor kegiatan. Setiap surat tuntas dibaca, anak-anak menghujaninya dengan tepuk tangan. Mereka lalu pulang ke rumah masing-masing pukul 17.00 WIB.

22 Oktober 2010

Siswi MI 3 Annuqayah Praktik Materi Sains


Muhammad-Affan, Waka Kesiswaan MI 3 Annuqayah

Guluk-Guluk—Pada hari Sabtu 16 Oktober yang lalu, beberapa siswi MI 3 Annuqayah mengikuti bimsus sains. Kali ini mereka belajar dan praktik tentang materi konduktor dan isolator.

Sebelumnya, seperti biasa, tutor menyampaikan materi tersebut terlebih dahulu. Pertama, anak-anak diminta untuk menyalakan tiga batang lilin. Kemudian mereka secara bergiliran meletakkan paku, kawat, kayu dan media yang lain di atas lilin.

Sembari memanaskan benda di atas lilin, di buku catatan, anak-anak membuat dua kolom untuk mengindentifikasi sifat benda tersebut. Satu kolom untuk daftar nama-nama benda yang masuk dalam kategori konduktor, kolom satunya untuk benda yang masuk dalam kategori isolator. Untuk keperluan praktik, mereka membawa sendiri bahan-bahannya.

Meski dengan peralatan yang sederhana, praktik sore itu cukup efektif. Selain itu, bahannya murah meriah. ”Dengan praktik langsung seperti ini, anak-anak dapat lebih mudah paham,” kata Mega. “Ini juga bagian dari proyek MI 3 Annuqayah untuk membiasakan anak-anak akrab dengan dunia penelitian,” lanjutnya, menutup kegiatan sore itu.

16 Oktober 2010

Pemilihan Ketua OSIS SMA 3 Annuqayah 2010/2011

Upacara persiapan pemilihan Ketua OSIS SMA 3 Annuqayah pada hari Ahad, 10 Oktober 2010.

Tiga kandidat yang bersaing dalam pemilihan, didampingi oleh Ketua OSIS SMA 3 Annuqayah masa bakti 2009/2010.

Pak Sakran, salah seorang guru SMA 3 Annuqayah, sedang memberi suara.



Salah seorang murid SMA 3 Annuqayah sedang memberi suara.



Suasana penghitungan suara.


Ketua OSIS terpilih, Muthmainnah, memberi sambutan langsung setelah penghitungan suara.

13 Oktober 2010

Guru Madaris 3 Annuqayah Berefleksi tentang Tantangan Pendidikan Formal di Pesantren

M. Mushthafa, guru SMA 3 Annuqayah

Guluk-Guluk—Hari Ahad (10/10) kemarin, guru-guru di lingkungan Madaris 3 Annuqayah mengikuti acara pertama dari rangkaian kegiatan yang bertajuk Orientasi Guru Madaris 3 Annuqayah. Acara yang berupa diskusi dengan tema “Tantangan Lembaga Pendidikan Formal di Pesantren” dan bertempat di Aula Madaris 3 Annuqayah ini menghadirkan H. A. Pandji Taufiq sebagai nara sumber.

Acara dimulai pada pukul 14.00 WIB dan berakhir pada pukul 16.15 WIB. Dalam sambutannya, Direktur Madaris 3 Annuqayah, K. M. Faizi, mengemukakan bahwa tujuan dilaksanakannya acara ini adalah untuk mengajak guru-guru di lingkungan Madaris 3 Annuqayah merenungkan kembali berbagai persoalan kependidikan pada umumnya dan peran guru pada khususnya terkait dengan tantangan kependidikan yang dihadapi saat ini.

“Banyak sekali perubahan yang telah terjadi di lingkungan lembaga pendidikan kita di pesantren. Dahulu, pesantren nyaris benar-benar mandiri dalam hal pembiayaan pendidikan. Sekarang sudah banyak bantuan dari pemerintah. Memang itu bisa meringankan beban pengelola, tapi ternyata kadang menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan,” tuturnya.

Dalam penyajiannya, Pak Pandji, demikian beliau akrab disapa, mengemukakan beberapa poin penting. Di antaranya bahwa orang pesantren perlu meneguhkan kepercayaan dirinya bahwa pendidikan ala pesantren telah berperan sangat penting dan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Namun, Pak Pandji melanjutkan, semenjak era otonomi daerah, saat pemerintah mulai banyak mengalokasikan dana bantuan untuk pendidikan di pesantren, pesantren mengalami kegamangan terutama terkait dengan keteguhannya memelihara tujuan dasar pendidikan pesantren.

“Di satu sisi, negara belum tahu benar apa itu pendidikan pesantren, dan di sisi yang lain pesantren cenderung terkejut menghadapi situasi baru berupa suplai dana yang melimpah ini,” papar pria yang kini masih menjabat sebagai Ketua Yayasan Annuqayah ini.

Guru-guru yang hadir sangat antusias menanggapi, mengomentari, dan mengemukakan pertanyaan. M. Mahfud Manaf, guru MI 3 Annuqayah yang baru saja diangkat sebagai Kepala MA 2 Annuqayah, mengemukakan bahwa salah satu tantangan yang dihadapi lembaga pendidikan pesantren adalah keengganan sejumlah peserta didik untuk mengikuti pendidikan agama di sekolah. Roziqoh, salah seorang guru lainnya, mengomentari bahwa rendahnya partisipasi orangtua dalam hal pembiayaan pendidikan mengakibatkan rendahnya kontrol dari orangtua.

Acara ini ditutup dengan doa pada sekitar pukul 16.10 WIB, dipimpin oleh salah seorang guru senior di Madaris 3 Annuqayah, Moh. Sakran, A.Md.

11 Oktober 2010

Aktivitas Ekstra-Kurikuler MI 3 Annuqayah Sudah Dimulai


Muhammad-Affan, Waka Kesiswaan MI 3 Annuqayah

Sore itu, 1 Oktober 2010, beberapa anak MI 3 Annuqayah tampak sedang menyimak materi sains dari seorang tutor. Mereka membentuk lingkaran sembari menyimak pengantar. “Sore ini kita akan praktik materi sains tentang perkembangan dan pertumbuhan makhluk hidup,” kata Mega Eka Suciyanti, tutor pada sore hari itu.

Tak lama kemudian, anak-anak bergegas mengambil beberapa gelas air kemasan bekas. Mula-mula, mereka meletakkan kapas di dalamnya, kemudian membasahinya dengan beberapa tetes air. Lalu masing-masing gelas diisi 6-7 biji kacang hijau.

Bimsus sains merupakan kegiatan ekstra-kurikuler di MI 3 Annuqayah yang bertujuan memfasilitasi anak-anak untuk melakukan praktik secara langsung materi sains yang mereka dapatkan di ruang kelas formal pagi hari. Kegiatan tersebut menjadi semacam laboratorium sains untuk pembelajaran penelitian dan eksperimental.

Lima hari kemudian, tepatnya pada tanggal 5 Oktober 2010, untuk pertama kalinya MI 3 Annuqayah mengaktifkan kembali kegiatan Sanggar Pelangi. Kegaiatan ini merupakan kali pertama pasca libur panjang bulan Ramadhan. Dalam upayanya meningkatkan mutu dan kualitas proses belajar, tahun ini pula MI 3 Annuqayah mendatangkan K. M. Luqman El Hakim, kepala sekolah MI Nurul Islam, Bataal Barat, Ganding, sebagai pembimbing kegiatan tersebut. “Rencana ini sudah kami sampaikan dan komunikasikan pada pertengahan tahun pelajaran lalu. Alhamdulillah, tahun pelajaran ini beliau dapat berbagi di sini,” kata salah satu pengurus MI 3 Annuqayah.

Kegiatan Sanggar Pelangi merupakan salah satu ektra kurikuler di MI 3 Annuqayah yang lebih menekankan kepada pengembangan skill dan motivasi siswi. Di Sanggar Pelangi, proses belajar didesain serba bermain . Dengan demikian, anak-anak betah belajar dan tidak mudah jenuh.“Tahun ini saya akan belajar bersama adik-adik MI 3 Annuqayah. Minggu depan kita belajar keterampilan baru, ya,” kata Luqman di sela perkenalannya.

Selain bimsus dan Sanggar Pelangi, MI 3 Annuqayah juga memiliki kegiatan ekstra-kurikuler baru: menyulam. Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari Jumat sore. Kegiatan menyulam baru berlangsung dua kali pertemuan dan langsung diminati oleh anak-anak.

Seperti kegiatan yang lain, kegiatan ini tidak diwajibkan bagi siswi MI 3 Annuqayah.. “Anak-anak memang tidak diwajibkan ikut kegiatan ekstra. Namun meskipun demikian, anak-anak sangat dianjurkan untuk mengikuti semua kegiatan di sini selama memungkinkan,” kata Mega, tutor menyulam pada sore itu.

Sementara untuk kegiatan pramuka tahun ini pelaksanaannya ditetapkan setiap hari Rabu sore. Pada pertemuan pertama, Kak Mumdarin berhalangan, tidak dapat hadir. Sore itu kegiatan pramuka MI 3 Annuqayah tampak dipandu oleh tiga kakak pembina pramuka dari Gudep Annnuqayah. Meski ini merupakan pertemuan pertama, anak-anak tampak bersemangat dan riang gembira mengikuti kegiatan pramuka. “Saya sangat senang dan eman kalau sampai ndak hadir kegiatan ekstra di sini” kata Icha, siswi kelas akhir MI 3 Annuqayah, yang tahun ini ditunjuk sebagai koordinator kegiatan.

01 Oktober 2010

Menyulam, Ekstra Kurikuler Baru di MI 3 Annuqayah

Muhammad-Affan, Waka Kesiswaan MI 3 Annuqayah

Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah terus melakukan evaluasi dalam rangka mengembangkan mutu sekolah—khususnya dalam hal kegiatan ekstra kurikuler. Pada tahun ajaran ini, menyulam, dipilih sebagai kegiatan ekstra baru di Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah.

“Kegiatan ini sudah direncanakan pada tahun lalu. Alhamdulillah, dengan dukungan berbagai pihak sekolah, tahun ini menyulam bisa direaliasikan menjadi program,” kata Mega Eka Suciyanti, tutor menyulam dan membatik MI 3 Annuqayah. Kegiatan ini dan kegiatan ekstra kurikuler lainnya di MI 3 Annuqayah dilaksanakan setiap sore secara bergiliran. “ Saya ingin belajar menyulam juga,” kata Roziqoh, salah satu guru MI 3 Annuqayah yang tampak hadir sore itu.

Selain menyulam, Madrasah Ibtidaiyah 3 Annuqayah tahun ini juga menghadirkan K. Lukman El Hakim, Kepala MI Nurul Islam, Bataal Barat, Ganding, sebagai fasilitator Sanggar Pelangi. Selama ini dia dikenal sebagai figur yang cukup lama mendalami dan berbaur dengan dunia anak-anak.

Tahun ini, kegiatan ekstra kurikuler menyulam, membatik, kursus matematika, sains, dan bahasa Indonesia, dipercayakan kepada Mega ESY. Sedangkan untuk kegiatan Sanggar Pelangi akan difasilitasi oleh K. M. Lukman El Hakim dan kegiatan pramuka akan dibimbing langsung oleh Mumdarin, S.Ag, yang saat ini menjabat sebagai pembina pramuka Annuqayah.

“ Ini semua dilakukan tidak lain untuk meningkatkan mutu kegiatan ekstra sekaligus komitmen sekolah untuk menfasilitasi anak-anak dalam mengembangkan bakatnya,” kata Mahfud Manaf, kata guru yang baru saja mengakhiri masa jabatannya sebagai Kepala MI 3 Annuqayah.