Ummul Karimah dan Siti Nujaimatur Ruqayyah, Siswi XII IPA SMA 3 Annuqayah
GULUK-GULUK—Pada tanggal 14-16 Mei yang lalu, Pemulung Sampah Gaul (PSG) SMA 3 Annuqayah mengikuti acara Maulid Hijau yang dilaksanakan oleh masyarakat di sekitar Ranu Lemongan/Ranu Klakah yang ada di Desa Tegal Randu, Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Kegiatan ini sebenarnya merupakan kampanye untuk kegiatan penghijauan. Format kegiatannya berupa penggabungan antara Maulid Nabi, kegiatan pelestarian lingkungan dan seni budaya seperti penghijauan di sekitar Ranu Lemongan, Gunung Lemongan, pagelaran kesenian tradisional, kompetisi perlombaan tradisional serta upacara selamatan desa.
Pemulung Sampah Gaul mengirim tujuh orang delegasi untuk berpartisipasi dalam mengikuti acara yang telah berlangsung sejak tahun 2006 itu. Tujuh orang itu terdiri dari 3 orang dari Tim Sampah Plastik, 2 orang dari Tim Konservasi Pangan Lokal, 1 orang dari Tim Pupuk Organik, dan 1 orang guru pendamping.
“Rupanya mereka ingin memberikan yang terbaik untuk PSG, hingga kurang rasanya jika saya hanya mengacungkan dua jempol untuk menilai semangat mereka,” ungkap Mus’idah, guru pendamping yang hadir dalam acara itu.
Rombongan PSG tiba di Lumajang pada Jum’at dini hari, 14 Mei, pukul 02.00 WIB. Mereka beristirahat, melepas lelah sejenak, di rumah Iklilah, alumnus SMA 3 Annuqayah, yang kebetulan hanya berjarak sekitar 25 km dari lokasi pameran. Rombongan baru mulai beraktivitas pada pagi harinya, mulai dari menghias stan sampai menata dekor dan barang-barang yang akan dipamerkan. Semua bisa cepat terselesaikan dan pastinya tak kalah saing dengan stan yang lain, meski hanya dengan tenaga kerja para kaum hawa.
Selama acara berlangsung, banyak pengetahuan yang mereka peroleh. Di antaranya mengikuti lokakarya pembuatan topeng di stan Mbah Harryadjie Bs, seniman Nusantara, yang bersebelahan dengan stan PSG.
Selain pengetahuan membuat topeng dari sampah organik, ada pula yang berkesempatan mengikuti acara pelatihan yang bertajuk “Menjadi Politikus”. Acara yang masih satu paket dengan acara Maulid Hijau tersebut diikuti oleh Indah Susanti dan Muflihah. Meski pelatihan tersebut tentang politik, mereka mengaku sangat menikmati acara itu. “Ternyata politik itu tak seburuk yang saya kira, tergantung siapa yang memainkannya,” ungkap Indah Susanti, ketua PSG, saat bercerita kepada teman-temannya setelah kembali dari acara pelatihan tersebut.
Ada pula dari mereka yang berkesempatan berkunjung ke rumah Mbah Tjitra, sahabat sekaligus asisten Ir. Soekarno yang masih hidup dan berumur 108 tahun. “Saya merasa diseret kembali pada tahun 1940-an. Bangunan rumahnya yang unik dan penulisan tanggal pembangunan di setiap tembok hanya bisa bikin saya geleng-geleng takjub. Yang paling penting, semangatnya itu lho… Kok masih bisa naik-turun Gunung Lemongan untuk menanam pohon di usinya yang sudah renta,” tutur Ummul Karimah yang kebetulan ikut mendaki Gunung Lemongan untuk berkunjung ke basecamp Laskar Hijau.
Mbah Matruki dan Hutan Buah
Selain Mbah Tjitro, ada pula sosok yang sudah satu tubuh dengan alam. Mbah Matruki, mantan Kepala Desa Tegal Randu, bercerita sekilas tentang Laskar Hijau. Dia menuturkan bahwa Laskar Hijau adalah komunitas yang lahir pada tahun 2006 atas inisiatif K. Abdullah al-Kudus dan didasari atas kepedulian terhadap lingkungan.
Selain mengadakan acara Maulid Hijau ini, mereka juga melakukan penghijauan di Gunung Lemongan setiap hari. “Mereka punya mimpi menjadikan Gunung Lemongan sebagai hutan buah. Bukan untuk kita, tapi untuk anak cucu kita bersama,” tambah penduduk Desa Tegal Randu yang berasal dari Pamekasan ini.
Ke Celleng, sapaan akrab dari Mbah Matruki, awalnya hanyalah penduduk baru yang dianggap aneh oleh masyarakat Desa Tegal Randu karena kebiasaannya menanam pohon setiap hari. Mbah awalnya juga tidak disukai oleh penduduk, namun pada akhirnya setelah Mbah Matruki berhasil menghijaukan sekitar Ranu Klakah, para penduduk menyadari bahwa bumi saat ini telah “berubah sikap” kepada kita. Hal itu dilihat dari kejadian-kejadian bencana alam yang terjadi di seluruh dunia.
Sejak saat itu, pada 2006 lalu, K. Abdullah al-Kudus, salah satu tokoh masyarakat Desa Tegal Randu mengajak para penduduk untuk bersikap ramah dan cinta kepada lingkungan. Dan berdirilah komunitas Laskar Hijau yang kini dipercaya sebagai singa Desa Tegal Randu.
“Semoga siswi SMA 3 Annuqayah juga bisa meniru langkah Mbah Matruki yang telah menyulap Tegal Randu menjadi desa hijau,” kata Mus’idah berharap.
Acara berakhir pada hari Ahad, 16 Mei. Namun anggota PSG tidak mengikuti acara penutupan sampai selesai. Mereka harus bersiap-siap untuk kepulangan ke Sumenep. Tapi kepulangan mereka sedikit tertunda karena sebagian dari mereka ada yang tidak enak badan. Akhirnya rombongan pulang menuju Guluk-Guluk pada Senin, 17 Mei dini hari.
Setibanya di Guluk-Guluk, rombongan yang hadir ke acara Maulid Hijau ini berbagi pengalamannya pada kawan-kawan siswa SMA 3 Annuqayah pada Selasa, 18 Mei.
2 komentar:
iya, iya, bagus, bagus. semoga pengalaman ini bikin tambah wawasan. ikut lagi tahun depan, ya..
kalau cuma ongkos dan akomodasi, uangnya masih banyak. tenang saja :-)
aha..keren sungguh tulisannya. Betul kata K. Faizi, tahun depan harus ikut lagi, nanti kita bisa bikin acara khusus bertajuk: Bussines Ala Santriwati ( coba lihat buku saya dkk yg tahun ini diterbitkan Gramedia: Bussines Moms )...tak bermaksud menyelam sambil minum,sebaiknya minum dulu baru menyelam hehehe.
PSG memang OK!
Posting Komentar