Ummul Karimah (XI IPA)
Saya adalah salah satu siswa SMA 3 Annuqayah yang sangat prihatin terhadap keadaan di musim penghujan saat ini. Lalat-lalat datang siap untuk menyerang. Ditambah lagi dengan sampah yang malah semakin bertambah—bukan berkurang. Barang kali sekaranglah kesempatan yang baik bagi penyakit untuk beraksi menggerogoti manusia.
Saya semakin yakin dengan musim yang mengancam ini, karena Wakil Kepala SMA 3 Annuqayah, yaitu Bapak Nasiruddin, S.E., sebagai pembina dalam upacara bendera Madaris III Annuqayah Senin (16/11) menyampaikan petuah bijak kepada seluruh siswa Madaris III Annuqayah. “Sehubungan dengan musim mangga, maka hati-hati! Jaga kesehatan. Jangan terlalu banyak mengkonsumsinya. Apalagi cabe. Takut-takut menimbulkan penyakit diare dan yang lebih parah lagi muntaber (muntah yang disertai berak),” demikianlah ceramahnya yang begitu menyentuh membuat saya dan teman-teman yang lain tertunduk. “Ingat. Ini semua demi kebaikan kita semua,” tambahnya.
Setelah saya ingat-ingat lagi, apa yang dikatakan Pak Nasir dalam upacara bendera memang terbukti benar. Komplek-komplek di Sabajarin penuh dengan lalat. Lalat-lalat itu hinggap di atas makanan-makanan basah seperti: pisang goreng, nangka goreng, dan tahu isi yang dijual di komplek Karang Jati. Juga sancin dan onde-onde yang dijual di komplek al-Furqaan, hingga kaldu dan rujak yang dijual di kantin SMA 3 Annuqayah. Ditambah dengan musim mangga yang benar-benar membuat lidah bergoyang saat santri melihatnya. Mangga-mangga itu telah siap dengan bumbu yang dipenuhi cabe.
Kita tahu, lambung merupakan alat pertama dalam perut yang mengolah makanan yang kita cerna. Bila lambung kita terlalu banyak mengkonsumsi mangga yang mengandung banyak zat asam, maka itu akan menyebabkan diare. Lebih parah bila terlalu banyak mengkonsumsi biji cabe, maka lambung akan menjadi luka dan itu sangat berbahaya bagi kesehatan kita.
Tak salah bila saya katakan bahwa para santri Sabajarin mayoritas doyan rujak, karena setelah saya melakukan pengamatan di Karang jati (24/11) kemarin subuh petang di waktu shalat jamaah berlangsung, ternyata dari 125 santri Karang Jati banyak yang tidak berjamaah disebabkan antre WC. Belum lagi yang menstruasi dan yang malas. Saya terkejut, namun diam.
Karena pengantri di depan WC banyak, maka saya menjadi tertarik untuk menghitungnya. Ada 20 orang yang berdiri, duduk dan jongkok di sekitar WC. Ada yang menggedor-gedor pintu, ada yang teriak, dan ada pula yang merintih kesakitan perut. Dan saya juga merupakan peserta ke-21 yang juga ikut antri—setia menunggu giliran terakhir.
Hanya ada 3 WC di situ. Saya melihat wajah lega keluar dari WC 1. Lalu saya bertanya: “Apa yang terjadi?” Ia menjawab, “Saya diare sudah 3 hari yang lalu.” Kemudian saya pandangi wajah-wajah yang lain: dahi yang berkerut, muka yang kusut, tangan yang memegangi perut, dan bibir yang cemberut. Sepertinya mereka was-was, cemas memikirkan bila tak cepat tiba pada giliran, sang berak sudah ikut-ikutan menggedor-gedor tanda tak sabar ingin keluar.
Lain dulu lain sekarang. Jika di Karang Jati antri WC berlangsung pagi hari, maka lain lagi dengan keadaan di Al-Furqaan. Kejadiannya tak jauh berbeda namun waktunya saja saja yang berbeda. Antrian WC berlangsung saat jamaah maghrib berlangsung. Kemarin, dari 50 santri, ada 8 santri yang juga setia antri di depan WC.
Jika selalu berharap untuk hidup sehat, mengapa masih suka buang sampah sembarangan di musim hujan yang walaupun tak kejam tapi dipaksa untuk mengancam? Ternyata harapan saja tak cukup. Masih ada kata-kata bijak yang bila ditanamkan lekat-lekat dalam hati akan mampu mendobrak kekhilafan dan mengubah kesadaran yang mungkin pula akan diimplementasikan. Kata itu adalah: kejahatan individu mengancam kesehatan bersama. Resapilah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar